Selasa, 18 Oktober 2011

Menjadi Pemimpin yang Melayani


Pemimpin dalam suatu organisasi maupun dalam pemerintahan memegang peran yang amat penting demi kemajuan organisasi atau institusi tersebut. Dalam perkembangan sekarang ini, orang-orang sangat mendambakan pemimpin yang peduli dan melayani. Harapan terbesar terhadap seorang pemimpin baru oleh masyarakat adalah kepemimpinan yang melayani, apabila gaya kepemimpinan ini berkembang niscaya institusi yang dipimpinnya akan sejahtera , bila ia menjadi seorang pemimpin terhadap sekelompok masyarakat , maka rakyatnya akan makmur.

" Good leaders must first become good servants"
- Robert Greenleaf

Namun di Indonesia , seringkali kita menemukan pemimpin yang justru mau dilayani . Sehingga muncul antipati terhadap pemimpin. Kebanyakan sudut pandang yang salah dari seorang pemimpin adalah dirinya harus dilayani oleh segenap rakyatnya , ibarat seorang anak bayi keinginannya harus dituruti. Hal ini didasari dari keangkuhan dan kesombongan dirinya sebagai seorang yang dianggap berkedudukan tinggi maupun orang istimewa. Sehingga kepemimpinan yang melayani hanya menjadi angan - angan belaka.

Pengertian Pemimpin yang Melayani

Menurut teori tentang pemimpin yang melayani dimulai sejak tahun 1970, ketika R.K. Greenleaf (1904-1990) menulis sebuah essay yang berjudul “The Servant as Leader”. Essay tersebut dikembangkan oleh Greenleaf menjadi sebuah buku yang diterbitkan tahun 1977 berjudul “Servant Leadership: A Journey into the Nature of Legitimate Power and Greatness”. Ide mengenai pemimpin yang melayani ini diperoleh Greenleaf tahun 1960-an ketika membaca novel karya Herman Hessee, “Journey to the East”.

Setelah membaca cerita ini, Greenleaf (2002) menyimpulkan bahwa pemimpin yang hebat diawali dengan bertindak sebagai pelayan bagi orang lain. Kepemimpinan yang sesungguhnya timbul dari motivasi utama untuk membantu orang lain.

Kedua kata “melayani” dan “pemimpin” biasanya dianggap sebagai hal yang berlawanan. Ketika kedua hal yang bertolak belakang disatukan dengan cara yang kreatif dan berarti, sebuah paradoks muncul. Jadi, kedua hal tersebut telah disatukan untuk menciptakan ide paradoksial tentang kepemimpinan yang melayani.

Greenleaf (2002) menyatakan bahwa pemimpin yang melayani diawali dengan perasaan alami untuk melayani terlebih dahulu. Setelah itu, dengan kesadaran, seseorang ingin memimpin. Greenleaf (2002) mendefinisikan pemimpin yang melayani adalah seorang pemimpin yang sangat peduli atas pertumbuhan dan dinamika kehidupan pengikut, dirinya dan komunitasnya dan karenanya ia mendahulukan hal-hal tersebut dibandingkan dengan pencapaian ambisi pribadi atau pola dan kesukaannya saja.

Impiannya ialah agar orang yang dilayani tadi akan menjadi pemimpin yang melayani juga. Greenleaf (2002) menekankan, bila seseorang ingin menjadi pemimpin yang efektif dan berhasil, ia harus lebih dulu memiliki motivasi dan hasrat yang besar untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Dalam hal ini, pemimpin harus mampu mendorong pengikutnya untuk mencapai potensi optimalnya.

Belakangan ini, agar bisa berorientasi pada pelanggan, organisasi membutuhkan pemimpin yang bersedia melayani. Para pemimpin harus memberikan pelayanan terbaik kepada para pelanggan internal (para karyawan) sehingga akan berdampak pada pelayanan prima yang didemonstrasikan oleh para pelanggan internal kepada para pelanggan eksternal (Tjiharjadi et al., 2007). Sayangnya, gaya kepemimpinan yang melayani kurang diminati oleh kebanyakan praktisi bisnis. Gaya kepemimpinan yang melayani lebih banyak digunakan di organisasi sektor publik dan pemerintah.

Karakteristik Pemimpin yang Melayani

Menurut Larry C. Spears (1995), mengacu pada pemikiran Greenleaf, terdapat karakteristik seorang pemimpin maupun calon pemimpin yang ditunjukkan dari sikap dan perilaku pemimpin tersebut , yang dipaparkan pada list berikut :

1. Kesediaan untuk menyimak (listening)
Biasanya, seorang pemimpin dinilai berdasarkan kemampuannya dalam berkomunikasi dan mengambil keputusan. Kemampuan ini juga penting bagi pemimpin yang melayani, pemimpin ini perlu dikuatkan dengan komitmen yang kuat untuk mendengarkan orang lain dengan sungguh-sungguh. Pemimpin yang melayani mencoba untuk mengidentifikasikan keinginan dari sebuah kelompok dan membantu mengklarifikasikan keinginan tersebut, dengan cara menyimak.

2. Kuat dalam empati (empathy)
Pemimpin yang melayani berusaha untuk mengerti dan berempati dengan orang lain. Manusia perlu untuk merasa diterima dan diakui atas semangat mereka yang khusus dan unik.

3. Melakukan pemulihan-pemulihan (healing)
Salah satu kekuatan terbesar seorang pemimpin yang melayani adalah kemampuannya untuk melakukan pemulihan bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

4. Penyadaran/peningkatan kesadaran (awareness)
Kesadaran umum, dan terutama kesadaran diri, memperkuat pemimpin yang melayani. Kesadaran juga membantu seseorang dalam memahami persoalan yang berhubungan dengan etika dan nilai.

5. Memiliki sifat persuasif (persuasion)
Karakteristik lain dari pemimpin yang melayani adalah mengandalkan persuasi dalam pengambilan keputusan, bukan posisi sebagai otoritas. Pemimpin yang melayani mencoba untuk meyakinkan orang lain, bukan memaksa orang lain untuk patuh.

6. Mampu membuat konsep (conceptualization)
Pemimpin yang melayani mengembangkan kemampuannya untuk “memimpikan hal-hal besar.” Kemampuan untuk melihat permasalahan (atau sebuah organisasi) dari perspektif konseptualisasi berarti bahwa seseorang harus berpikir melebihi realitas sehari-hari. Pemimpin yang melayani menyeimbangkan antara pemikiran konseptual dengan pendekatan dengan fokus harian.

7. Mampu membuat perkiraan yang tepat (foresight)
Foresight adalah sebuah karakteristik yang memungkinkan pemimpin yang melayani untuk memahami pelajaran dari masa lalu, realitas saat ini dan kemungkinan konsekuensi dari sebuah keputusan untuk masa depan. Hal ini juga berakar di dalam pikiran intuitif.

8. Penatalayanannya baik (stewardship)
Peter Block (dalam Spears 2004) telah mendefinisikan stewardship sebagai “memegang sesuatu yang dipercayakan kepadanya oleh orang lain”. Pemimpin yang melayani, seperti stewardship, mengasumsikan komitmen utama untuk melayani kebutuhan orang lain. Hal ini juga menekankan pada penggunaan keterbukaan dan persuasi dibandingkan dengan pengendalian.

9. Memiliki komitmen untuk menghasilkan proses pembelajaran (commitment to the growth of people)
Pemimpin yang melayani percaya bahwa orang lain mempunyai nilai intrinsik melebihi kontribusi nyata mereka sebagai karyawan atau pekerja. Sebagai hasilnya, pemimpin yang melayani berkomitmen secara mendalam pada pengembangan dari masing-masing dan setiap individu dalam institusi. Pemimpin yang melayani menyadari tanggung jawab yang luar biasa untuk melakukan semua hal yang memungkinkan untuk membantu pembelajaran sumber daya manusia.

10. Serius dalam upaya pembentukan dan pengembangan komunitas (building community)
Pemimpin yang melayani merasakan bahwa banyak hal yang telah hilang dalam sejarah manusia belakangan ini sebagai hasil dari pergeseran dari komunitas lokal menjadi institusi besar sebagai pembentuk utama dalam hidup manusia. Hal ini menyebabkan pemimpin yang melayani untuk mencoba mengidentifikasikan beberapa sarana untuk membangun komunitas di antara mereka yang bekerja di institusi tersebut.

Hal yang perlu dicatat di sini adalah dalam pekerjaannya sehari-hari, seorang pemimpin yang melayani mendahulukan orang lain. Ia juga membuat orang menjadi terinspirasi, terdorong, belajar, dan mengambil alih keteladanannya. Pendekatannya bukanlah pendekatan kekuasaan, akan tetapi pendekatan hubungan atau relasional.

Selain itu Spears juga mengungkapkan indikator tentang pemimpin yang melayani , indikator ini juga merupakan penambahan dari hasil studi pasca Spears. Indikator tersebut antara lain:

1) Pemimpin yang melayani menyadari dan menghayati bahwa ia melayani suatu hal yang lebih besar dari dirinya atau organisasinya.

2) Pemimpin yang melayani memberikan teladan untuk prilaku dan sikap yang ia ingin hadir dan menjadi bagian utama dari hidup pengikutnya. Jadi ia tidak memaksakan orang untuk mengambil alih suatu perilaku atau memaksa dengan berbagai hal-hal yang ia inginkan.

3) Pemimpin yang melayani memiliki pribadi yang otentik yaitu kerendahan hati, dapat diminta pertanggung jawaban, integritas antara nilai, gambar diri dan ambisinya, serta ia tampil sebagai manusia biasa dengan kelemahannya.

4) Pemimpin yang melayani juga mempersoalkan masalah moral dan berani mengambil resiko dalam menegakkan prinsip etika tertentu.

5) Pemimpin yang melayani memiliki visi dan mampu memberdayakan orang.

6) Pemimpin yang melayani mampu memberikan kepercayaan dan pemahaman atas keadaan pengikutnya

7) Pemimpin yang melayani sering bekerja dalam kerangka pikir waktu yang panjang. Ia tidak mengharapkan hasil spektakuler terlalu cepat karena ia menyadari bahwa untuk menggerakkan dan mentransformasi orang diperlukan waktu yang panjang dan proses yang berkesinambungan.

8) Pemimpin yang melayani melakukan komunikasi yang proaktif dan bersifat dua arah.

9) Pemimpin yang melayani juga dapat hidup di tengah perbedaan pendapat, bahkan ia merasa tidak nyaman bila pendapat, paradigma dan gaya kerja sejenis.

10) Pemimpin yang melayani memberikan kepercayaan dan wewenang kepada pengikutnya. Ia memiliki gambaran positif, optimis tentang mereka. Ia memberdayakan mereka melalui sharing pengetahuan, skill dan perspektif.

11) Pemimpin yang melayani menggunakan persuasi dan logika untuk mempengaruhi orang, selain dengan peneladanan.

12) Pemimpin yang melayani tidak berupaya menjadi pahlawan, namun menciptakan dan melahirkan pahlawan-pahlawan.

13) Pemimpin yang melayani mengerjakan banyak hal dan menghindar dari berbagai hal yang orang lain dapat lakukan. Hal yang terpenting bahwa pemimpin yang melayani tidak berarti akan menghindar dari masalah atau konflik. Ia juga menjadi sosok yang tidak dikendalikan oleh berbagai kelompok yang kuat. Dalam pekerjaan sehari-hari seorang pemimpin yang melayani mendahulukan orang lain. Ia juga membuat orang jadi terinspirasi, terdorong, belajar dan mengambil alih keteladanannya. Pendekatannya bukanlah dengan kekuasaan melainkan pendekatan hubungan atau relasional.

Kisah Khalifah Umar Bin Khattab yang Melayani Rakyat-nya

Kisah ini merupakan kisah inspiratif dari khalifah Umar Bin Khattab yang senantiasa melayani rakyatnya , bahkan beliau secara diam - diam melakukan perjalanan keluar masuk kampung untuk mengetahui kehidupan rakyatnya. Beliau tidak ingin satu pun rakyatnya tidak terlayani , hal ini dilakukan untuk memastikan tidak ada rakyatnya yang dilalaikan.

Suatu malam , bersama salah seorang pembantunya, Khalifah Umar berada di suatu kampung terpencil. Dari sebuah rumah yang tak layak huni, terdengar seorang gadis kecil sedang menangis berkepanjangan. Umar bin khattab dan pembantunya bergegas mendekati rumah itu. Setelah mendekat, Umar melihat seorang perempuan tengah memasak di atas tungku api. Asap mengepul dari panci, sementara si ibu terus saja mengaduk-aduk isi panci dengan sebuah sendok kayu yang panjang.

“Assalamu’alaikum,” Khalifah Umar memohon izin untuk masuk.
Si Ibu yang tidak mengetahui siapa gerangan tamu nya itu memberi izin untuk masuk.
“Siapakah gerangan yang menangis di dalam itu?” tanya Umar.
Si ibu itu menjawab, “Anakku.”
“Apakah ia sakit?”
“Tidak,” jawab si ibu lagi. “Tapi ia kelaparan.”

Khalifah Umar ingin sekali mengetahui apa yang sedang dimasak oleh ibu itu. Kenapa begitu lama sudah dimasak tapi belum juga matang. Akhirnya khalifah Umar berkata, “Wahai ibu, Apa yang sedang engkau masak?”

Ibu itu menjawab, “Engkau lihatlah sendiri!”

Khalifah umar dan pembantunya segera melihat ke dalam panci tersebut. Alangkah kagetnya ketika mereka melihat apa yang ada di dalam panci tersebut seraya memastikan Umar berteriak, “Apakah engkau memasak batu?”

Perempuan itu menganggukkan kepala. Dengan suara lirih, perempuan itu menjawab pertanyaan khalifah Umar, “Aku memasak batu-batu ini untuk menghibur anakku. Aku seorang janda. Sejak dari pagi tadi, aku dan anakku belum makan apa-apa. Sementara aku berusaha untuk bekerja tetapi karena kewajiban menjaga anakku, hal itu tidak dapat kulakukan. Sampai waktu maghrib tiba, kami belum juga mendapatkan makanan apapun juga. Anakku terus mendesakku. Aku mengumpulkan batu-batu kecil, memasukkannya ke dalam panci. Kemudian batu-batu itu kumasak untuk membohongi anakku, dengan harapan ia akan tertidur lelap sampai pagi. Ternyata tidak. Ia tetap saja menangis. Sungguh Khalifah Umar bin Khattab tidak pantas jadi pemimpin. Ia tidak mampu menjamin kebutuhan rakyatnya.”

Mendengar penuturan si Ibu seperti itu, pembantu khalifah Umar ingin menegur perempuan itu. Namun khalifah Umar dengan cepat mencegahnya. Dengan air mata berlinang ia pamit kepada si Ibu dan mengajak pembantunya cepat-cepat pulang ke Madinah. Khalifah Umar langsung menuju gudang baitul mal untuk mengambil sekarung gandum dan memikulnya di punggungnya. Ia kembali menuju ke rumah perempuan tadi.

Di tengah perjalanan sang pembantu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, biarlah aku saja yang memikul karung itu.” Khalifah Umar menjawab dengan air mata yang berlinang: “Rasulullah pernah berkata, jika ada seorang pemimpin yang membiarkan rakyatnya mati kelaparan tanpa bantuan apapun, Allah mengharamkan surga untuknya.” Khalifah Umar kemudian melanjutkan, Biarlah beban berat ini yang akan membebaskanku dari siksaan api neraka kelak.”

Dalam kegelapan malam Khalifah Umar berjuang memikul karung gandum itu, hingga akhirnya ia sampai ke rumah sang Ibu. Dengan kaget, sang Ibu bertanya: “Siapakah anda? Bukankah anda yang datang tadi?” Khalifah Umar tersenyum dan menjawab, “Benar. Saya adalah seorang hamba Allah yang diamanahkan untuk mengurus seluruh keperluan rakyat saya. Maafkan saya telah mengabaikan anda.”

Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa seorang pemimpin tidak seharusnya termanjakan untuk pelayanan dari bawahan maupun instansinya . Melainkan seorang pemimpin harus melayani bawahannya maupun rakyatnya . Tentunya pimpinan merupakan amanah yang diberikan untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat luas .

Dan tentunya bila kita ingin menentukan seorang pemimpin , dapatlah kita melihat pada karakteristik dan indikator yang telah saya paparkan diatas. Kini sebagai rakyat kita harus cerdas dalam melihat seorang pemimpin, jangan sampai kita salah pilih pemimpin!. Tentunya bagi pembaca yang termasuk para pemuda/i penerus bangsa dapat mempersiapkan diri sejak sekarang untuk memimpin , baik memimpin diri sendiri maupun memimpin organisasi , bahkan dapat memimpin Indonesia.

Patutlah kita menjadikan khalifah Umar Bin Khattab sebagai pemimpin adil , bertanggung jawab , dan melayani. Beliau merupakan salah satu contoh pemimpin yang sejati yang memberikan suri tauladan yang baik bagi pemimpin - pemimpin lainnya .  Demikian penjelasan dari saya , setelah membaca tulisan ini ada baiknya anda membaca juga definisi pemimpin dan juga tugas dan fungsi pemimpin . Semoga tulisan ini bermanfaat buat pembaca sekalian

Referensi

Tjiharjadi, Semuil, et al. 2007. To be a Great Leader. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Greenleaf, Robert K., Larry C. Spears, 2002. Servant Leadership: A Journey Into The Nature Of Legitimate Power And Greatness. Mahwah, New Jersey: Paulist Press

http://books.google.co.id/books?id=gOexpCA5JqIC&printsec=frontcover&dq=servant+leaderlr=ei=vbxyS9XiD4_olQSO6dn5BAcd=1#v=onepage&q=servant%20leader&f=false (diakses tanggal 8 Februari 2011)

Spears, Larry C. 2004. Practicing Servant-Leadership http://www.sullivanadvisorygroup.com/docs/article/Practicing%20Servant%20Leadership.pdf (diakses tanggal 8 Februari 2011)

Kisah Pemimpin yang Adil dan Melayani . http://blog.umy.ac.id/jurnalkampus/2010/12/07/kisah-pemimpin-yang-adil/ (diakses tanggal : 20 April 2011)

http://www.gudangmateri.com/2010/08/kata-mutiara-dan-kutipan-pemimpin.html (diakses tanggal : 20 April 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar