Sabtu, 15 Oktober 2011

DAKWAH RASULULLAH SAW MENURUT HISTORY ISLAM
(Periode Mekah-Madinah)

SKRIPSI
Jurusan Dakwah dan Komunikasi
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial Islam
 
Oleh :
MUHAMMAD HAEZAN
NIM. 30.02.1.1.007

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
JURUSAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SURAKARTA
2008

1
ABSTRAK
Muhammad Haezan (300211007) Dakwah Rasulullah Saw Menurut History Islam
(Periode Mekah-Madinah).
Kata Kunci : Dakwah, Rasulullah History Islam.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dakwah Rasulullah
menurut History Islam (Periode Mekah-Madinah) penelitian telaah pustaka
dengan metode diskriptif ini menggunakan literature sebagai alat pengumpul data.
Analisis yang digunakan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan.
Rasul Muhammad Saw. Adalah seorang pemimpin agama dan pemimpin
negara yang mempunyai kepribadian terpuji. Beliau adalah panutan terbaik
(uswatun hasanah) bagi umat muslim di seluruh dunia Islam. Melaui organisasi
dakwah Islamiyah, Rasulullah mampu mengubah jalannya sejarah dan
mempengaruhi secara besar-besaran perkembangan penyiaran Islam dari masa
jahiliyah (pra Islam) menuju masa peradaban Islam. Dakwah Rasulullah Saw
periode Mekah-Medinah bertujuan membentuk pribadi muslim (di Mekah)
bersifat majemuk sebagai unsur mutlak membangun pemerintahan Islam di
Madinah dimana komunitas penduduk Madinah bersifat plural. Kemajemukan di
Madinah tercermin dengan adanya perbedaan agama, suku, maupun golongan dan
untuk mewujudkan toleransi antar sesama melalui organisasi dakwah Islamiyah.
Keberhasilan Rasulullah dalam membangun pemerintahan ditandai dengan
dibuatnya piagam Madinah sebagai Undang-Undang yang mengatur komunitas
penduduk Madinah yang plural. Hal itu tidak terlepas dari upayanya dalam
memperjuangkan dan mendawahkan Islam, sehingga beliau dikenal sebagai rasul
yang amat disegani dan mendapatkan simpati dari umat Islam di Mekah –
Madinah pada saat itu dan dunia Islam pada umumnya.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, Rasulullah Saw merupakan
Rasul; pemimpin agama serta pemimpin negara yang telah memberikan tauladan
terbaik dalam aktivitas dakwah Islamiyah bagi umat muslim di Mekah-Madinah
dan seluruh umat muslim di dunia pada umumnya. Pokok pikiran Rasulullah Saw
dalam dakwah terletak pada upaya bagaimana mentransformasikan Islam kepada
semua sisi kehidupan yang pluralistik. Dakwah Rasulullah pada prinsipnya
berintikan pada satu keingginan yaitu terbangunnya sebuah kehidupan yang Islami
dengan toleransi dimuka bumi ini diawali dari tingkat individu, keluarga,
masyarakat, pemerintah sampai pada tingkat peradapan yang diakhiri dengan
kembalinya kepemimpinan ditangan umat muslim. Untuk mewujudkannya ada
tiga tahapan yang harus dilakukan yaitu ta’rif (tahapan seruan, pengenalan,
penyebaran fikrah dan menyampaikannya kepada seluruh lapisan masyarakat),
takwin (menyeleksi pendukung, mempersiapkan pasukan dan memobilisasi shof
dari kalangan para mad’u) dan tanfidz (tahap aksi dan produksi). Dakwah yang
dijalankan oleh Rasulullah Saw mempunyai ciri-ciri tersendiri, hal ini sebagai
manifestasi terhadap dakwah yang dilakukannya.
6
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang
senantiasa mencurahkan rahmat,taufiq dan hidayahnya dan nikmatnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
Skripsi dengan judul “Dakwah Rasulullah Menurut History Islam (Periode
Mekah-Madinah)”. Untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam
Jurusan Dakwah dan Komunikasi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
Surakarta Tahun Akademik 2008/2009.
Dengan selesainya penyusunan hasil penelitian ini peneliti mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Usman Abubakar, M.A, selaku Ketua STAIN Surakarta
2. Bapak Drs. Ahmad Hudaya, M.Ag, sebagai Ketua Jurusan Dakwah dan
Komunikasi STAIN Surakarta yang telah memberikan ijin dalam penelitian
ini.
3. Bapak Drs. Agus Wahyu T, M.Ag, selaku pembimbing skripsi yang telah
berkorban meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing dan
mengarahkan dalam pembuatan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Abdul Aziz, M.Ag, selaku wali studi yang telah membimbing
peneliti selama studi di STAIN Surakarta.
5. Bapak dan Ibu tercinta, atas pengorbanan dan dukungan doa dan materi dalam
menyelesaikan pennyusunan skripsi ini.
6. Dosen dan Staf Jurusan Dakwah dan Komunikasi STAIN Surakarta atas
bantuannya
7. Saudara-saudaraku para aktivis dakwah yang tidak pernah lelah memberi
motivasi untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Semogga ukhuwah di
antara kita selalu tersemai.
7
8. Rekan-rekan Jurusan Dakwah STAIN Surakarta Angkatan 2002 terima kasih
atas segala dorongan dan bantuannya untuk menyelesaikan penyusunan skripsi
ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah
membantu terselesainya penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Peneliti penyadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat peneliti harapkan, sebagai masukan bagi peneliti khusunya dan bagi
peneliti lain yang akan melanjutkan penelitian ini.
Surakarta, April 2008
Penulis,
Muhammad Haezan
NIM. 30.02.1.1.007
8
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ........................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................. v
HALAMAN ABSTRAK .............................................................................. vi
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................ 15
C. Pembatasan Masalah ............................................................... 16
D. Perumusan Masalah ................................................................ 17
E. Tujuan Penelitian .................................................................... 17
F. Manfaat Penelitian .................................................................. 18
G. Telaah Pustaka ........................................................................ 19
H. Metode Penelitian .................................................................... 20
I. Sistematika Penulisan ............................................................. 23
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DAKWAH ISLAM
A. Pengertian Dakwah ................................................................. 25
B. Tujuan Dakwah ....................................................................... 32
C. Hukum Dakwah ...................................................................... 34
D. Faktor-Faktor Keberhasilan Dakwah ...................................... 39
E. Unsur-Unsur Dakwah .............................................................. 47
F. Dinamika Sosial Dakwah ........................................................ 50
9
BAB III RIWAYAT HIDUP RASULULLAH SAW
A. Masyarakat Arab Pra Islam dan Kelahiran Rasulullah ........... 5643
B. Pengalaman Hidup Rasulullah Saw ....................................... 618
C. Kepribadian Rasulullah Saw .................................................. 64
D. Risalah Muhammad Saw.......................................................... 66
E. Rasul yang Umi ....................................................................... 69
BAB IV DAKWAH ISLAM RASULULLAH SAW
A. Turunnya Wahyu (Perintah Berdakwah) ................................. 731
B. Dakwah Islam Periode Mekah ................................................ 84
C. Dakwah Islam Periode Madinah ............................................. 104
D. Kunci Sukses Kepemimpinan Rasulullah Saw Dalam
Berdakwah ............................................................................... 135
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 142
B. Saran-Saran ............................................................................. 143
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
10
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Muhammad Haezan
Tempat/Tanggal Lahir : Mataram, 27 Desember 1984
Alamat : Montong Sari Gerung, Mataram, Lombok Barat
Pendidikan :
1. TK I Gerung, Mataram Lulus Tahun 1991
2. SDN II Gerung, Mataram Lulus Tahun 1996
3. MTs Nurul Hakim, Kediri, Lombok Barat Lulus Tahun 1999
4. SMA Hasyim Asyari, Tebu Ireng Lulus Tahun 2001
5. STAIN Surakarta Jurusan Dakwah/KPI Lulus Tahun 2008
Pengalaman Organisasi :
1. Kaur Humas MENWA STAIN Surakarta
2. Kaur PAM MENWA STAIN Surakarta
3. Devisi II Spekta STAIN Surakarta
4. Wakil Ketua DRAG (Persatuan Motor Balap) Mataram
11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dakwah merupakan jalan menuju Islam, sebagaimana telah
digambarkan dalam Al-Qur'an : QS. Al-Imran (3): 19
إِنَّ ال  دي  ن عِن  د اللهِ ْالإِ  سلام  وما ا  ختَل  ف الَّذِي  ن ُأوتوا اْلكِتا  ب إِلا مِ  ن ب  عدِ ما  جاءَ  ه  م
( اْلعِْلم ب  غيا بين  ه  م  وم  ن ي ْ كُف  ر بِآياتِ اللَّهِ َفإِنَّ اللَّه  سرِي  ع اْلحِ  سابِ( 19
Artinya : "Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.
Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali
sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian
(yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap
ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya."
(Depag RI, 1978: 102)
Dakwah merupakan jalan menuju Islam maksudnya adalah panggilan
dari Allah SWT melalui Nabi Muhammad Saw untuk umat manusia agar
menganut ajaran Islam (agama), dengan cara beriman dan bertaqwa kepada
Allah SWT. Bersikap sesuai dengan garis-garis aqidah dan syariat serta akhlak
islamiyah, Islam adalah agama yang mencakup dan mengatur segala aspek
kehidupan manusia guna memperoleh ridha dari Allah SWT.
Pada permulaan kenabian Muhammad Saw, mencanangkan ide-ide
pokok tentang Islam, kemudian tahap selanjutnya mengajarkan ibadah,
perundang-undangan sosial dan pidana atau hukum Al-Qur'an yang diterapkan
oleh Islam. di Mekkah ajaran Islam masih bersifat semu, tetapi dalam periode
Madinah ajaran itu menjadi universal. Islam merupakan kesatuan,
12
keseluruhan, tidak merupakan aspek agama di satu pihak dan aspek sosial dan
politik di pihak lain. Jadi Islam di sini adalah agama risalah yang
dikembangkan oleh Rasulullah Saw dan agama Islam adalah agama dakwah
artinya agama yang di dalamnya terdapat kewajiban untuk menyebarluaskan
kebenaran dalam mengatur segala aspek kehidupan orang mukmin (Boisard,
1980: 52).
Dari sisi lain dakwah adalah upaya setiap muslim untuk merealisasikan
fungsi kerisalahan dan fungsi kerahmatan. Fungsi kerisalahan berarti
meneruskan tugas Rasulullah SAW, yang patut dijadikan tauladan dalam
segala budi pekertinya di setiap nafas zaman. Berkat jasa-jasa perjuangan
dakwahnya menyebarkan agama Islam benar-benar membawa rahmat bagi
seluruh alam, dan membawa tatanan dunia baru yang tentram dan damai.
Dan dakwah secara umum adalah upaya menyampaikan agama Islam
kepada seluruh umat manusia. Berdakwah termasuk ibadah yang paling agung
dan ibadah yang memberikan banyak manfaat kepada umat manusia.
Kewajiban berdakwah untuk menyebarkan ajaran Islam adalah
tanggung jawab umat Islam di manapun berada. Lewat seruan itu, umat Islam
dituntut membuat perubahan dalam segala bidang sehingga menjadi situasi
yang lebih baik (Hsubky, 1995: 70).
Dengan berpedoman pada ilmu dakwah yang bersumber dari
kitabullah dan sunah Rasulullah Saw diharapkan dapat menyempurnakan
dakwah Islam yang dilakukan oleh para da'i. oleh karena itu setiap pelaku
dakwah (da'i) haruslah melengkapi diri dengan ilmu pengetahuan, medan
13
dakwah termasuk kondisi sosial masyarakatnya, metode dan strategi dakwah.
Di samping itu harus memiliki niat yang ikhlas, sabar, lemah lembut dan
sesuai dengan cara-cara nabi. Dakwah juga harus dijauhkan dari unsur-unsur
yang kurang terpuji misalnya; sombong, gila sanjungan ataupun gila
kemasyhuran, dan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Selain itu
berdakwah juga harus bisa menciptakan suasana gembira, nyaman, tidak
terkesan bahwa agama Islam itu memberatkan.
Sumber ajaran Islam membuat perbedaan secara tegas antara
kebenaran dan kesalahan, al-haq dan al bathil, antara ma'ruf dan munkar.
Dakwah Islam memihak kepada kebenaran; al-haq, ma'ruf, karena sesuai
dengan fitrah manusia. Dengan demikian ada hubungan antara Islam, dakwah,
fitrah manusia dan kebenaran karena dalam prakteknya dakwah merujuk pada
fitrah manusia. Karena dalam fitrah itulah ada kebenaran. Jadi hakikat dakwah
adalah mengajak manusia kembali kepada hakikat fitri, jalan Allah, tanpa ada
unsur paksaan dan tipu muslihat (Sulthon, 2003 : 56).
Muhammad Saw adalah rasul yang membedakan dengan jelas antara
kebenaran dan kebathilan. Beliau diberi cahaya dan petunjuk oleh Allah dalam
berdakwah. Beliau tercipta dalam keadaan ma'shum (dihindarkan dari segala
kesalahan) oleh Allah SWT. Beliau adalah keturunan bangsawan Arab yang
lahir di Mekah, 20 April tahun 571 M.
Dakwah juga merupakan tugas Rasulullah yang patut dicontoh dan
merupakan kehidupan Rabbaniyah. Dakwah memerlukan pengorbanan tanpa
mengharapkan imbalan dan hasil yang segera, tanpa putus asa. Individu yang
14
melaksanakan dakwah akan mendapat kehidupan yang berkah dalam ridha
Allah dan mendapat kecintaan Allah, memperoleh rahmat Allah serta akan
menerima pahala yang berlipat ganda sebagai balasannya, karena dakwah
merupakan amal terbaik yang dapat memunculkan potensi diri dan
memelihara keimanan yang kita dimiliki.
Kedudukan Muhammad Saw sebagai Rasulullah adalah pemberi kabar
gembira, mendakwahkan agama Islam, sedangkan hidayah itu hanya milik
Allah. Sehingga dakwah dalam pengertian agama adalah panggilan dari Allah
dan Nabi Muhammad Saw kepada umat manusia agar percaya kepada ajaran
Islam serta mengamalkannnya dalam segi kehidupan. Dalam konteks inilah
kegiatan dakwah dapat mengambil dua bentuk yakni dakwah strutural dan
dakwah kultural. Dakwah struktural adalah gerakan dakwah yang beada dalam
kekuasaan. Aktifitas dakwah ini bergerak mendakwahkan ajaran Islam dengan
menggunakan struktur sosial, politik maupun ekonomi yang ada untuk
menjadikan Islam menjadi ideologi negara. Sedangkan dakwah kultural yaitu
aktifitas dakwah yang menekankan pendekatan Islam kultural, nilai-nilai
kebangsaan dalam bentuk negara-negara bangsa yang berkaitan antara Islam
dan politik atau Islam dan negara.
Beberapa strategi pada dasarnya adalah ikhtiar kultural agar fungsi
dakwah itu bercorak fungsional. Adapun tiga faktor dakwah menampilkan
Islam kultural yaitu; keuniversalan, kerahmatan dan kemudahan Islam . Islam
secara kontekstual merupakan aktifitas dakwah kultural untuk mencari hakikat
Islam yang sesuai dengan tuntutan zaman yang terus berkembang, sehingga
15
tujuan dakwah kultural adalah agar ajaran nilai-nilai Islam dapat
diimplementasikan secara aktual dan fungsional dalam kehidupan sosial
sehingga dakwah Islamiyah bagaimanapun kuat dorongannya dan sungguhsungguh
sifatnya, tidak mungkin dilakukan dengan kekerasan, karena hal
tersebut bertentangan dengan kehendak Allah yang dalam bentuk ekspresi
keluhuran budi umat manusia (Sulthon, 2003: 37)
Pemahaman yang seperti inilah yang dijalankan Nabi kita Muhammad
SAW dalam menjalankan dakwah Islamiyah untuk meninggalkan pengaruh
masyarakat pra-sejarah Islam (jahiliyah) menuju masyarakat peradaban Islam
atas dasar syari’ah Islam. Rasulullah SAW adalah seorang pemimpin agama
sekaligus pemimpin pemerintahan pada zaman peradaban Islam yang telah
mengorbanklan seluruh waktu, tenaga, pikiran dan harta benda, tanpa pamrih
demi penataan dan pelaksanaan organisasi dakwah Islam.
Rasulullah SAW dengan sejarah dakwah Islamiyah merupakan
jawaban dari segala permasalahan yang menimpa kaum muslimin. Proklamasi
monotheisme yang berarti menolak penyembahan tradisional terhadap arcaarca
dan nenek moyang telah membendung kekuatan yang mengancam dan
menghancurkan masyarakat. Meski begitu, visi dan pemikiran Rasulullah
dalam menyebarkan agama Islam yang diekspresikan dalam idiom-idiom
religio-spiritual sangatlah universal. Bahkan dalam pelaksanaannya
menimbulkan restrukturisasi masyarakat secara radikal.
Misi utama dakwah Rasulullah SAW adalah untuk mewujudkan
kemaslahatan semesta dari semua prinsip dan nilai-nilai universalitas Islam.
16
Islam sebagai suatu nilai-nilai yang mengatur hidup dan kehidupan manusia
dalam segala aspeknya dan bukan Islam yang dipahami sebatas simbol dan
ritual peribadatan semata.
Dakwah Islam merupakan perjuangan jihad di jalan Allah SWT.
Pengertian jihad secara umum adalah setiap tindakan positif untuk membela
kebenaran atau melawan hawa nafsu. Jihad fi sabilillah tidak boleh pudar dari
jiwa setiap ulama dan umatnya demi tegaknya Islam.
Sabda Nabi Saw, "Barang siapa berperang untuk menegakkan kalimah
Allah (Islam yang mulia maka ia berjuang di jalan-Nya" (HR. Bukhori
Muslim). Jihad tidak hanya terbatas pada peperangan melawan musuh, jihad
pun dapat dilakukan dengan pengorbanan harta dan jiwa dengan tulus ikhlas
dalam menegakkan agama Allah SWT. Sesuai dengan petunjuk Al-Qur'an dan
as-Sunah. Bagi umat Islam, harta dan jiwa adalah sesuatu yang harus
dikorbankan oleh Islam, bukan sebaliknya (Hsubky, 1995: 106).
Adanya berbagai hambatan dakwah yang berupa ancaman, teror,
tindak kekerasan dan pembunuhan, Rasulullah Saw mulai memberikan
instruksi kepada para pengikutnya untuk hijrah ke Madinah. Peristiwa itu
merupakan permulaan era Islam dan permulaan sejarah Islam. Hijrah berarti
pindah, lari atau buang. Agam Islam menambah arti khusus yaitu arti
memutuskan hubungan dengan kebodohan, menolak kemungkaran dan
kekufuran, dengan ringkas hijrah adalah suatu tindakan keimanan dengan
mengasingkan diri oleh sebab hal-hal yang memaksa.
17
Di Mekah Rasulullah Saw mengawali dakwah Islam dengan
membentuk manusia-manusia muslim pertama yang merupakan minoritas
tertindas dan membutuhkan moral dan bukan perundang-undangan sosial yang
mereka tidak akan dapat menerapkannya. Kemudian di Madinah, dengan
pribadi yang sudah dididik dengan iman, Islam membentuk masyarakat
persamaan dan gotong royong dengan peraturan-peraturan yang diwahyukan.
Kronologi yang menggambarkan proses lahirnya masyarakat Islam dari prasejarah
Islam tanpa mengurangi sifat universalitas Islam (Boisard, 1980: 51-
52).
Kehidupan Rasulullah Saw semenjak hijrah ke Madinah merupakan
bagian yang tidak terpisah dari sejarah Islam. Beliau selalu sabar dan tegas
dalam menjalankan dakwah Islam, sifat-sifat Rasulullah telah memberi contoh
kepada masyarakat spiritual klasik. Ketiga sifat khusus itu antara lain
ketaqwaan (piete), siap berjuang (combativite), dan kebesaran jiwa
(magnanimite). Kepribadian luhur Rasulullah Saw merupakan cahaya umat
Islam yang mampu menerangi jiwa dari kegelapan.
Dalam perspektif ini nampak jelas wajah universalitas Islam tidak
perlu dibenturkan secara klasikal dengan tantangan-tantangan temporel,
karena Islam pada hakikatnya adalah nafas zaman itu sendiri.
Islam juga merupakan agama wahyu (samawy Ilahi) karena
bersumberkan pada Al-Qur'an dan As-Sunah An-Nabawiyah. Muhammad
SAW dijadikan sumber karena diyakini bahwa jati diri Muhammad SAW
adalah personifikasi dari wahyu juga yang mampu menjelaskan agama Allah
18
dan kitab suci Al-Qur'an secara benar dalam tataran realitas historis. Sehingga,
tidak diragukan bagi Al-Qur'an dan penjelasannya As-Sunah adalah
monodualisme sumber Islam untuk segala ruang dan waktu (limited) universal
(Mochtar, 1997: 24).
Keberadaan Rasulullah SAW selaku personifikasi wahyu berada dalam
ruang dan waktu tertentu, beliau hidup membentuk, membangun dan
mengembangkan ajarannya setelah berinteraksi dengan kondisi, situasi, kultur,
tradisi dan konstruksi sosial-budaya politik masyarakat Arab yang sangat
pluralistik. Sementara Al-Qur'an sebagai sistem nilai yang dijelaskan bersifat
universal (syumul), lintas ruang dan waktu.
Proses interaksi yang intens antara universalitas Al-Qur'an dan
partikularitas kultur asli masyarakat Arab, itulah sebuah realitas pembangunan
Islam. Dengan demikian dakwah Islam oleh Rasulullah SAW dapat
disimpulkan bahwa agama Islam yang dibangun atas dasar, dialektika doktrin
(wahyu) yang universal dengan tradisi (realitas) yang partikular, nilai
transedental dengan nilai imanental, kehendak Allah SWT.
Dengan kata lain Islam adalah penjelmaan dari theoantroposentris.
Dan kehidupan Rasulullah SAW merupakan eksperimentasi sejarah manusia
yang ideal (khairu ummah). Logikanya, apabila kita menjadikan Islam pada
masa Rasulullah SAW, sebagian Islam yang ideal sekaligus sebagai parameter
yang otoritatif. Sebagaimana otoritas Al-Qur'an, maka tentu saja sesudah masa
itu tenggelam hilang pula wajah agama Islam yang suci yang dibawa oleh
Rasulullah dalam kegiatan dakwahnya (Engineer, 1993: 26)
19
Yang menarik bagi penulis dari dakwah Islamiyah Rasulullah SAW
pada masa peradaban Islam adalah adanya tahapan-tahapan yang harus dilalui
dalam menyampaikan agama Islam. Melalui tahapan-tahapan inilah (tahapan
dakwah periode Mekah dan Madinah) Rasulullah SAW membangun
pemerintahan Islam yaitu mengubah susunan masyarakat dari susunan
masyarakat prasejarah Islam ke masayarakat Islam yang bersistem keadilan
sosial dan berdasarkan syariat Islam. Dari tahapan-tahapan ini tampak strategi
dakwah yang tepat yang bisa dijadikan model untuk mencapai tujuan dakwah
Islamiyah.
Dalam merefleksikan kepemimpinan umat Islam, figur ideal
kepemimpinan Rasulullah SAW ditampilkan sebagai sendi dan sistem
kepemimpinan yang tetap relevan dan penuh teladan. Di tengah krisis
kepemimpinan manusia di dunia hampir setiap suksesi kepemimpinan
menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan jatuhnya korban manusia.
Tidak hanya itu tata nilai dan sistem kepemimpinan yng lebih sarat
kepentingan dan manipulasi semakin mengaburkan kepercayaan umat
sekaligus kehilangan pegangan moral dan nasibnya.
Rasulullah SAW dengan keindahan dan kesempurnan akhlaknya
merupakan jawaban dari permasalahan yang menimpa kaum muslimin dengan
segenap sumber daya dan perangkat yang dimiliki tampil sebagai sinar cahaya
Islam kembali kepada keutuhan Islam. Ajaran Rasulullah SAW yang dibawa
dalam kegiatan dakwah disajikan dengan sistematis dan esoteris, yang
menyentuh unsur batiniyah dan kejiwaan umat Islam (Khalid, 1984: 275-288).
20
Dewasa ini manusia hidup dalam suatu zaman yang penuh dengan citra
kinetik, yaitu citra masyarakat yang terus berubah sebagai hubungan manusia
yang bergerak cepat ditambah dengan kondisi obyektif masyarakat modern
yang mengalami perubahan karakter karena masuknya budaya-budaya barat
(westernisasi) yang masuk ke Indonesia, dan adanya penyelewenganpenyelewengan
nilai-nilai Islam. Semakin hari tantangan realita kehidupan
yang dihadapi umat Islam semakin banyak. Bentuknya pun beragam dari yang
mikro kepada yang makro, dari urusan individu sampai masalah politik, sosial,
ekonomi, konflik ideologi. Krisi multidimensi yang dialami menimbulkan
bebagai konflik, hampir dalam semua segi mengalami kemunduran. Hal ini
dapat dilihat dari berbagai sisi, misalnya dari sisi politik mereka terjajah, dari
segi ekonomi mereka marjinal, dalam masalah pendidikan dan ilmu
pengetahuan masih tertinggal, serta dalam aspek sosial budaya masih
mengekor pada kehidupan barat dan dari segi kefahaman terhadap ajaran
Islam sendiri mereka masih jauh dari memadai.
Dengan berbagai masalah tersebut, kebenaran Islam mendapat
tantangan untuk memberikan solusi yang tepat terhadap persoalan ini dapat
terselesaikan jika umat Islam bisa memahami eksistensi agamanya menuju
jalan Allah SWT, dan mampu meneladani sejarah perjuangan Rasulullah
SAW terlepas dari sifat kemungkaran.
Dengan mengulas sejarah perjuangan Rasululah dalam dakwah Islam
merupakan jawaban yang dibutuhkan yang kemudian dapat diambil
21
hikmahnya, karena tujuan dari misi dakwah Islamiyah ialah mencegah segala
kemunkaran atau kebatilan dari umat manusia.
Proses dakwah Islam oleh Rasulullah Saw, terdapat tahapan dakwah
faktual dimana pada tahapan yang pertama (di Mekah), Rasulullah
membentuk pribadi muslim dari pengaruh masa jahiliyah (pra sejarah Islam),
dan pada tahapan kedua (di Madinah) dengan pribadi muslim yang sudah
terbentuk, rasulullah mulai membangun sebuah pemerintahan masyarakat
Islam yang bersistem keadilan sosial dan berdasarkan syariat Islam dengan
akta Piagam Madinah sebagai undang-undang yang mengatur kehidupan
masyarakatnya yang plural (majemuk).
Rasulullah Saw telah membangun pemerintahan Islam di Madinah di
mana masyarakatnya mempunyai latar sosial budaya yang sangat plural
(majemuk). Penduduknya terbagi ke dalam kelompok-kelompok etnik, ras dan
agama yang berbeda. Kemajemukan tersebut terlihat pada komposisi
penduduk Madinah yang didomisili oleh berbagai golongan suku bangsa Arab
dan bangsa Yahudi yang menganut agama dan keyakinan yang berbeda. Ada
empat golongan dominan saat itu, yaitu: 1) Kaum Muslimin yang terdiri dari
Muhajirin dan Ansor, 2) Golongan Aus dan Khazraj dengan keislamannya
masih dalam tingkat nominal bahkan ada yang secara rahasia memusuhi Nabi
(kaum munafik dan musyrik), 3) Golongan Aus dan Khazraj yang menjadi
muslim, 4) Golongan Yahudi yang terdiri dari tiga suku utama yaitu Banu
Qainuqa, Banu Nadzir dan Banu Quraidhah. Pada umumnya faktor ini
mendorong konflik yang tidak tidak mudah diselesaikan, tetapi Piagam
22
Madinah (47 butir) merupakan upaya untuk menundukkan permasalahan
masyarakat bangsa yang sedemikian plural itu pada konteks yang
proporsional. Dalam kontreks ini Islam tampaknya memang didesain untuk
bisa menata kehidupan sosial dalam segala aspek. Sebagaimana bisa dilihat
dalam perumusan dan pelaksanaan butir-butir Piagam Madinah, yang hadir
dengan gagasan baru bagi suatu bentuk tatanan "Masyarakat baru" yang
disebut umat (community) dalam sejarah umat manusia. Kepemimpinan Nabi
Muhammad Saw pada abad ke-7 M adalah model yang paling ideal dan
sempurna (par-excellence) karena keberhasilannya membangun pemerintahan
di Madinah. Karena alasan-alasan inilah, penulis menjadikan Piagam Madinah
sebagai basis kajian untuk memperoleh kejelasan nilai normatif dan empirik
Islam dalam pergumulannya di tenmgah masyarakat pluralistik (Azra, 2005:
96-97).
Untuk itu penulis mencoba untuk melakukan penelitian tentang sebuah
perjalanan dakwah Rasulullah yang penulis anggap mampu untuk
memberikan solusi atas krisis moral dalam masalah di atas, dengan Judul
Dakwah Rasulullah SAW Menurut History Islam (Periode Mekah-Medinah).
Judul ini perlu diangkat karena di samping untuk menambah khazanah
pegetahuan dakwah Islam juga untuk mengembangkan pemikiran dan
pengetahuan dakwah yang telah ada di tengah-tengah masyarakat tersebut
dapat berkembang lebih baik. Di samping itu dakwah Islamiyah oleh
Rasullullah jika dicermati menjadikan kita manusia yang beriman berguna di
23
dunia maupun diakhirat, dengan sasaran dakwahnya ialah memerangi
kemungkaran dan kembali kepada jalan Allah SWT.
Judul ini memuat persoalan yang terjadi pada masa Nabi Muhammad
Saw. Diawali dengan memaparkan riwayat hidup Nabi sampai tekad
perjuangan dakwah yang tidak pernah luntur karena halangan atau rintangan.
Dalam mendakwahkan agama Islam, Nabi Muhammad menggunakan strategi
dakwah dan hijrah demi terwujudnya tujuan dakwah. Kemudian dibuat suatu
akta yang disebut Piagam Madinah untuk mengatur dan mempersatukan umat
atau masyarakat yang majemuk serta untuk mengetahui sistem pemerintahan
yang dibangun oleh nabi (pemimpin negara). Kemudian diakhiri dengan
pembahasan kesuksesan nabi Muhammad sebagai pemimpin pemerintahan. Di
mana letak kunci suksesnya? Dimana kunci sukses kepemimpinan Nabi
Muhammad Saw ini masih relevan untuk diteladani setiap zaman bahkan di
Indonesia pada era globalisasi ini.
Selain itu judul ini diangkat untuk menjawab pertanyaan yaitu, umat
Muslim diperintahkan untuk mempelajari Islam tentang sejarah dakwah Islam
Rasulullah SAW mengapa? Sejarah (history) kehidupan dan perjuangan beliau
merupakan cermin masa lalu untuk dijadikan pedoman bagi masa kini dan
masa akan datang. Dari sejarah perjuangan Rasulullah SAW tersebut umat
Islam dapat mengambil ibarat dan memperoleh keteladanan. Dan melalui
sejarah itu pula umat Islam akan mengenal siapa dirinya, serta memahami
lebih tepat sumber-sumber Islam.
24
Sejarah perjuangan Rasulullah SAW tidak pernah luntur karena
halangan dan rintangan hijrah Rasulullah SAW dalam mennjalankan misi
dakwah Islam merupakan alternatif juga garis start kelahiran peradaban baru
yang membawa kesejukan dan rahmat bagi serata alam (rahmatan lil 'alamin).
Konteks Islam tentang sejarah perjuangan dakwah Rasululah SAW
adalah unik dan bersifat universal. Dalam beberapa hal ia lebih signifikan bagi
kaum muslim daripada kelompok-kelompok umat yang lain. Dalam perspektif
Al-Qur'an, Islam diturunkan untuk menyebar rahmat ke seluruh alam (Shidiqi,
1996: 3-5).
Seribu empat ratus tahun lebih sudah kebesaran Rasulullah SAW tetap
utuh bahkan terus-menerus sinar cahayanya memancar mengisi ke dalam
setiap naluri zaman. Kebesaran beliau laksana cemeti yang mewajibkan atas
dirinya dan menggemakan suara kuat dengan panggilan yang menuntut
kesetiaan bagi orang-orang yang beriman dan membangkitkan kekaguman
bagi orang-orang kafir yang menentang ajarannya. Kebesaran yang sumber
pertamanya dari kemanusiaan Muhammad dan cara beliau membina dirinya
sendiri serta nalurinya serta akal yang selalu di bawah pengawasan dan
lindungan. Pendiriannya, pendirian pilihan yang selalu menjadi pegangan
untuk menghadapi alam semesta (al-kaun) dan manusia seluruhnya. Memang
beliau panutan terbaik (uswatun khasanah) dalam setiap masa, rahmat adalah
jiwanya, keadilan adalah syariatnya, kasih sayang adalah nalurinya, keluhuran
budi adalah amal pekerjaannya serta derita manusia adalah kebaktian
ibadahnya. Demikianlah kemanusiaan Rasulullah dalam menjalankan misi
25
dakwah Islamiyah dan kedudukan Rasulullah SAW yang demikianlah secara
otomatis menjadikan semua lisan, perbuatan dan taqrir Nabi sebagai referensi
bagi para sahabat serta umat muslim pada umumnya. Demikian juga
kehidupan Rasulullah SAW adalah eksperimentasi sejarah manusia yang ideal
(khairu ummah) yang dapat dijadikan tauladan dalam segala aspek kehidupan
umat muslim di segala zaman.
B. Identifikasi Masalah
Setelah dikemukakan tentang gambaran dari latar belakang masalah
tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Rasulullah Saw mendakwahkan agama Islam diawali dengan dakwah di
Mekah kemudian hijrah ke Madinah.
2. Keindahan dan kesempurnaan akhlak Rasulullah Saw sebagai pemimpin
agama maupun pemimpin pemerintahan adalah tauladan umat Islam
disetiap napas jaman.
3. Untuk mengetahui tatanan atau sistem pemerintahan yang dibangun
Rasulullah Saw dibuat sebuah akta Piagam Madinah untuk mengatur
masyarakatnya yang majemuk. Dari piagam ini beliau telah berhasil
mempimpin umatnya dalam membangun plurarisme.
26
C. Pembatasan Masalah
Setelah penulis mengemukakan latar belakang masalah yang terkesan
luas maka perlu penyederhanaan permasalahan tersebut dalam bentuk
pembatasan masalah.
Skripsi dengan judul Dakwah Rasulullah SAW Menurut Historis Islam
(Periode Mekah-Madinah) ini membatasi permasalahannya kepada kedudukan
Rasulullah SAW terhadap dakwah Islamiyah dalam periode di Mekah sampai
hijrah ke Madinah. Bagaimana Rasulullah SAW merumuskan struktur
organisasi dakwahnya, dan upaya apa yang dilakukan oleh beliau dalam
memperbaiki organisasi dakwahnya guna mensukseskan misi dakwah
Islamiyah.
Maka dari skripsi ini penulis mencoba untuk mengungkapkan secara
metodologis dan tentu saja dengan seobyektif mungkin dalam membahasanya.
Jadi inti dari pembatasan masalah ini yaitu pemahaman terhadap dakwah
Islam oleh Rasulullah Saw, di Kota Mekah dan Madinah setelah beliau
dinobatkan sebagai nabi dan rasul dalam menyampiakan wahyu Allah SWT.
Dan tujuan dari dakwah Rasulullah yaitu untuk menciptakan suatu
tatanan kehidupan yang Islami dengan budi pekerti yang luhur, khususnya di
mekah dan Madinah dan umat Islam di setiap zaman pada umumnya. Di sini
Rasulullah telah berhasil mengubah suatu tatanan masyarakat pra-sejarah
Islam (jahiliyah) menjadi masyarakat peradaban Islam atas dasar syariat Islam
untuk kebahagiaan umat Islam baik di dunia maupun di akhirat.
27
D. Perumusan Masalah
Tujuan dari perumusan masalah adalah memberikan dan mempertegas
hubungan korelasi (keterkaitan) pada ruang lingkup pembahasan. Untuk
mempermudah dan sedikit membantu uraian di atas, berikut rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perjalanan dakwah Rasulullah pada periode Mekah?
2. Bagaimana perjalanan dakwah Rasulullah pada periode Madinah?
3. Apa saja kunci sukses kepemimpinan Rasulullah Saw dalam dakwah yang
patut untuk diteladani?
E. Tujuan Penelitian
Berdasar gambaran permasalahan di atas dapatlah dikemukakan bahwa
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendapatkan kejelasan tentang perjalanan dakwah Islamiyah
Rasulullah periode Mekah.
2. Untuk mendapatkan kejelasan tentang perjalanan dakwah Islamiyah
Rasulullah periode Madinah.
3. Untuk mengetahui kunci sukses dakwah Rasulullah dalam memimpin umat
Islam.
28
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan:
1. Sebagai khazanah pengetahuan dakwah Islam guna mengembangkan
pemikiran dakwah yang sesuai dengan tuntutan zaman atau tingkat
perkembngan masyarakat yang sedang berkembang.
2. Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan dasar untuk
menerapkan nilai-nilai kemanusiaan dan budi pekerti Rasulullah dalam
menjalani realita kehidupan, secara proaktif budi pekerti Rasulullah patut
untuk diteladani dan dijadikan referensi bagi para sahabat serta umat Islam
pada umumnya.
3. Diharapkan dapat pengembangan dakwah Islam yang terus dinamis dan
progresif serta diharapkan mampu memberikan sumbangan moril kepada
masyarakat secara umum dan insan akademis serta bagi mahasiswa
STAIN Surakarta khususnya dalam mendalami dan mempelajari ilmu
dakwah.
4. Dapat membantu dan memperkaya pemikiran mahasiswa tentang
pengetahuan dan penataan dakwah.
5. Sebagai sumbangan ilmiah Islami di bidang dakwah guna meningkatkan
keilmuan dalam disiplin ilmu dakwah.
6. Dapat dijadikan materi yang dipertimbangkan guna pembenahan dakwah,
khususnya dalam pengetahuan dasarnya, karena diperkirakan masih
banyak penyelenggaraan dakwah pada masyarakat yang masih kurang
berbobot.
29
G. Telaah Pustaka
Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam latar belakang masalah,
penelitian ini difokuskan pada pembahasan tentang Dakwah Rasulullah SAW
Menurut History Islam, serta perjalanan dakwah Islam di Mekah dan Madinah
oleh Rasulullah SAW dan para sahabat.
Sebelum penulis kemukakan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian
ini ada beberapa buku yang pernah membahas tentang dakwah Islam
Rasulullah SAW.
1. Jeram-Jeram Peradaban Muslim, tulisan Prof. Dr. Nourrouzzaman
Shiddiqi, MA. Diterbitkan oleh Pustaka Pelajar Yogyakarta. Buku ini
menjelaskan Islam dan sejarah, era perjuangan Rasulullah salam dakwah
Islam, serta letak kunci sukses perjuangan dan kepemimpinan Rasulullah
SAW.
2. Humanisme dalam Islam, terjemahan Prof. Dr. H.M. Rasjidi. Dengan
judul asli “L Humanisme de L Islam", tulisan Prof. Dr. Marcel A. Boisard
diterbitkan oleh Bulan Bintang Jakarta. Buku ini menjelaskan tentang
keadaan masyarakat Islam yang memuat berbagai sejarah kebangkitan
Islam dan jalan menuju Islam. Di dalam buku ini juga membahas
kehidupan dan perjalanan dakwah Islam oleh Rasulullah SAW.
3. Islam dan Tata Negara, tulisan H. Munawir Sjadzali, MA. Buku ini
menjelaskan tentang kandungan Al-Qur'an, kehidupan Rasulullah SAW
dalam berdakwah di Mekah dan di Madinah serta pemikiran dan sistem
politik negara-negara Islam. Diterbitkan oleh PT. Rineka Cipta, Jakarta.
30
4. Planing dan Organisasi Dakwah Rasulullah, tulisam amali. Diterbitkan
oleh PT. Alma’arif Bandung. Buku ini menjelaskan tentang keadaan
negeri dalam garis besar sebelum Islam. Riwayat hidup Rasulullah SAW
serta membahas struktur organisasi dakwah Islam.
5. Sejarah Al-Qur'an, terjemahan dari buku Halimuddin, S.H tulisan Ibrahim
Al-Abyadi dengan judul tarikh Al-Qur'an. Buku ini menjelaskan sejarah
kehidupan Rasulullah SAW yang meliputi suka dukanya dalam berdakwah
menurut ayat-ayat Al-Qur'an. Di dalam buku ini juga membahas
kepemimpinan umat dan citra diri umat Islam. Diterbitkan oleh pustaka
pelajar Yogyakarta.
H. Metode Penelitian
Penelitian skripsi ini menggunakan metode atau jenis penelitian
kepustakaan (literatur) karena tulisan-tulisan ini ditulis dalam waktu yang
berbeda dan pada media forum yang berbeda pula. Maka dalam bentuk aslinya
tidak dapat diletakkan terjadi pengulangan informasi dan pendekatan yang
dipakai oleh penulis adalah pendekatan sejarah. Penelitian pustaka adalah
penelitian yang menelaah bahan pustaka atau buku-buku yang berkaitan
dengan topik pembahasan. (Keraf. 2001 : 165)
1. Sumber Data
Sumber data menurut sifatnya dapat digolongkan menjadai dua,
yaitu meliputi :
31
a. Sumber data primer, yaitu sumber-sumber yang memberikan data
langsung dari tangan pertama.
b. Sumber data sekunder, yaitu sumber yang mengutip dari sumber lain.
Maka dalam penelitian ini, peneliti, memperoleh data yang
diperlukan dari sumber data sekunder yaitu ayat-ayat Al-Qur'an dan
hadits-hadits nabi yang terdapat dalam satu kitab yang berbicara mengenai
dakwah serta buku-buku yang dibahas oleh para ahli dakwah yang
mengulas masalah tersebut seperti fiqh dakwah, planning dan organisasi
dakwah Rasulullah SAW, psikologi dakwah, kemanusiaan muhammad,
desain ilmu dakwah, jeram-jeram peradaban muslim dan lain sebagainya.
2. Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan
dengan prosedur sebagai berikut :
a. Menentukan data yang digunakan dalam penelitian ini.
b. Melacak sumber data kemudian membaca dan mencatat tulisan yang
berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.
c. Catatan di atas diklasifikasikan disusun berdasarkan masalah yang
akan diteliti. (Rokhmat, 2004 : 23).
3. Tehnik Analisa Data
Analisa data merupakan proses penyelenggaraan data ke dalam
bentuk yang mudah dibaca dan diimnterprestasikan. Setelah data-data
diperoleh, kemudian diolah, dipaparkan dan dianalisa dengan
menggunakan alur pemikiran, yaitu:
32
a. Metode deduktif adalah pola pikir yang bermula dari masalah yang
bersifat umum ditarik kesimpulan kepada yang bersifat khusus.
b. Metode induktif adalah pola pikir yang bermula dari masalah yang
bersifat khusus ditarik kesimpulan kepada yang bersifat umum.
Disini penulis mencoba menggunakan ketiga metode tersebut
dalam melakukan proses analisa, tentunya disesuaikan dengan
kebutuhan, terkadang diawali dengan menggunakan sejarah-sejarah
global dakwah Islam Rasulullah SAW untuk kemudian dilakukan
penjabaran pada hal-hal yang bersifat khusus, terkadang juga diawali
dengan sejarah khusus Rasulullah SAW kemudian diawali sebuah
conclusi yang bersifat umum.
c. Metode historis
Historis artinya berhubungan dengan sejarah, dan sejarah
merupakan studi tentang masa lalu dengan menggunakan kerangka
paparan dan penjelasan. Sejarah adalah studi empiris yang
menggunakan berbagai tahap generalisasi untuk memaparkan,
menafsirkan dan menjelaskan data (Rakhmat, 2004: 22).
Metode historis adalah Metode ilmu dakwah dengan
menggunakan pendekatan ilmu sejarah. Maksudnya realitas dakwah
dilihat dengan menekankan pada semua unsur dalam sistem dakwah
dalam perspektif waktu dan tempat kejadian. Dengan metode ini
fenomena dakwah dapat dideskripsikan secara komprehensif dan utuh
(Sulthon, 2003 : 111).
33
Sehingga metode historis bertujuan untuk merekonstruksikan
masa lalu secara sistematis dan obyektif dengan mengumpulkan,
menilai, memverifikasi dan menyintesiskan bukti untuk menetapkan
fakta dan mencapai konklusi yang dipertahankan dalam menguji
hipotesis.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk menganalisa
data adalah analisa deskriptif kualitatif, yakni dimaksudkan untuk
eksplorasi san klarifikasi mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan
sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan
dengan masalah dan unit yang diteliti.
Menurut Isaac dan Michail (1972: 18), metode deskriptif bertujuan
melukiskan secara sistematis suatu peristiwa atau siatuasi secara faktual
dan cermat (Rakhmat, 2004: 24).
I. Sistematika Penulisan
Mengenai sitematika penulisan dalam penelitian ini nantinya akan
disusun dalam lima bab yaitu dimulai dengan bab pertama pendahuluan yang
menampilkan latar belakang penelitian ini dilakukan, pokok-pokok
permasalahan yang akan dibahas, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah
pustaka, metode penelitian dan sistematika penelitian.
Bab kedua membahas tentang tinjauan umum tentang dakwah Islam
yang meliputi tinjauan umum tentang dakwah Islam; pengertian dakwah, tjuan
34
dakwah, hukum dakwah, faktor-faktor keberhasilan dakwah, unsur-unsur
dakwah serta dinamika sosial dakwah.
Bab ketiga membahas tentang riwayat hidup Rasulullah yang dimulai
dari masyarakat pra Islam dan kelahiran Rasulullah Saw, pengalaman hidup
Rasulullah Saw, kepribadian Rasulullah, rilsah Muhammad Saw serta Rasul
yang umi.
Bab keempat membahas tentang dakwah Islam Rasulullah yang
meliputi sejarah turunnya wahyu dari Allah, dakwah Islam peiode Mekah dan
periode Madinah serta kunci sukses kepemimpinan Rasulullah dalam
berdakwah. Dan bab kelima berisi tentang kesimpulan dan saran-saran
35
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG DAKWAH
A. Pengertian Dakwah
Secara etimologis kata dakwah دعو ة) ) bisa diartikan menjadi seruan,
ajakan atau undangan. Kata dakwah berasal dari bahasa Arab dalam bentuk
infinitif (masdar) dari kata kerja ( فعل ) da'aa ( دعا ) yad'uu ( يدعو ) kata dakwah ini
sekarang sudah umum dipakai oleh pemakai bahasa Indonesia. Secara harfiah
kata dakwah ( دعوة ) bisa diterjemahkan menjadi seruan, ajakan atau undangan
Ammrullah Achmad berpendapat bahwa pada dasarnya ada dua pola
pendefinisian dakwah. Pertama dakwah berarti tabligh, penyiaran dan
penerangan agama. Pola kedua, dakwah diberi pengertian semua usaha dan
upaya untuk merealisir ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan manusia.
Dalam terma agama, dakwah mengandung arti panggilan dari Allah dan Nabi
Muhammad Saw untuk umat manusia agar percaya kepada ajaran Islam dan
mengamalkannya dalam segala segi kehidupan (Achmad, 1983: 6-7).
Muhammad Natsir menerjemahkan kata dakwah dengan "panggilan".
Sedangkan Thoha Yahya Umar menerjemahkan kata dakwah dengan kata
"ajakan, seruan, panggilan, undangan". Juga menjelaskan bahwa kata yang
hampir sama dengan dakwah adalah penerangan, pendidikan, pengajaran,
indoktrinasi dan propaganda". (Sulthon, 2003: 11).
36
Menurut Thoha Yahya Umar, dakwah adalah mengajak manusia
dengan cara yang bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah
Tuhan untuk kebahagiaan dan keselamatan manusia di dunia dan akhirat.
Muhammad al-Bahy mengartikan dakwah adalah seruan kepada standar nilainilai
kemanusiaan dalam tingkah laku pribadi-pribadi di dalam hubungan antar
manusia dan sikap perilaku antar manusia. Ibnu Taimiyah mendefinisikan
dakwah adalah suatu proses usaha untuk mengajak agar orang beriman kepada
Allah, percaya dan mentaati apa yang telah diberitakan oleh rasul serta
mengajak agar dalam menyembah kepada Allah seakan-akan melihatnya.
Effendi Zarkasi mendefinisikan kata dakwah adalah usaha yang
mengarah untuk memperbaiki suasana kehidupan yang lebih baik sesuai
dengan kehendak dan tuntunan kebenaran. Dan menurut Nasrudin Latif,
dakwah adalah setiap usaha atau aktifitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya
yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia untuk beriman dan
bertaqwa kepada Allah SWT sesuai dengan garis-garis aqidah dan syariat serta
akhlak Islamiyah.
Sedangkan Ismail al-Faruqi menambahkan bahwa dakwah Islam
memihak pada kebenaran, al haq, ma'ruf karena kebenaran, al hak dan
ma'ruflah yang sesuai dengan fitrah manusia dan karena dalam fitrah itulah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dengan tugasnya untuk
menyebarkan agama Islam sesuai dengan mu'jizat Al-Qur'an. Oleh karena itu
hakekat dakwah adalah mengajak manusia kembali kepada hakikat fitri yaitu
jalan Allah SWT (Sulthan, 2003: 8-9).
37
Muhammad Arifin mengartikan kata dakwah sebagai suatu kegiatan
ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang
dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi umat baik
individu maupun kelompok agar timbul kesadaran, pengertian, sikap
penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agama tanpa ada unsur paksaan.
Kemudian dijelaskan bahwa esensi dakwah adalah terletak pada ajakan,
dorongan (motivasi), serta bimbingan terhadap orang lain untuk menerima
ajaran agama (Islam) dengan penuh kesadaran demi keuntungan pribadi umat,
bukan untuk kepentingan juru dakwah (Arifin, 2000: 6).
Dalam hubungan ini kitab-kitab dakwah banyak mengemukakan
definisi dakwah yang pernah dikemukakan oleh Syakh Ali Mahfudz dalam
kitabnya yang berjudul "Hidayatul Mursyidin" sebagai ta'rif masyhur yaitu:
 حثُّ الناسِ  عَلى اْل  خيرِ  واْل  ه  دى  وْالأَ  مر بِاْلم  عر  وفِ  والن  ه  ي  عنِ اْل  من َ كرِ
لِيُف  و  ر  و بِ  سعادةِ اْلعا  جلِ  والأَ  جلِ
Artinya : "Mendorong manusia untuk melakukan kebaikan dan mengikuti
petunjuk perintah mereka kepada yang ma'ruf dan mencegahnya
dari perbuatan munkar agar memperoleh kebahagiaan dunia dan
akhirat" (Munsyi, 1998: 19).
Menurut ahli bahasa kata dakwah diambil dari perkataan :
ال  د  عاءُ اَِلى  ش  يءٍ
Artinya : "Menyeru / mengajak kepada sesuatu."
Arti dakwah yang dapat ditemui dalam ayat-ayat Al-Qur'an antara lain:
QS. Yunus (10): 25
38
)..Artinya : "Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki .
orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam)".
QS Yusuf (12) : 33
Artinya : "Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih Aku sukai daripada
memenuhi ajakan mereka kepadaku."
Dan QS an-Nahl (16) : 125
Artinya : "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmahdan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik."
Demikian di dalam beberapa ayat Al-Qur'an kita temui kata-kata yang menjadi
sumber kata dakwah.
Selain dari perkataan dakwah sering juga disebutkan perkataan lain
yang maksudnya sama atau hampir sama dengan dakwah. Hsubky (1995: 29-
30) menyebutkan bahwa di antara kata yang mekasudnya hampir sama dengan
dakwah antara lain: (1) tabligh, (2) amar ma'ruf nahi munkar, (3) taklim, (4)
nasihat, (5) tabsyir). Berikut ini arti dari masing-masing kata yang serupa
dengan kata dakwah.
1. Tabligh artinya menyampaikan
Maksudnya menyampaikan ajaran Islam oleh rasulullah dan
umatnya. Rasulullah Saw adalah pembawa misi Islam, di mana semua
yang disampaikannya bertitik dari wahyu. Istilah ini bersumber dari Al-
Qur'an dan al-Hadits Nabi Saw
Firman Allah dalam QS al-Ahzab (33): 39)
39
Artinya : "(yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah,
mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut
kepada seorang(pun) selain kepada Allah."
Hadits nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari:
بلِّغ  و  عنِّى  وَل  و َايًة
Artinya : "Sampaikan dari padaku walaupun satu ayat" (HR Bukhori)
2. Amar ma'ruf nahi munkar, yaitu memerintahkan perbuatan yang baik dan
mencegah perbuatan munkar (buruk) menurut ajaran Islam.
Firman Allah dalam QS al-Hajj (22) ayat 41:
Artinya : "(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan
mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan
sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf
dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada
Allah-lah kembali segala urusan."
3. Taklim yaitu menuntut ilmu menuju perubahan yang lebih baik sesuai
ajaran Allah SWT. Firman Allah QS. Al-Mujadalah (58) : 11
Artinya : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat."
4. Nasihat, artinya petunjuk atau sama dengan dalam bahasa Indonesia yaitu
nasihat. Firman Allah QS al-A'raf (7) ayat 79 :
Artinya: "Maka Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata: "Hai
kaumku Sesungguhnya Aku Telah menyampaikan kepadamu
amanat Tuhanku, dan Aku Telah memberi nasehat kepadamu,
tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi
nasehat".
40
5. Tabsyir, artinya menyampaikan berita (gembira)
Firman Allah QS az-Zumar (39): 17
( َفبشِّ  ر عِباد ( 17
Artinya : "Sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hambaku"
Dengan merujuk pada pengertian dakwah yang meliputi proses
tabligh, taklim, tabsyir, nasihat, dan amar makruf nahi munkar, pada
pokoknya dakwah berkaitan dengan nilai-nilai Islam di masyarakat.
Penanaman nilai-nilai Islam terdiri dari proses internalisasi (disingkat I),
sosialisasi (S), dan ekternalisasi (E). dari ketiga proses utama dakwah itu,
maka ditemukan tiga penanaman nilai-nili Islam sebagai proses dakwah
(Sulthon, 2003: 151).
Pola pertama adalah I-S-E, meliputi tahap-tahap menerapkan,
mengamalkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai Islam ke dalam diri
pribadi, nilai-nilai Islam yang telah termalkan itu kemudian disebarluaskan
kepada orang lain secara terus-menerus sampai perkembangan berikutnya
bahwa nilai tersebut menjadi milik publik dan menjadi bagian dari budaya
yang hidup di masyarakat.
Pola kedua adalah E-I-S, yaitu nilai-nilai Islam yang secara nyata
telah menjadi milik publik dan menjadi elemen budaya yang hidup di
masyarakat, dengan sadar diikuti, diaplikasi dan diaktualisasikan ke dalam
diri pribadi seseorang kemudian ikut berperan aktif dalam membela,
melestarikan dan menyebarkan nilai-nilai Islam yang telah milik publik
41
dan telah diamalkan secara pribadi itu supaya semakin mengakar ke dalam
pola budaya setempat.
Pola ketiga adalah S-E-I adalah langkah-langkah
mengaktualisasikan memperkenalkan, menyebarkan nilai-nilai Islam
kepada publik. Upaya itu telah sampai pada tahapan eksternalisasi di mana
nilai-nilai Islam yang sebenarnya belum diamalkan secara pribadi itu
menjadi milik publik, menjadi bagian dari pola budaya yang dimiliki
masyarakat tersebut, seseorang yang telah berperan aktif itupun
mengamalkan dan mengaktualisasikan pula nilai-nilai Islam.
Demikianlah beberapa definisi dakwah baik ditinjau dari arti bahasa
ataupun istilah. Dengan demikian dakwah mempunyai arti yang luas. Namun
arti yang terkesan luas dan panjang, dapat ditulis ringkasan, dakwah
maksudnya suatu upaya ataupun proses merubah umat dari suatu situasi
kepada situasi yang lebih baik di dalam segi kehidupan.
Umat di sini maksudnya baik umat sebagai perorangan ataupun
sebagai kumpulan/masyarakat, baik mereka yang beragama Islam atau belum,
baik mereka yang sudah dalam agamanya yang masih tipis ataupun bahkan
belum beragama.
B. Tujuan Dakwah
Menurut Aszim (1981: 20) ada 3 pokok terpenting dari tujuan dakwah
yaitu : (1) Mengajak manusia untuk menyembah Allah, (2) Mengajak untuk
42
berbuat ikhlas karena Allah, (3) Mengajak menerapkan hukum Allah. Berikut
penjelasan dari ketiga tujuan dakwah tersebut:
1. Mengajak manusia untuk menyembah Allah
Mengajak manusia artinya agar menyembah Allah Yang Maha Esa tanpa
menyekutukannya dengan sesuatu apapun.
Firman Allah dalam Qur’an Surat An Nisa’ (4): 36 :
 وا  عب  دوا الله  و َ لات  شرِ ُ ك  وا بِهِ  شيًئا
Artinya: “Menyembahlah olehmu akan Allah, janganlah menyekuntukan
Nya dengan sesuatu” (Depag RI, 1987: 124)
2. Mengajak untuk berbuat ikhlas karena Allah mengajak kaum muslimin
agar mereka ikhlas beragama karena Allah, menjaga agar supaya amal
perbuatannya, jangan bertentangan dengan iman.
Firman Allah dalam Qur’an Surat Al Bayyinah (98) : 5 :
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus”.
(Depag RI, 1987: 1084)
Juga Firman Allah dalam Qur’an Surat Al Kahfi (18): 103, 104 dan 105 :
Artinya: “Katakanlah: "Apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang
orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" 104. Yaitu
orang-orang yang Telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan
dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya. 105. Mereka itu orang-orang yang Telah kufur
terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap)
perjumpaan dengan Dia, Maka hapuslah amalan- amalan
43
mereka, dan kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi
(amalan) mereka pada hari kiamat”. (Depag RI, 1987: 459)
3. Mengajak menerapkan hukum Allah
Mengajak manusia untuk menerapkan hukum Allah yang akan
mewujudkan kesejahteraan dan keselamatan bagi umat manusia
seluruhnya. Hal ini seperti yang diperintahkan Allah dalam Qur’an Surat
Al Maidah (5) : 44, 45 dan 47 :
Artinya: “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang
kafir.(44) Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa
yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang
yang zalim.” (45). (Depag RI, 1987: 157)
Artinya: “Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang
fasik” (Depag RI, 1987: 157)
Berdasarkan urian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pokok yang
terpenting dari dakwah adalah mengajak manusia untuk menjadikan Allah
sebagai satu-satunya yang disembah. Dampak dari menyembah Allah ini.
C. Hukum Dakwah
Dakwah merupakan kewajiban yang syar’i berdasarkan dalil-dalil Al
Qur’an sebagai berikut :
1. Qur’an Al Imran (3) : 104 :
44
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung“. (Depag RI, 1987: 93)
Ayat ini sifatnya umum dan memerlukan fardlu ’ain dalam
pelaksanaannya baik huruf mim disitu berarti penjelasan maupun berarti
tab’idh (menunjukkan sebagian). Kalau berarti penjelas, maka maknanya
adalah “Jadilah kamu, wahai kaum mu’minin sebagai umat yang menyeru
kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar“ atau sebagaimana kata Ibnu Katsir, maksud dari ayat ini adalah
jadilah kamu sekelompok orang dari umat ini yang melaksanakan
kewajiban dakwah. Kewajiban ini wajib atas setiap muslim (H. Subki,
1995: 138).
Ayat ini secar jelas menunjukkan akan wajibnya berdakwah,
karena ada lam amar di dalam kalimat “wal takun“ sedangkan kalimat
“minkum“ menunjukkan fardu kifayah, maka seluruh umat Islam
diperintahkan agar sebagian umat Islam dimelaksanakan kewajiban ini.
Ketika ada sekelompok orang yang melaksanakannya, maka dakwah telah
menjadi fardhu ’ain bagi orang tertentu, berdasarkan syarat-syarat yang
ada pada mereka sebagai mana juga kewajiban itu gugur terhadap yang
lain jika tidak ada seorangpun yang melaksanakannya, maka dosalah
mereka semua. Ini dilihat dari segi menghidupkan kewajiban ini dan terus
melaksanakannya. Adapun ketika seorang muslim melihat kemungkaran
yang dilakukan secara terang-terangan maka Rasulullah Saw telah
45
mewajibkan bagi seorang muslim untuk mengubah kemungkaran tersebut.
Sebagaimana sabdanya :
م  ن  رَأى مِ  ن ُ ك  م من َ كرا َفْليغرُِه بِيدِهِ َفإِ ْ ن َل  م ي  ستطِ  ع َفبِلِ  سانِهِ َفإِ ْ ن َل  م
يستطِ  ع َفبَِقْلبِهِ  وَذالِ  ك ا  ض ع  ف ْالاِي  مانِ (رواه مسلم)
Artinya: “Barang siapa diantara kamu melihat suatu kemungkaran
ubahlah ia dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan
lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya itulah
selemah-lemah iman”. (H.R. Muslim)
2. Qur’an Surat Al Baqarah (2): 159-160:
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang
Telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas)
dan petunjuk, setelah kami menerangkannya kepada manusia
dalam Al kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula)
oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati, Kecuali mereka yang
Telah Taubat dan mengadakan perbaikan[105] dan menerangkan
(kebenaran), Maka terhadap mereka Itulah Aku menerima
taubatnya dan Akulah yang Maha menerima Taubat lagi Maha
Penyayang”. (Depag RI, 1987: 41)
3. Al Maidah (5) : 63
Artinya: “Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka
tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan
memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang
Telah mereka kerjakan itu”. (Depag RI, 1987: 171)
Ibnu Jarir at-Thabari meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra ia berkata
“Tidak ada dalam Al Qur’an sesuatu ayat yang lebih keras dalam
mengolok-olok dari pada ayat ini“. Dari Dhahak, ia berkata “Tidak ada di
dalam Al Qur’an suatu ayat yang paling saya kuatirkan dari pada ayat ini,
karena kita tidak bisa berhenti (melakukan)“.
46
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Yahya bin Ya’man ia berkata,
“Ali bin Abi Tholib pernah berkhutbah kemudian setelah beliau memuji
Allah dan menyanjungnya beliau berkata: “Wahai manusia, sesungguhnya
umat sebelum kamu itu hancur (disebabkan) mereka berbuat maksiat, dan
mereka tidak dilarang oleh orang-orang alim, mereka dan para pendeta,
mereka maka ditimpa oleh siksa. Oleh karena itu, perintahkanlah mereka
untuk berbuat ma’ruf dan cegahlah dari kemungkaran, sebelum turun
kepada mereka (suatu siksa) seperti pernah turun kepada mereka
ketahuilah bahwa sannya beramar ma’ruf dan nahi munkar itu tidak akan
memutuskan rezi dan tidak pula mendekatkan ajal (Abdul Aziz, 2000: 34).
4. Qur’an Surat Al Maidah (5) 105:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang
yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu
Telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali
semuanya, Maka dia akan menerangkan kepadamu apa yang
Telah kamu kerjakan.” (Depag RI, 1987: 180)
Abu Bakar Ash Shidiq ra, mengatakan tentang penafsiran ayat
tersebut, wahai umat manusia sesungguhnya kamu telah membaca ayat ini,
akan tetapi kamu menempatkannya pada posisi yang bukan semestinya.
Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah bersabda :
إِنَّ النا  س إَِذا  رَأ  وا اْل  من َ كر َفَل  م يغيِّر  وه َأ  و  ش  ك َأ ْ ن يع  م  ه  م الله بِعَِقابِهِ
Artinya: “Sesungguhnya manusia itu apabila melihat kemungkaran dan
mereka tidak mengubahnya Allah akan menimpakan adzab
kepada mereka secara merata.” (Dalam Musnad Imam Ahmad:
1-5)
47
5. Qur’an Surat Al Ashr (103): 1-3:
Artinya:
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
(Depag RI, 1987: 1099)
Dalam surat ini Allah SWT bersumpah bahwa pada dasarnya
manusia itu dalam kerugian, kemudian mengecualikan orang yang
memiliki empat kriteria, yaitu beriman, beramal shalih, tawashaubil haq
dan tawashaubil sabr (sabar dalam menghadpi takdir, melaksanakan
keataan ataupun dalam menghadapi musibah yang disebabkan karena
melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar, dan mengembalikan hukum
kepada syariat (Allah)). Perintah yang dibawa oleh Nabi adalah printah
untuk berbuat ma’ruf dan larangan yang dibawa nabi adalah larangan
berbuat munkar.
D. Faktor-Faktor Keberhasilan Dakwah
Dakwah penuh dengan nilai-nilainya yang luhur dan pemahamannya
yang asli serta risalah yang abadi. Dakwah membutuhkan seorang dai yang
sanggup memikul dengan penuh amanah berbagai masalah yang harus
direalisir, agar dakwah ini sukses dan manusiapun mau menerima, serta
sampau pada tujuannya yang mulia. Diantara faktor-faktor pendukung
keberhasilan dakwah adalah sebagai berikut :
48
1. Al-Fahmu ad-Daqiq (pemahaman yang rinci)
2. Al-Iman al-Almiik (Keimanan yang dalam)
3. Al-Hubb al-Watsiiq (Kecintaan yang kokoh)
4. Al-Wa’yu al-Kaamil (Kesadaran yang sempurna)
5. Al-Amal al-Muttawashil (Kerja yang kontinue) (Abdul Aziz, 2000: 57)
Dalam rangka mencapai tujuan yang mulia itu seorang muslim harus
bersedia menjual diri dan hartanya kepada Allah sampai dia tidak memiliki
apapun dia menjadikan dunia ini hanya untuk dakwahnya, demi untuk
memperoleh keberhasilan akhirat, sebagai pembalasan atas pengorbanannya.
Allah SWT berfirman dalam surat At Taubah 101 :
Artinya: “Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri
dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka”. (Depag
RI, 1987: 299)
Demikianlah sesungguhnya seorang dai yang beriman dengan iman
yang jelas tanpa keraguan, seorang dai yang akidahnya lebih kuat dari pada
gunung-gunung dan lebih dari pada rahasia hati, disana tidak adalagi kecuali
fikrah yang satu. Fikrah yang dimaksud dalam kenyataan ini adalah kebulatan
tekad untuk menegakkan Islam itulah fikrah yang sedang menyelamatkan
dunia yang merana, fikrah yang mengarahkan dan membimbing manusia yang
kebingungan, dan yang memberi petunjuk manusia dijalan yang benar, maka
fikrah itu pantas untuk mendapat pengorbanan berupa harta atau bahkan
nyawa, dan dari setiap yang murah hingga yang paling mahal fikrah itu adalah
Islam yang murah hingga yang paling mahal fikrah itu adalah Islam yang
49
hanif yang tidak ada kebengkokan di dalammnya, tidak pula ada keburukan
dan kesesatan padanya bagi orang yang mengikutinya (Abdul Aziz, 2000: 58).
Dalam kaitan ini Allah berfirman dalam Surat Ali Imran 18-19:
Artinya: “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan dia
(yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. para malaikat
dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu).
tak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama (yang diridhai)
disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang Telah
diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka,
Karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. barangsiapa yang
kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat
cepat hisab-Nya.” (Depag RI, 1987: 378)
Adapun Kaidah-kaidah dakwah yang harus dimiliki seorang dai adalah
sebagai berikut : (Abdul Aziz, 2005 : 176-384)
1. Memberi ketekladanan sebelum berdakwah
Perjalanan hidup Rasulullah Saw (sirah nabawiyah) menceritakan
kepada kita tentang kepribadian manusia yang telah dimuliakan oleh Allah
SWT, dengan risalah sehingga beliau menjadi tauladan yang baik bagi
orang-orang yang beriman bahkan menjadi tokoh idola bagi umat manusia
dalam kehidupan baik sebagai pribadi maupun dalam kehidupan
bermasyarakat.
Sungguh beliau merupakan contoh teladan yang sempurna bagi
manusia bagi setiap mereka yang ingin meraih hidup bahagia dan
terhormat bagi dirinya, keluarganya, dan lingkungannya.
Sunghuh beliau merupakan teladan dalam seluruh dimensi
kemanusian di tengah-tengah masyarakat baliau adalah teladan bagi setiap
50
dai, setiap pemimpin setiap bapak dari anak-anaknya, setiap suami dan
istrinya, setiap sahabat, setiap murabbi (pembina), setiap praktisi politik
dan berbagai posisi sosial manusia yang lain. Al Abbas menceritakan
kepada kita dari Rasulullah Saw bahwa beliau bersabda. Allah
mencipatakan makhluk, dan menjadikan ku sebaik-baik mereka, sebaikbaik
golongan mereka kemudian dipilihlah kabilah-kabilah lalu dia
menjadikanku dari sebaik-baik kabilah kemudian dipilihlah rumah-rumah
dan dia menjadikanku dari sebaik-baik rumah saya adalah sebaik-baik
mereka, jiwa maupun rumah (tangga) nya. (H.R. Tirmidzi)
Nabi adalah tauladan bagi manisia dari segi nasabnya (garis
keturunanannya) akhlaknya adalah Al Qur’an sehingga beliau juga
merupakan sebaik-baik manusia dari segi akhlaknya. Rasulullah adalah
seorang abid (ahli ibadah). Diwaktu malam beliau adalah ahli politik yang
telah berhasil menyatukan umat manusia dan menghindarkan mereka dari
kehancuran. Bilal juga seorang ahli peperangan baik dalam perencanaan
strategi maupun ketika memimpin pasukan dilapangan. Beliau seorang
ayah penuh kasih sayang dan lemah lembut sekaligus seorang suami yang
benar-benar mewujudkan mawadah warahmah dan ketenteraman dalam
rumah tangganya.
Bilal juga seorang teman yang penuh pengertian seorang karib
(anggota keluarga) yang mulai seorang tetangga yang senantiasa peduli
sesama manusia disekitarnya. Seorang hakim dan penguasa yang hatinya
selalu dipenuhi oleh kepentingan rakyatnya. Beliau menjenguk mereka
51
ketika sakit dan membimbing mereka menuju hidayah dengan penuh kasih
sayang itu pula yang membuat para sahabat rela mengorbankan segala
sesuatu demi membela Rasulullah .
Selain itu nabi juga terus memperluas dakwahnya sebagaimana
yang telah disaksiskan oleh dunia. Dakwah yang mampu menegakkan
eksistensi kemanusiaan secara utuh. Manusia telah melihat sendiri betapa
Rasulullah mempunyai sifat diatas keseluruhannya. Mereka percaya
terhadap kebenaran prinsip-prinsip yang konkrit yang dibawakan oleh
beliau karea mereka langsung melihat dengan mata kepalanya sendiri.
Pelaksanaan dari prinsip-prinsip tersebuty bukan sekedar membacanya
dari buku tapi melihat manusianya sehingga jiwa mereka tergerak dan
perasaan mereka bergelora untuk meneladani Rasulullah sesuai dengan
kemampuan meraka masing-masing. Nabi adalah teladan paling mulia
bagi manusia sepanjang sejarah belia adalah seorang murabbi (pembina)
yang menuntun manusia dengan perilaku pribadinya sebelum ucapannya.
Semua itu tergambar baik dalam Al Qur’an yang turun kepadanya maupun
melalui hadits-haditsnya dan prinsip menampilkan keteladanan sebelum
menyeru ini masih tetap berlaku selama langit dan bumi masih ada. (Abdul
Azizi, 2000: 205-206)
2. Mengikat hati sebelum menjelaskan
Sesungguhnya dakwah itu tegak di atas hikmah, yang salah satu
maknanya adalah muqtadhal haal (menyesuaikan keadaan) Ali bin Abi
Tholib mengatakan : “Sesungguhnya hati manusia itu kadang-kadang
52
menerima dan kadang-kadang menolak, maka apabila hati bawalah dia
untuk melakukan nawafil (amalan-amalan sunnah) dan apabila hati itu
sedang menolak, maka pusatkanlah (cukupkanlah) untuk melakukan
faraidh (yang wajib-wajib)” (Abdul Aziz, 2003: 293).
3. Mengenal sebelum memberi beban
Abdul Aziz (2000: 294) menyatakan bahwa setiap dakwah harus
melampaui tiga tahapan yaitu : (1) tahapan mengenal pola pikir, (2)
tahapan pembentukan selaksi pendukung dan kaderisasi serta pembinaan
anggota dakwah, (3) tahapan aksi dan aplikasi.
Apabila seorang dai tidak mengetahui tahapan yang sedang dilalui
dan dimana dia sedang berinteraksi dengan mad’u niscaya dia akan
mencampur adukkan antara yang satu dengan yang lainnya karena setiap
marhalah itu memiliki karakter dan tuntunan serta uslub dakwahnya
tersendiri. Meski bisa saja ketiga marhalah tersebut berjalan secara
bersamaan artinya saling mendukung. Memang seorang dai itu tugas
pokoknya adalah mengenalkan dakwah kepada orang lain, tetapi pada saat
yang sama ia juga harus memilah dan memilih mad’u dan yang sama juga
harus mampu mentakwim dan menata meraka dalam lapangan amal.
4. Bertahap dalam pembebanan
Segala periantah dan larangan yang berkaitan dengan salah satu
kaidah tashawwur imami masalah negatif aqidah sejak awal Islam bersikap
dengan sikap tegas akan tetapi jika perintah dan larangn itu berkaitan
53
dengan tradisi adab atau kondisi sosial yang sulit maka Islam bersikap
lumak dan menyelesaikan masalah itu dengan mudah dan memudahkan.
Bertahap serta mempersiapkan situasi dan kondisi untuk menerapkannya
seperti diharamkannya khamar dan minuman keras, perjudian, perbudakan
dan yang lain-lainnya. Prinsip tadarruj (bertahap) ini merupakan prinsipprinsip
asasi dalam berdakwah hingga manusia memahami manusia itu
sesuai degan kemampuan akalnya dan menerima dengan hatinya (Abdul
Aziz, 2000: 295)
5. Memudahkan bukan menyulitkan
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, dari Nabi Saw bersabda :
يسِّرا  و َ لا تعسِّرا  وبشِّرا  و َ لا تنفِّرا (رواه البخارى)
“Permudahkanlah, jangan dipersulit, besarkan hati jangan membuat
orang lari.”(HR. Bukhari)
6. Yang pokok sebelum yang cabang
Seorang dai dalam menyampaikan suatu ceramah hendaknya yang
pokok-pokok dahulu atau ibadah-ibadah wajib dahulu sebelum
menyampaikan ibadah sunah.
7. Membesarkan hati sebelum memberi ancaman
يسِّرا  و َ لا تعسِّرا  وبشِّرا  و َ لا تنفِّرا (رواه البخارى)
“Permudahkanlah, jangan dipersulit, besarkan hati jangan membuat
orang lari.”(HR. Bukhari)
8. Memahamkan bukan mendekte (asal perintah)
54
Inilah sebetulnya tugas utama seorang dai yaitu memahamkan
umat tentang ajaran-ajaran Islam, bukan hanya mendekte (asal perintah).
9. Mendidik bukan menelanjangi
Seorang dai mempunyai peran yang komplek, biasa sebagai
seorang bapak, murobbi dan guru, sehingga dengan bebarapa peran
tersebut seorang dai harus bisa mendidik mad’unya (umat), sesuai dengan
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
10. Muridnya guru, bukan muridnya buku
Dalam menyampaikan pesan seorang dai rujukan pertama bukanlah
buku, tapi ilmu-ilmu yang ia dapatkan dari gurunya.
Diantara kesalahan paling medasar yang dilakukan oleh sebagian
dai muda adalah mengambil nash-nash Al Qur’an maupun hadits secara
langsung dan berguru kepada buku tanpa merujuk pada orang alim yang
membidangi hal itu atau kembali pada seorang dai yang ahli yang bisa
menjelaskan kepadanya tentang kesulitan-kesulitan yang sedang dihadapi
berupa pemahaman dan apa yang ia tidak mengetahuinya berupa fiqih
dengan alasan Firman Allah SWT dalam Qur’an Surat Al Qomar ayat 17:
Artinya: “Dan Sesungguhnya Telah kami mudahkan Al-Quran
untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil
pelajaran?” (Depag RI, 1987: 879)
Mengenai makna ayat di atas, Oemar Bakry (1996: 1059)
menjelaskan bahwa mehami Al Qur’an tidak susah, tidak sulit mengambil
pengertian, Al Qur’an enak dibaca, dapat menenangkan hati bagi yang
55
mendengarkannya dan menjadi petunjuk serta rahmat yang dapat
dinikmati bagi yang mempelajarinya.
E. Unsur-Unsur Dakwah
1. Subjek dakwah
Subjek dakwah adalah orang yang melakukan dakwah dalam hal
ini bisa perorangan (individu) bisa juga kelompok organisasi. Allah
berfirman dalam Surat Ali Imran : 104 :
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung”. (Depag RI, 1987: 93)
Ayat ini menunjukkan bahwa dakwah adalah wajib karena terdapat
“lam amar” dalam kalimat “Wal takun” sedangkan laimat “min kum”
menunjukkan “fardu kifayah”, maka seluruh umat Islam diperintahkan
agar sebagian mereka melaksanakan klewajiban ini.
Kewajiban berdakwah juga disebutkan dalam Qur’an Surat Al
Ashr ayat 1-3 :
Artinya:
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
(Depag RI, 1987: 1099)
56
Berdasrkan uraian di atas, berarti kita diwajibkan untuk berdakwah
dan sabar dalam menghadapi dalam cobaan dan sabar juga dalam
melaksanakan ketaatan kepada Allah jadi sesungguhnya setiap muslim
membawa tugas untuk menyampaikan Islam pada seluruh manusia
sehingga manusia dapat bernaung dibawah naungan Islam.
Dakwah adalah tangg7ung ajwab setiap muslim yang dituntut
untuk berpartisipasi. Rasulullah bersabda :
بَلغ  وا  عنِى َل  وَايْة
Artinya: “Sanpaikan daripadaku walau satu ayat” (H.R. Bukhari)
2. Obyek dakwah
Dalam ayat Al Qur’an cukup banyak disebutkan bahwa dakwah
ditunjukkan kepada seluruh manusia semangat ini akan melandasi
terjadinya penyebaran Islam yang menyeluruh disegala penjuru, namun
demikian dakwah Islam tidak hanya terbatas pada manusia saja tetapi
kepada bangsa jin sebagai mana yang telah dilakukan oleh Nabi Saw,
sedangkan dakwah kepada alam adalah membangun dan memelihara alam
tersebut. Allah berfirman dalam surat An Nahl ayat 125 :
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845]
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.(Depag RI,
1987: 142)
57
Dari sini jelaslah bahwa sasarab dakwah Islam adalah seluruh
manusia tidak ada pengecualian baik yang sudah Islam maupun belum.
3. Materi dakwah
Pada dasarnya materi dakwah Islam tergantung pada tujuan yang
dicapai namun secara global dapat dikatakan bahwa materi dakwah dapat
diklasifikasikan menjadi empat hal pokok:
a. Masalah keimanan (aqidah)
b. Masalah keislaman (syariat)
c. Masalah budi pekerti (akhlakul karimah)
d. Mengetahui sejarah hidup Nabi Saw, perjuangan suka duka rintangan
yang dihadapi dalam berdakwah.
4. Metode dakwah
Metode dakwah yaitu cara yang dapat digunakan untuk
menyampaikan pesan dakwah agar mudah dimengerti dan dipahami.
Adapun metode dakwah secara garis besar ada yang pengertian yang
selama ini hidup dalam pemikiran dakwah yaitu :
a. Metode dakwah diberi pengertian tentang tabligh, penyiaran ceramah,
penerangan agama yakni dakwah bil lisan
b. Metode dakwah diberi pengertian semua kegiatan usaha untuk
merealisir ajaran Islam dan semua segi kehidupan manusia disebut
dakwah bil hal.
58
F. Dinamika Sosial Dakwah
Dakwah Islam memihak pada kebenaran; al-haq dan ma'ruf karena hal
tersebut yang sesuai dengan fitrah manusia. Dakwah dalam prakteknya
merujuk kepada fitrah manusia karena dalam fitrah itu ada kebenaran yang
dengan begitu kebenaran akan hadir pada diri mad'u dan diterimanya dengan
ketulusan. Maka, dalam dakwah tidak ada paksaan, tidak ada tipu muslihat,
tidak ada pengkaburan kesadaran penciptaan prakondisi negatif lain yang
dapat mendorong pada penerimaan dakwah secara paksa. Jadi hakekat dakwah
adalah mengajak manusia kembali kepada hakikat fitri yang tidak lain adalah
jalan Allah serta mengajak manusia kembali kepada fungsi dan tujuan hakiki
keberadaannya dalam bentuk mengimani ajaran kebenaran dan
mentransformasikan iman menjadi amal sholeh. (Sultan, 2003 : 56)
Di dalam proses kegiatan dakwah terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan kegiatan dakwah dapat berlangsung dengan baik, yaitu sebagai
berikut :
1. Pelaksanaan dakwah/juru dakwah
Faktor ini merupakan kunci dakwah oleh karena ia bagaikan orang
yang memegang alat dakwah. Di tangannya dakwah memperoleh
keberhasilan atau kegagalan. Adapun tiga hal yang perlu diperhatikan oleh
juru dakwah dalam berdakwah yakni : (a) corak kemajemukan (pluralitas)
masyarakat suatu bangsa adalah ke-bhinekaan dalam beberapa aspek
kehidupan yang meliputi ideologi, sosio-kultural, agama, suku, bahasa,
politik dan sebagainya (b) adanya perubahan sosial (sosial change) dimana
59
nilai-nilai kebudayaan dan agama cepat atau lambat harusa dapat secara
normatif kultural mengontrol dan menjiwai (c) corak kahidupan psikologis
masyarakat modern dan yang belum modern. Semakin modern suatu
kehidupan masyarakat maka semakin kompleks pula kehidupan
psikologisnya dan semakin banyak menuntut sistem pendekatan yang
bersifat antar ilmu dengan dilatarbelakangi dengan prinsip-prinsip
pendangan yang dalam dan luas. (Arifin, 2000: 2)
2. Sasaran dakwah, yang meliputi hal-hal sebagai berikut : (a) sasaran yang
menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat sosialekonomis
(b) sasaran yang berupa kelompok masyarakat dilihat dari segi
sosial-kultural (c) sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat
dari segi sosiologis berupa masyarakat pedesaan ataupun masyarakat
perkotaan.
3. Lingkungan dakwah adalah suatu yang besar pengaruhnya bagi
perkembangan sasaran dakwah baik individu maupun kelompok serta
kebudayaannya.
4. Media dakwah adalah faktor yang menentukan kelancaran proses dakwah
dalam rangka mencapai tujuan dakwah yang maksimal.
5. Tujuan dakwah adalah suatu faktor yang menjadi pedoman arah proses
yang dikendalikan secara sistematis dan konsisten (Arifin, 2000: 67)
Namun dalam proses faktor-faktor tersebut diperlukan adanya sistem
interaksi sosial yang terarah secara sistematis dan konsisten, sehingga
terbentuklan pada hubungan yang bersifat interaksional (saling mempengaruhi
60
antar satu faktor dengan yang lainnya dalam konteks kebenaran). Salah satu
naluri manusia dalah makhluk sosial dengan kecenderungan untuk hidup
bermasyarakat. Di dalam interaksional terjadi suatu proses belajar mengajak di
antara manusia, di mana dalam proses dakwah merupakan permulaan yang
fundamental bagi kesuksesan dakwah. Interaksional dapat terjadi dalam
kelompok-kelompok sosial maupun dua orang atau dalam bentuk self-reaksi
atau self response. (Arifin, 2000 : 2-3)
Perubahan sosial adalah perubahan dalam segi struktur dan hubungan
sosial. Perubahan sosial bergerak melalui rekayasa sosial yang dimulai dari
perubahan individual, baik dalam cara berfikir maupun bersikap. Dalam
konteks dakwah, arah perubahan yang dituju adalah pembentukan khairu
ummah. Hal itu diawali dengan pembentukan khairu bariyyah, yaitu dengan
mentransformasikan iman ke dalam amal shaleh, kemudian mengembangkan
amal saleh individual ke dalam amal shaleh sosial.
Dalam pengertian tersebut di atas pembentukan ke arah khairu ummat,
da'i (juru dakwah) dalam proses dakwahnya dapat dikatakan sebagai solusi
atas problem-problem sosial yang dihadapi masyarakat, dalam konteks
penegakan keadilan dan kebenaran. (Sulthon, 2003 : 135-138)
Menurut Jalaludin Rakhmat (1999: 48), ada tiga macam cara
bagaimana Rasulullah Saw merekayasa umat yaitu :
1. Al-Kitab, yaitu mengembalikan umat manusia pada fitrah kemanusiaan
dan nilai-nilai Ilahiyah.
61
2. Al-Mizan, yaitu mengembangkan argumentasi rasional dan akal sehat agar
tercipta kejernihan pola pikir.
3. Al-Hadid, yaitu berusaha memiliki kekuasaan yang sepenuhnya digunakan
untuk menegakkan keadilan sesuai perintah Allah SWT.
Sedangkan menurut Amrullah Akhmad ada tiga tahapan dakwah yang
dilakukan Rasulullah ketika berdakwah, yang mana tahapan ini dapat di
contoh oleh para da'i, antara lain tahap takwin, tandzim, dan pendelegasian.
Tahap takwin adalah tahap pembentukan masyarakat dakwah dalam
bentuk internalisasi dan sosialisasi ajaran tauhid. Tahap ini dimulai dari
"ittishal fardhi" yaitu keluarha terdekat lalu "ittishal jama'I" yaitu masyarakat
pada umumnya. Kegiatan dakwah dimulai dari dakwah bil-lisan (tabligh) dan
dakwah bil-hal (pengembangan masyarakat, internalisasi dan sosialisasi itu
merupakan pembebasan masyarakat dari tata sosial dan budaya "tughyan",
yaitu model budaya jahiliyah dengan adanya penindasan, perbudakan,
pelestarian jurang pemisah yang dibiarkan semakin menajam dalam
stratifikasi sosial. Dalam tahapan ini, baiat aqabah merupakan inti pendorong
yang signifikan, karena mereka yang ikut bai'at membentuk masyarakat kecil
sebagai basis komunitas dalam membentuk masyarakat yang khairu ummah.
Tahap kedua dalah tandzim (tahap penataan dakwah). Tahap ini
merupakan hasil internalisasi dan sosialisasi pada tahap pertama. Tahap
tandzim mengambil bentuk institusionalisasi Islam, yang diawali dengan
hijrah nabi. Dalam tahap ini proses dakwah adalah proses pembebasan dalam
arti pembentukan ide tauhid sebagai pengganti ide bathil, sedang dalam
62
tandzim, pembagian itu benar-benar dalam pengertian pemutusan secara fisik
dan non fisik dari keterikatan pada tata sosial tughyan menuju tata sosial
tauhid. Dalam tahap ini sub tahapnya meliputi pembangunan masjid,
pembentukan lembaga ukhuwah islamiyah dan ukhuwah basyariyah (Piagam
Madinah).
Tahap ketiga adalah tahap pelepasan dan kemandirian. Tahap ini
direpresentasikan dalam penyelenggaraan haji wada' yaitu ketika masyarakat
Islam yang dibangun Rasulullah telah siap menjadi masyarakat yang mandiri.
Dakwah Islam diharapkan mampu merubah situasi masyarakat yang
lebih baik, rahmatan lil al-alamin. Jadi dalam konteks ini fungsi-fungsi
dakwah menurut targetnya dapat dibedakan sebagai berikut :
1. I'tiyadi, yaitu ketika target dakwah adalah normalisasi tata nilai yang telah
ada, hidup dan berkembang di suatu komunitas agar tata nilai itu kembali
kepada nilai-nilai keislaman.
2. Muhharriq, ketika target dakwah berupa peningkatan tatanban sosial yang
sebenarnya sudah islami agar semakin meningkat lagi nilai-nilai
keislaman hidup dalam komunitas tersebut.
3. Iqaf, ketika target dakwah adalah upaya preventif dengan sejumlah
petunjuk yang relevan agar komunitas tersebut tidak terjerumus dalam
kebhatilan.
4. Tahrif, ketika target dakwah adalah upaya membantu untuk ikut
meringankan beban penderitaan akibat problem-problem yang secara riil
telah mempersulit kehidupan komunitas. (Sulthon, 2003 : 135)
63
BAB III
RIWAYAT HIDUP RASULULLAH MUHAMMAD SAW
A. Masyarakat Arab Pra-Islam dan Kelahiran Rasulullah
Jazirah Arab merupakan bangsa yang plural dengan berbagai suku
keyakinan (agama), dan kelompok-kelompok sosial yang dimiliki dengan kata
lain pluralisme adalah realitas yang tidak terbantahkan di Jazirah Arab pra-
Islam. Terletak di barat daya Asia, dengan jumlah penduduk sekitar
12.000.000 jiwa, terbagi menjadi delapan bagian dan terdapat berbagai sukusuku
Arab yang berserak di Jazirah Arab masing-masing terbagi dalam
kelompok sosial yang memiliki keyakinan ataupun agama yang berbeda
(Amaly, 1986: 11).
Jazirah Arab terbagi menjadi delapan bagian yaitu: Hijaz, Yaman,
Hadramaut, Daerah Muhrah, Daerah Umman, Haza, Nejd, serta Daerah
Ahqaf. Kota Mekah dan Madinah adalah bagiand ari Hijaz. Kekuasaan Jazirah
Arab tunduk kepada bangsa Quraisy yang terbagi dalam 10 golongan yaitu; a)
suku Quraisy dari Bani Adi Umar bin Al Khathab, b) suku Quraisy dari Bani
Hushaish, Harits bin Qais, c) suku Quraisy dari Bani Yaqtah, Khalid bin
Walid, d) suku Quraisy dari Bani Taim, Abdullah bin Usman, e) suku Quraisy
dari Bani Qushai, Asad bin Abdul Azza, f) suku Quraisy dari Bani Thalhah,
Ustman bin Thalhah, suku Quraisy dari Bani Abdul Muthalib, Abbas bin
Abdul Muthalib, g) suku Quraisy dari Bani Naufal, Harits bin Amr, h) suku
Quraisy dari bani Harb bin A Syamsin, Abu Sufyan bin Harb, j) suku Quraisy
64
dari Bani Harb bin Sufwan dan masing-masing dari mereka tergolong dalam
kelompok sosial antara golongan bangsawan dan golongan rakayt biasa di
negeri Arab banyak orang-orang Yahudi, orang Kristen dan orang-orang
Majusi serta orang-orang yang tidak beragama.
Bangsa Arab dulunya mengikuti agama Nabi Ibrahim a.s. agama tauhid,
namun lama kelamaan berganti dengan agama buatan sendiri akibat mengikuti
prasangka-prasangka, angan-angan dan khayalan.
Plurarisme bangsa Arab pra- Islam merupakan instrumen dari
kemajemukan masyarakat Arab yang bisa menjadi persoalan krusial.
Kerusakan-kerusakan yang parah dibidang agama, politik, sosial, dan
ekonomi. Pada abab VI M menunjukkan bahwa individualisme “pengaruh
aku” yang mengakibatkan krisis akhlak melanda kepada masyarakatnya, maka
dari itulah Allah SWT mengutus Muhammad Saw untuk menyempurnakan
“akhlak” hormat diri yang mulia (Amaly, 1986: 29)
Kerusakan di bidang agasma fitrah ialah kebanyakan masyarakat
membuat “dasar hidup” sendiri berdasarkan akal saja dengan pengaruh
lingkungan hidup serta “rasa kepuasannya” mereka enggan menganut agama
Allah SWT (agama fitrah: Islam) sehingga berakibat mereka menyekutukan
Allah SWT dengan sesuatu makhlak lain. Kerusakan dibidang politik terletak
pada terhapusnya rasa “keadilan” oleh karena mereka membuat tata negara
“menurut kemauan pandangan akal pikirannya” tanpa mengindahkan tata
negara.
65
Tuhan memiliki hak mutlak alam semesta ini dan kerusakan di bidang
sosial adalah terlihat pada masyarakat akan keburukan-keburukan jiwa yang
amat buruk lantaran rakyat biasa (kaum dhu’afa) terlalu dikendalikan oleh
bangsawan-bangsawan atau oleh atasan-atasan sehingga jiwa mereka tidak
mempunyai kebebasan. Adapun kebiasaan yang buruk mengubur anak wanita
hidup-hidup yang kaya memeras yang miskin, yang berkuasa menginjak-injak
rakyat jelata sehingga sifat prikemanusiaan “menjadi terhapus”. Sedangkan
kerusakan dibidang ekonomi adalah negara tidak subur dan makmur lantaran
biaya-biaya pelenggaraan negara dan berbagai macam pajak yang tinggi
nilainya dibebankan di atas pundak rakyat. Sehingga kekuatan rakyat menjadi
lemah dan timbul berbagai macam mala petaka ataupun bencana yang
menimpa mereka. Demikianlah pluralisme negara Arab sebelum Islam yang
mempunyai potensi konflik yang besar (Amaly, 1986: 31)
Di tengah-tengah masyarakat dengan kondisi seperti itulah Allah
mengutus Nabi Muhammad Saw. Ia membawa wahyu yang menjadi landasan
segala sikap dan perilakunya. Nabi Muhammad Saw, tidak membawa tugas
untuk menghapuskan wahyu-wahyu sebelumnya, akan tetapi unuk
memberikan konfirmasi kepada wahyu tersebut. Selain itu untuk menolak
perubahan-perubahan yang telah terjadi dalam kitab-kitab suci sebelumnya.
Beliau ditugaskan untuk memurnikan ajaran nabi-nabi sebelumnya dari
pemalsuan-pemalsuan serta mengembangkan dan menyempurnakan, agar
dapat sesuai dengan seluruh manusia pada segala zaman dan segala tempat
(Subky, 1995: 32).
66
Firman Allah : Q.S. at-Taubah: 33:
Artinya : “Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa)
petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk
dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang
musyrikin tidak menyukai.” Q.S. At-Taubah: 33)
Beliau tuanku Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib (Syaibah)
bin Hasyim (Amru) bin Abdul Manaf (Al Mughirah) bin Qusyhay (zaid) bin
Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An
Nadhr bin Kinanah bin Khuzaenah bin Mudrikah (Amir) bin Ilyas bin Mudhar
bin nizar bin Mo’ad bin Adnanm sampai di sinilah terhenti nasab yang sahih
dari arah ayahnya.
Ibunya Amirah bin Wahab bin Abdul Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin
Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr nasab ibu dan nasab ayahnya
bertemu pada kilab bin murroh. Ayahnya Abdullah meninggal di Medinah dan
dimakamkan di sana pula dalam perjalanannya pulang dari Ghazah negeri
syam. Ketika itu Rasullah Saw dalam kandungan ibunya dua bulan (Ibrahim,
1991: 1-2)
Rasulullah Saw lahir di waktu menjelang fajar subuh, hari senin, tanggal
12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah (20 April 571 M), dizaman Raja Persi Kisra
Anu Syarwan yang adil di kota Mekah tepatnya pada sebuah rumah di Safa
kepunyaan Muhammad bin Yusuf; dijadikan masjid ketika orang naik haji.
Tahun kelahiran Rasulullah Saw disebut tahun Gajah karena menjelang
lahirnya beliau beberapa minggu kemudian gubernur Negus (Raja Abessinia),
Abrahah bin Al-Asyram yang membangun gereja besar lagi indah di Shoria,
67
ibu kota negeri Yaman yang belum pernah dibangun oleh raja-raja
sebelumnya, hendak menghancurkan Ka’bah dengan tentara bergajah
sebanyak 12 tentara. Namun usaha mereka tidak berhasil lantaran belum
sampai di kota Mekah baru sampai dekat “Arafah”, mereka diserang oleh
burung-burung yang berbondong-bondong (burung Ababil), yang melempari
mereka dengan batu-batu kecil dari tanah yang terbakar sehingga mereka
musnah semuanya. Itulah yang tersebut di dalam Al Qur’an surat Al Fil (surat
gajah), yang bunyinya:
Artinya : “Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu
telah bertindak terhadap tentara bergajah. Bukankah Dia
telah menjadikan tipu daya mereka (untuk
menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia? dan Dia
mengirimkan kapada mereka burung yang berbondongbondong,
yang melempari mereka dengan batu (berasal)
dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka
seperti daun-daun yang dimakan (ulat) (Q.S. Al-Fill: 1-5)
Rasulullah Saw adalah keturunan bangsawan karena baik dari keluarga
ayah dan ibu, keduanya termasuk golongan bangsawan yang dihormati di
kalangan kabilah-kabilah Arab. Setelah beliau lahir, beliau menetek kepada
Halimah binti Dzuaib As-Sa’diyyah. Demikian itu adat kebiasaan bangsa
Arab, mereka mencari wanita upahan untuk menyusui anak-anaknya, agar
anaknya cerdas. Banyak wanita dari Bani yang mencari anak-anak susuan,
tetapi yang disukai Rasulullah Saw diantara mereka ialah Halimah.
68
B. Pengalaman Hidup Rasulullah Saw
Rasulullah Saw umur enam tahun oleh ibunya dibawa keluar ke pamanpamannya
dari arah ibunya di Madinah, kemudian ibunya Aminah binti
Wahab meninggal di desa Abwa, suatu tempat yang terletak antara Makkah
dan Medinah dan dimakamkan disana pula. Ketika itu ibunya berusia tiga
puluh tahun. Dua tahun sesudah itu meninggal pula neneknya Abdul Muthalib
yang mengasuhnya itu. Setelah Muhammad Saw berusia 8 tahun neneknya
meninggal, kemudian beliau diasuh oleh pamannya, Abu Thalib, saudara
ayahnya. Ketika Rasulullah Saw di tangan Abu Thalib, beliau sering dibawa
bepergian oleh Abu Thalib ke negeri Syam, untuk berdagang. Sebelum sampai
di negeri Syam di suatu tempat yaitu Bushra, bertemu dengan Rahib (pendeta
Nasrani); Buhairo. Ia melihat tanda-tanda kenabian pada diri Rasulullah Saw
dan menasehati untuk segera kembali ke Makkah, akrena kalau kaum Yahudi
mengenalinya tentu akan mencelakakannya, Abu Thalib kemudian segera
menyelesaikan dagangannya dan segera kembali ke Mekah (Amali, 1986: 36).
Setelah usia Rasulullah Saw, menginjak empat belas tahun, terjadi
“Perang Fijr” antara suku Quraisy dan suku Kinanah pada suatu pihak dan
suku Qis Ilan di lain pihak. Peristiwa ini terjadi di “Nakhlah”, suatu tempat
suci yang tidak boleh dicemari dengan peperangan dan pertumpahan darah.
Rasulullah membantu pemannya dengan kaum Quraisy kalaulah tidak ada
perdamaian. Setelah Abdul Muthalib wafat, kota Makkah mengalami
kemudnuran, kehancuran terjadi diseluruh pelosok kota. Untuk
menanggulangi hal tersebut para pemuka Bani Hasyim, Bani Muthalib, Bani
69
Asad bin Uzza, Bani Zuhroh bin Kilab dan Bani Tamim bin Murrah
mengadakan musyawarah di rumah Abdullah bin Juda’an. Hasil musyawarah
tersebut adalah suatu kesepakatan berupa sumpah yang ada dalam sejarah
(fudhul), yang isinya adalah “Tidak seorangpun yang akan teraniaya di kota
Makkah baik oleh penduduk Makkah sendiri ataupun oleh orang lain. Barang
siapa teraniaya harus dibela bersama-sama”. (Amaly, 1986: 37).
Setelah dewasa, Rasulullah Saw berusaha hidup mandiri untuk
mencukupi kebutuhannya sendiri. Karena beliau dikenal sebagai pemuda yang
rajin dan jujur maka seorang janda bernama Khadijah binti Khuwalid, seorang
bangsawan dan pedagang kaya memberi kepercayaan untuk membawa barang
dagangannya ke negeri Syam. Perjalanan niaganya disertai oleh seorang
pembantu Khadijah yaitu Maisaroh. Beliau dipilih sebagai komisioner,
lantaran sifat-sifat Rasulullah Saw, kepercayaan, kejujuran dan sifat dan
pembawaannya baik, akhlak yang terpuji maka, oleh kaumnya beliau dikenal
sebagai “Al Amin” (orang yang terpercaya). Jual belinya sangat maju dan
mendapat keuntungan yang besar.
Bebera waktu setelah Rasulullah Saw pulang dari perjalanan ke negeri
Syam itu, datanglah lamaran dari Khadijah untuk menjadi suaminya.
Kemudian hal itu disampaikan kepada pamannya, Abbas bin Abu Thalib
setelah dicapai kesepakatan pernikahanpun dilangsungkan. Ketika itu
Rasulullah Saw berusia 25 tahun sedangkan Khadijah berusia 40 tahun.
Khadijah adalah istri pertamanya. Khadijah mendampingi Rasulullah Saw
dengan setia dan menyertainya. Dari perkawinan yang diberkati Allah SWT
70
tersebut, beliau dikaruniai empat orang putri dan dua orang putra, yaitu: 1.
Qasim, 2. Zaenab, 3. Ruqayyah, 4. Ummu Kulsum, 5. Fatimah, 6. Thayib.
Kedua putranya meninggal ketika masih kanak-kanak di masa Jahiliyah.
Ketika Rasulullah berusia 35 tahun, beliau diambil oleh orang Quraisy
unuk memperbaharui pembinaan Ka’bah. Ka’bah itu pernah terbakar dan
rusak pondasinya lantaran banjir. Ketika akan meletakkan “Hajrul Aswad”
ditempatnya semula, terjadi perselisihan. Orang-orang yang mulia yang boleh
meletakkan Hajrul Aswad itu di tempatnya semula. Perselisihan itu hampir
menimbulkan peperangan, dan dapat dihentikan oleh orang yang mula-mula
masuk dario pintu Bani Syaibah. Kiranya Muhammad orang yang mula-mula
masuk melalui pintu itu. Oleh karena itu Muhammad dipilih sebagai hakim
untuk menyelesaikan perselisihan mereka itu. Oleh Muhammad
dibentangkannya ridaknya yakni kain kudung penutup kepalanya dan
diletakkan Hajrul Aswad itu di atasnya, dan menyuruh tiap-tiap kabilah itu
mengambil ujung ridak itu, sehingga Hajrul Aswad itu terangkat sama tinggi
dengan tangan masing-masing kabilah itu dan meletakkan pada tempatnya
semula (Amali, 1986: 38-39).
Karim (1990: 55) berpendapat bahwa pengagungan Ka’bah sebagaimana
yang ditradisikan dikalangan muslim merupakan warisan dari suku-suku Arab,
masyarakat Arab yang pluralistik sepakat untuk menyucikan Ka’bah yang ada
di Mekah karena pada masa pras Islam terdapat 21 Ka’bah di semenanjung
Arab.
71
C. Kepribadian Rasulullah Saw
Rasulullah Saw, memiliki kepribadian yang terpuji. Hal itu tampak sejak
masih kanak-kanak samai dewasa sebelum diangkat sebagai Rasul Allah
SWT. Semasa kecil beliau terpelihara dari hal-hal yang tercela. Beliau
mendapatkan kemampuan berbahasa Arab yang baik. Beliau memiliki sifat
sidik, amanah, fathonah, sifat-sifat yang telah dimilikinya sebelum diutus
menjadi Rasul. Maka layaklah bila kemudian masyarakat memberi gelar
kepada beliau “Al-Amin” karena kejujuran dan kemuliaan akhlaknya. Beliau
juga selalu berkata dengan halus dan bersikap lemah lembut, serta orang yang
rajin dan suka bekerja keras. Beliaupun sering berdo’a memohon kepada Allah
SWT agar senantiasa diberiokan petunjuk dan terpelihara akhlaknya dari
perbuatan tercela (Shalabi, 1992: 352)
Al-Hasan bin Ali k.w. menceritakan bahwa: Husein (saudaranya)
berkata: “Aku bertanya kepada ayahku (Ali bin Abi Thalib) tentang perilaku
Nabi Saw pada shahabat-shahabatnya”. Ayahku berkata: “Rasulullah Saw
adalah orang yang bermuka manis, lembut budi pekertinya, tawadhu’ tidak
bengis, tiada kasar, tiada bersuara keras, tiada berlaku keji, tidak suka mencela
dan juga tiada kikir. Beliau membiarkan (tidak mencela) apa yang tidak
disenanginya. Beliau tidak menjadikan orang yang mengharapkan
(pertolongannya) menjadi putus asa, tiada pula menolak untuk itu. Beliau
tinggalkan dirinya dari tiga perkara, yaitu: dari perbantahan, menyobongkan
diri dan dari sesuatu yang tidak selayaknya.
72
Beliau tinggalkan orang lain dari tiga perkara, yaitu; beliau tidak
mencela seseorang, beliau tidak membuat malu orang dan beliau tidak mencari
keaiban orang. Beliau tidak bicara melainkan pada sesuatu yang diharapkan
ada baiknya. Beliau berbicara semua orang dimajlisnya tertunduk, seolah-olah
kepala mereka dihinggapi burung.
Bila beliau diam, barulah mereka berbicara. Mereka tidak ada yang
berbantahan kata di sisinya. Bila ada yang berbicara disisinya, mereka diam
memperhatikannya sampai beliau selesai (berbicara). Yang dipercakapkan
mereka disisinya adalah percakapan yang utama. Beliau tertawa terhadap apa
yang mereka tertawakan. Beliau merasa takjub terhadap apa yang mereka
herankan. Beliau sabar menghadapi orang asing dengan perkataan dan
permintaannya yang kasar (tidak senonoh), sehingga para shahabatshahabatnya
mengharapkan kedatangan orang asing seperti itu karena darinya
mendapatkan manfaat.
Belia bersabda: “Bila kalian melihat orang yang mencari kebutuhannya,
maka bantulah dia”. Beliau tidak mau menerima pujian orang keculai menurut
yang sepatutnya. Beliau juga tidak mau memutuskan pembicaraan seseorang,
kecuali orang itu melanggar batas. Apabila seseorang erbuat itu, maka
dipotongnya pembicaraan tersebut dengan melarangnya atau berdiri
(meninggalkan majlis)” (Tirmidzi, 1993: 279)
Demikian gambaran kepribadian Rasulullah Saw, yang sangat mulia dan
tawadlu’ dan kelemah lembutan. Dengan akhlaq karimah inilah, maka beliau
73
menjadi tauladan terbaik bagi umat muslim disegala tempat dan disegala
jaman.
D. Risalah Muhammad Saw
Allah SWT Rasulullah Saw untuk menyampaikan risalah kerasulannya.
Di dalam diri Muhammad Saw itu terdapat sifat-sifat basiah (alat indera) dan
sifat-sifat ma’nawi (bathin). Kedua sifat ini sudah mendarah daging dan sudah
menjadi tabiat bagi Muhammad Saw. Sejak mula pertama diberikan
kepadanya jiwa yang kuat, budi yang luhur, hati yang suci dan perasaan halus.
Diberikan kekuatan Bashirah (melihat dengan kemampuan bathin) untuk
menembus segala rintangan. Pemberian Allah SWT yang kedua adalah
kebenaran lidah, pikiran tajam, penglihatan jauh dari dosa, kejujuran, kesucian
hati, dan bersifat rahim kepada sesama manusia (Al-Abyadi, 1996: 33)
Manusia menerima hukum Allah SWT melalui medium yang dikenal
sebagai Risalah (kenabian). Misi yang diemban oleh para nabi adalah
menyampaikan firman Allah SWT kepada umat manusia, menda’wahkannya
dan menyebarkan ajaran-ajaran Alllah SWT serta melaksanakannya di dunia.
Hal ini berlanjut sampaidatangnya Nabi Muhammad Saw sebagai nabi terakhir
yang membimbing manusia menuju keselamatan. Bersumber dari misi risalah,
terdapat dua hal yang dapat diterima manusia; a) Al Qur’an (kitab suci dari
Allah SWT yang menjelaskan hukum-hukum-Nya),d an b) Pemberian suri
tauladan dan penafsiran yang benar dari kandungan Al Qur’an oleh Nabi
Muhammad Saw. Prinsip-prinsip yang luas, yang kehidupan manusia harus
74
berdasarkan kepanya, telah disebutkan dalam Al Qur’an. Nabi Muhammad
Saw telah menyusun model kehidupan Islam yang sesuai dengan firman
Allah, dengan praktis melaksanakan hukum Allah dan memberikan detaildetail
penting yang sangat diperlukan. Kombinasi kedaunya ini dalam
termologi Islam disebut sebagai syari’at; hukum tertinggi Islam (Hussain,
1996: 11)
Risalah Rasulullah Saw berisi ajaran Tauhid, kesamaan derajat diantara
manusia dan persaudaraan serta akhlak mulia. Setelah beliau menerima wahyu
pertama beliau kemudian melaksanakan da’wah. Pokok ajaran yang
disampaikan adalah Tauhid; meng-Esakan Allah SWT. Para penyembah
berhala diseru untuk meninggalkan berhala. Ajaran Anthropomorphisme, yaitu
suatu paham yang menyatakan Tuhan dapat menyerupai bentuk manusia
adalah ajaran yang keliru dan menyesatkan. Mereka diajak untuk
membersihkan segala macam bentuk kemusyrikan untuk meng-Esakan dan
menyembah hanya kepada Allah SWT. Beliau menyampaikan risalahnya di
kalangan bangsa Arab yang plural dan keras untuk mengajak merka kepada
kebaikan. Kepada pengikut Zoro Aster dari Persia yang menyakini bahwa
Tuhan itu ada dua, yaitu Ahriman; Tuhan kebaikan dan Ahura Mazda; Tuhan
kejahatan mereka diajak untuk meluruskan keyakinan yaitu hanya bertuhan
kepada Allah SWT. Bagi paham materialisme (menghambakan diri pada
materi/kebendaan) Hedonisme (mengejar kesenangan), sinkretisme (paham
yang mencampuradukkan agama menjadi satu). Areisme (keberadaan tuhan
ada dibenda patung, ataupun pohon besar) mereka diminta menyakini bahwa
75
selain Allah adalah makhluq. Semua yang ada adalah cipaan Allah Tuhan
Yang Maha sa. Kepada yang tidak bertuhan ditanamkan keyakinan bahwa
Tuhan itu ada. Firman Allah SWT, surat Al Baqarah ayat 163, menerangkan
ke-Esaan Tuhan:
Artinya: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada
Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang”. (Q.S. Al Baqarah: 163)
Ayat ini menjelaskan bahwa Tuhan yang berhak disembah hanyalah satu
yaitu Allah SWT. Menyekutukan Allah dengan sesuatu adalah dosa besar
yang tidak akan diampuni. Selain tauhid isi dakwah Rasulullah Saw dalam
mengemban risalahnya adalah masalah kesamaan derajat diantara manusia. Di
dalam pandangan Allah SWT manusia itu sama derajatnya yang melebihkan
seorang dari yang lain adalah ketaqwaannya. Firman Allah SWT dalam
Qur’an Surat Al Hujrat ayat 13:
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal”. (Q.S. Al Hujurat: 13)
Untuk memudahkan rislah langit masuk ke dalam hati orang, Rasulullah
Saw telah memilih orang-orang yang akan menuliskan dan membacakan
risalahnya. Untuk itu, beliau mengambil orang-orang yang mempunyai
pengetahuan tentang menulis dan membaca yang jujur dan dapat dipercaya.
Agar supaya jangan ada orang yang menyatakan bahwa risalah yang dibawa
76
Muhammad Saw adalah kutipan dari Kitab Taurat dan Injil;rislah langit yang
turun kepada nabi-nabi sebelumnya. Risalah ini ukan untul dilipat, tapi untuk
diketahui oleh sekalian orang karena ajarannya murni dari Allah SWT (Al-
Abyadi, 1996: 8).
E. Rasul yang Umi
Muhammad Saw, adalah seorang yatim-piatu yang tekun dalam
beribadat. Beliau adalah seorang yang buta huruf (umi) tidak pandai membaca
dan menulis, buktinya, setelah wahyu turun kepadanya, beliau mengambil
orang lain untuk menuliskan wahyu tersebut. Diantara mereka adalah Abu
Bakar Ash Sidik, Umar bin Khathab, Usman bin Affan, Ali bin Tholib, Zubair
bin Awwam, Ubaiya bin Ka’ab bin Qis, Zaid bin Tsabit, Muawiyah bin Abi
Sufyan, Muhammad bin Musalamah, Al Arqam bin Arqam, Aban bin Sa’id
bin Ash dan saudatanya Khalid bin Sa’id, Tsabit bin Qais, Hanzalah bin Rabi’,
Khalid bin Walid, Abdullah bin Arqam, Al Mughirah bin Suju’bah, Syurahbil
bin Hasanah. Diantara mereka itu yang paling banyak menulis ialah Zaid bin
Tsabit dan Muawiyah (Ibrahim, 1991: 31-32).
Bukti kedua yaitu ketika peristiwa perang Uhud, Abbas di Mekkah
pernah menulis sepucuk surat kepada Nabi Muhammad Saw. Dalam isi surat
tersebut memberitahukan bahwa orang Quraisy telah berkumpul dan mereka
ini akan keluar Abbas mengirimkan surat ini dibawa oleh seorang bani
Ghaffar. Ketika orang ini datang membawa surat dari Abbas lalu beliau
memanggil sekretarisnya ‘Ubaiya bin Ka’ab untuk membacakan suratnya.
77
Kalau sekiranya beliau bukan orang yang buta huruf, mengapa beliau
memanggil ‘Ubaiya unuk membacakan suratnya dari Abbas?
Bukti ketiga, yang disebutkan oleh ahli-ahli sejarah yaitu, pernah datang
utusan dari bani Tsaqif kepada Nabi Muhammad Saw, meeka meminta kepada
beliau supaya menulis sepucuk surat kepada mereka itu, yang berisikan
“Syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika masuk Islam”. Kata Nabi Saw,
“Tulislah olehmu apa-apa yang terasa olehmu, sudah itu berikan kepadaku”.
Dalam tulisannya itu, mereka menanyakan, “Apa boleh bagi mereka itu makan
riba dan berzina?”. Ali bin Abi Thalib tidak mau menulis (surat balasan dari
nabi) kepada mereka itu. Mereka minta kepada Khalid bin Walid Sa’id bin
Ash unuk menuliskannya. Kata Ali kepada Sa’id, “Tahukah tuan, apa yang
tuan tulis itu?”, kata Sa’id, “Aku tulis apa yang mereka katakan,” sedangkan
Rasulullah lebih mengerti dalam masalah ini. Pergilah mereka membawa surat
itu kepada Rasulullah Saw. Kata Nabi Saw, kepada orang yang membaca,
“Bacalah”. Tatkala berhenti pada riba’, kata Rasul, “Letakkan jarimu
diatasnya”. Maka orang yang membaca itu meletakjkan jarinya. Nabi
membacakan sepotong ayat yang berbunyi; “Hai orang-orang beriman,
bertakwalah kepada Llah dan tinggalkanlah riba”. Sesudah itu dihapusnya.
Diwaktu sampai pula kepada zina, diletakkannya pula tanggannya di atasnya,
seraya berkata: “Dan janganlah kamu menghampiri perzinahan”, Sudah itu
dihapusnya pula. Setelah itu nabi menyuruh mereka menulis sebagai naskah
untuk mereka.
78
Allah memilih Muhammad Saw, untuk menyampaikan risalah kerasulan.
Di dalam diri Muhammad itu terdapat sifat-sifat hasiah (alat indra) dan sifatsifat
ma’nawi (bathin). Kedua sifat ini sudah menjadi tabi’at bagi Muhammad
Saw. Sejak mula pertama diberikan kepdanya jiwa yang kluat, budi yang
luhur, hati yang suci dan perasaan halus. Diberikan kekuatan bashirah (melihat
dengan kemampuan bathin) untuk menembus segala rintangan. Lidahnya fasih
berkata-kata dan pikirannya tajam. Pemeberian Allah yang kedua ialah
kebenaran lidah. Kesucian hati, penglihatan yang jauh dari dosa, kejujuran,
hati yang pengasih dan bersifat rahim kepada sesama manusia (Ibrahim, 1991:
31-33).
Allah memilih seseorang yang buta huruf, tidak pandai membaca dan
menulis. Sungguh demikian, semua oprang tunduk dan patuh kepadanya,
mempercayai kerasulannya. Beliau sendirilah yang menafsirkan ayat Al
Qur’an yang berbunyi:
Artinya: “Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran)
sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu
kitab dengan tangan kananmu; andai kata (kamu pernah
membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang
mengingkari(mu)”. (Q.S. Al Ankabut: 48)
Nabi Muhammad Saw, telah memilih orang-orang yang akan
menuliskan dan yang akan membacakan risalahnya ini, guna untuk
mempermudah risalah langit ini masuk ke dalam hati menusia. Maka dari
itu beliau mengambil orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang
membaca dan menulis yang jujur dan dapat dipercaya, supaya jangan ada
orang yang mengatakan bahwa risalah yang dibawa oleh Muhammad ini
79
kutipan dari Kitab Injil dan Taurat; yaitu risalah yang turun kepada nabinabi
sebelumnya.
80
BAB IV
DAKWAH RASULULAH SAW
A. Turunnya Wahyu (Perintah Dakwah)
Kitabbullah Al Qur’anul Karim adalah wahyu yang diterima
Muhammad Saw dari Allah SWT dan diterima oleh kaum muslimin dari
Rasulnya. Al Qur’an adalah kitab agama bagi kaum muslimin. Didalam kitab
ini berhimpun semua agama langit, menuntun kehidupan umat manusia,
supaya mendapat keselamatan dunia akhirat. Al Qur’an merupakan kitab
samawi yang terakhir, yang bernilai mu’jizat guna menyempurnakan akidah
samawiyah umat muslim.
Wahyu Allah SWT (Al Qur’an) merupakan tanda kebenaran rasul
Saw, disamping merupakan bukti yang jelas atas kenabian dan kerasulannya.
Adapun mengenai turunnya Al Qur’an tersebut lewat perantara Aminus Sama’
(Malaikat Jibril a.s) dan turun kepada hati Nabi Muhammad secara berangsurangsur,
supaya dapat dihafal. Nur menembus alam, cahaya menyinari semesta
dan sampailah hidyah Allah SWT, kepada makhluk-Nya (Ibrahim, 1991: 29)
Tiga tahun sebelum mendapat wahyu, Muhammad Saw
mengasingkan diri dalam Gua Hira’ untuk beribadah selama Bulan Ramadhan.
Ketika usianya mencapai 40 tahun, beliau menerima wahyu pertama.
Permulaan wahyu itu turun pada Bulan Ramadhan. Beliau belum pernah
melihat di dalam mimpinya itu (di masa-masa sebelumnya) seperti apa yang
dilihatnya di waktu subuh (Boisard, 1980: 49).
81
Pertama kalinya wahyu; Al Qur’an dari Allah SWT turun adalah pada
awal tanggal 17 Ramadhan, bertepatan dengan tanggal 6 Agustus tahun 610M,
serta bertepatan pula dengan usia Nabi Muhammad Saw, yang ke 40 tahun.
Firman Allah dalam Qur’an Surat Al Anfal ayat 41 :
Artinya: “Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu
peroleh sebagai rampasan perang[613], Maka
Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, Kerabat rasul,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika
kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami
turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari
Furqaan, Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (CD Digital Qur’an
Inwordl2003)
Ayat ini menunjukkan; bertemunya dua pasukan, yakni kaum
muslimin dan orang-orang musyrik dalam perang Badar, terjadinya itu pada
tanggal 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah. Mengenai turunnya Al Qur’an
pada bulan Ramadhan ini berdasarkan nash yang jelas dalam kitab Allah
SWT. Firman Allah SW dalam Q.S. Al Baqarah ayat 185:
Artinya: “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa
di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di
bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan
Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka),
Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah
atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur”. (CD Digital Qur’an Inwordl2003)
82
Di usianya yang ke 40 tahun, Rasulullah Saw suka menjauhkan
dirinya dari pergaulan masyarakat dan gemar beribadah; bertahanut’s di Gua
Hira’ yang ada di lambung bukit Nur sebelah kiri jalan ke Arafah ± 15 meter
dari kota Makkah. Oleh karena beliau sangat prihatin melihat tingkah laku
kaumnya yang menyembah berhala, menyembelih hewan kurban unuk
memuliakannya. Mereka hidup dalam kebodohan dan kemusyrikan. Mereka
terpecah belah dan bermusuhan antar kelompok satu dengan yang lain. Ketika
beliau sedang beribadah di Gua Hira’ tiba-tiba datang Malaikat Jibril a.s
dengan membawa wahyu dari Allah SWT. Ia memeluk kemudian melepaskan
beliau. Demikian sampai terulang tiga kali, setiap kali Jibril a.s berkata:
“Bacalah!”, dan setiap kali pula beliau menjawab “Aku tidak bisa membaca”.
Kemudian pada kali yang ketiga Jibril a.s berkata kepada Rasulullah yaitu
Surat Al ‘Alaq ayat 1-5. Malaikat Jibril juga memberikan pelajaran: “Cara
memberikan kepada manusia kejalan yang lurus” dan memberikan pula
tuntunan kepada mereka untuk mengikuti agama yang benar dan lurus”,
Sebagaimana yang terkandung dalam Surat Al ‘Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran
kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya”. (CD Digital Qur’an Inwordl2003)
Kata Iqra’ dibacakan sampai tiga kali oleh Malaikat Jibril a.s, kepada
Muhammad dikarenakan beliau adalah “Ummy”. Dan bahwa yang
83
membawakan wahyu itu adalah Malaikat Jibril a.s, juga telah ditetapkan oleh
nash yang shahih dalam Al Qur’an, yakni, Firman Allah SWT:
Artinya: “Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam
hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di
antara orang-orang yang memberi peringatan,dengan
bahasa Arab yang jelas”. (CD Digital Qur’an Inwordl2003)
Sebelum wahyu itu turun, telah datang tanda-tanda dan isyarat,
wahyu telah dekat dan sebagai bukti kenabian untuk Rasul yang mulia. Bahwa
setiap mimpi Rasul Saw terjadi dalam kenyataan dan terbukti cocok, mimpi
benar (Arrul’ Yaa Ash haadiyah). Dan wahyu itupun sempat terputus selama
tiga tahun, karena itu Muhammad Saw menyiapkan diri untuk kembali
bertahanus, untuk mendapatkan kebenaran yang sebenarnya serta untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Demikianlah wahyu pertama dan
sekaligus turunya Al Qur’an yang permulaan (Nur, 1988: 20).
1. Penobatan Muhammad Saw menjadi Rasul
Riwayat Hidup Muhammad Saw, sebelum kenabian;
a) Baik dari lingkungan rumah tangga; lantaran semasa Muhammad
Saw, masih dalam kendungan ibunya 2 bulan, ayahnya meninggal
dunia dan semasa beliau berusia 6 bulan, ibunya meninggal dunia.
Kemudian beliau diasuh oleh kakek dan pamannya yang hanya
bersifat pengayoman, karena semasa kanak-kanak beliau tidak
mendapatkan pendidikan belajar melainkan mengikuti pemannya
berpergian (berdagang).
84
b) Baik dari lingkungan pendidikan sekolah, lantaran masa itu adalah
masa pra sejarah Islam (Jahiliyah), belum ada tata agama dan tata
masyarakat, yang ada masyarakat penyembah berhala-berhala.
c) Baik dari lingkungan masyarakat, lantaran beliau semasa belum
menerima keangkatan menjadi nabi dan rasul, beliau ‘Uzlah;
menjauhkan diri dari masyarakat di Gua Hira’ mengerjakan ibadah
kepada Allah SWT. Sampailah beliau menerima keangkatan menjadi
nabi dan rasul.
Meskipun Muhammad Saw tidak ada pendidikan dari lingkungan
tersebut, namun beliau tumbuh bertambah besar baik badan, akal maupun
peradabannya serta sempurna, sehingga dikenal oleh masyarakat penduduk
Makkah bahwa beliau “Orang terpercaya/Al Amin” (Amali, 1986: 40).
Sehingga jelaslah bahwa pendidikan Muhammad Saw, itu semata-mata
adalah pendidikan dari Tuhan Yang Maha Esa dan pemeliharanya secara
langsung.
Muhammad Saw dilahirkan ke dunia ini berbeda dengan kebanyakan
manusia biasa, perbedaannya antara lain:
a) Beliau orang yang sempurna, sedang umum manusia kurang
sempurna
b) Beliau meng-Esakan Tuhan Yang Maha Esa, sedang umum manusia
menyekutukan-Nya
c) Kepercayaannya benar, sedang umum manusia mengikuti anganangan.
85
d) Beliau mencetak atas kebaikan, sedang umum manusia bodoh
menyimpang dari kebaikan.
e) Beliau tumbuh dalam keadaan anak yatim-piatu, beliau hidup dalam
kemandirian, pekerja keras dan kesederhanaan serta tumbuh cinta
menyendiri, beribadah bermunajat kepada Alloh.
f) Akhlaq beliau adalah terbaik, beritanya jujur, dan kepercayaannya
yang terbesar. Pada pokoknya akhlaq beliau telah tercipta atas
perbuatan-perbuatan yang baik-baik, lagi tercetak atas praktikpraktik
yang baik pula. Oleh karena Allah telah melindungi beliau
sejak dari kecilnya dari pada segala perbuatan-perbuatan jahili yang
menyimpang dengan syari’at Islam yang dibawanya.
Dengan diturunkannya wahyu Allah SWT pertama adalah Surat Al
Alaq ayat 1-5, merupakan “Peresmian (Muhammad Saw) sebagai nabi dan
rasul Allah SWT”. Adapun tugas keangkatan kenabian dan kerisalahan
tercermin pada kandungan lima ayat, dalam wahyu yang pertama ini
adalah perbaikan agam, politik, sosial dan ekonomi yang sudah rusak,
diantaranya : (Amali, 1986: 46-47)
Yaitu ayat 1
Titah pemberantasan: “Buta Huruf” dengan tujuan untuk mengenal :
“Ada” Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Pencipta dan Pemelihara Alam
Semesta hak milik mutlak-Nya.
86
Ayat 2
Perbaikan: “Susunan masyarakat” dari “Susunan masyarakat Pra
Sejarah Islam” ke “Susunan masyarakat Islam” yang bentuk haluannya:
“Keadilan Sosial” yang menjamin “Syari’at Islam”. Sehingga jadilah ia
menjadi sebagai; “Dasar” yang resmi untuk; “Kehidupan Keagamaan” dan
“Kehidupan Keduniaan” bagi negara.
Ayat 3
Titah: “Ber-management”; bertatalaksana dalam cara memperoleh
dan menggunakan nikmat pemberian Allah, baik yang bersifat abstrak
maupun bersifat konkrit. Karena :
a) Sehubungan dengan alam semesta ini adalah: “Hak milik mutlak-Nya”,
maka pemberian nikmat kepada makhluk-Nya manusia adalah
merupakan hak milik kiasan/hak milik pertaruhan/hak milik amanat
Tuhan Yang Maha Esa/ sehingga cara memperoleh dan
mengenakannya wajar harus melalui saluran tata tertib hukumnya yaitu
“Halal dan Haram”. Jadi cara memperoleh dan mengenakan hak milik
kiasan itu tidak bebas sepenuhnya tunduk kepada kemauan seleranya,
rasa kepuasan “Hanya Aku”
b) Ketidak bebasannya itu sehubungan dengan nilai-nilai keseimbangan:
- Keseimbangan diantara : rasa dan rasia
- Keseimbangan diantara : kehidupan agama dan kehidupan
dunia
87
- Keseimbangan diantara : naluri hayati dan pembatasan
menurut syariat Islam
Ayat 4 : peraikan kebudayaan
a) Kebudayaan dalam lapangan kerohanian yang plural
b) Kebudayaan dalam lapangan kebendaan
Ayat 5 : mengadakan penyelidikan dalam bidang ilmu pengetahuan
Begitu pentingnya posisi ilmu pengetahuan, sehingga nabi mewajibkan
kita semua untuk mencari ilmu pengetahuan. Dalam haditsnya beliau
bersabda: “Mencari ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam laki-laki
dan perempuan” dan “Carilah ilmu sampai negeri Cina”
Selain menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, Islam juga sangat
menjunjung tinggi orang yang berilmu: Firman Allah SWT:
Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (CD
Digital Qur’an Inwordl2003)
Wahyu dari Allah SWT, sempat terputus selama tiga tahun.
Kemudian beliau dengan persediaan yang cukup mulai bertahanus di Gua
Hira’ untuk menyambung wahyu. Setelah Rasulullah Saw, menerima
wahyu pertama, surat Al ‘Alaq ayat 1-5 (peresmian kenabian dan
kerasulan Muhammad Saw), kemudian wahyu berikutnya adalah surat Al
88
Muddatstsir ayat 1-7; berdakwah menyiarkan agama Islam, yang
bunyinya:
Artinya : “Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu
berilah peringatan!, dan Tuhanmu agungkanlah!, dan
pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa
tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan
maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak, dan
untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah” (CD
Digital Qur’an Inwordl2003)
Pada wahyu yang kedua ini tersimpul: “Tema Da’wah Rasulullah
Saw” yang diperintahkan Allah SWT dalam garis besarnya sebagai
berikut; sikap berdakwah harus tegas dan tegak berdiri di atas yang benar.
1. Sikap berdakwah harus tegas dan tegak berdiri di atas yang benar
2. Pengakuan atas ke-Esaan dan Kekatan Tuhan Allah SWT
3. Memisahkan peribadatan dan pekerjaan hanya kepada Allah SWT
4. Kebersihan pakaian dari najis baik yang konkrit maupun yang abstrak
5. Tahan uji dari pada mala petaka/ujian yang menimpa pada dirinya
dalam melaksanakan perintah-perintah Tuhannya.
Dari dua wahyu tersebut di atas dapat diartikan sebagai berikut:
Bahwa “Agama” yang didakwahkan Rasulullah Saw, itu:
Pertama : Mengenai “Dasar-hidup”, yaitu ayat 1 surat Al ‘Alaq tersebut
segi agama (keyakinan dan kepercayaan “Ketuhanan Yang Maha Esa”).
Kedua : Mengenai cara-cara hidup bernegara dan bermasyarakat, segi
politik, sosial dan ekonomi, ayat 2 sampai ayat 4. Bagian kedua ini
dilaksanakan pelaksanaannya dalam dua tahap, yaitu :
89
1. Pembentukan “Pribadi muslim” sebagai unsur mutlak bagi
pembentukan masyarakat Islam di Madinah yang plural
2. Pembentukan “Masyarakat Islam” dari “Masyarakat Pra sejarah Islam”
melalui dasar “Syari’at Islam”
2. Pribadi muslim
Secara ringkas, adalah “Hak kepribadian seseorang, yait hukum
kemauan sendiri, hanya Aku” tunduk dan menyerah kepada perintah Allah
dan menjauhi diri dari pada larangan-Nya sebagai “Dasar hidup-nya
sehari-hari. Dalam membentuk pribadi muslim tidak ada unsur paksaan
dan menakut-nakuti karena telah jelas jalan benar dan jalan yang salah
dalam agama Islam. Apabila umat muslim benar-benar berkepribadian
Islam, maka kehidupan di dunia dan akhirat mendapat kebahagiaan.
Menurut Amali (1986: 56), organisasi dakwah Islamiyah Rasulullah
Saw meliputi:
1. Tujuan dakwah :
Pembentukan pribadi muslim ialah mengembalikan manusia kepada :
“Program perjanjian setia akan pengakuannya terhadap: Keesaan Allah
Tuhan Pencipta dan Pemeliharanya”. Dengan membentuk pribadi
muslim maka pembentukan masyarakat Islam dapat terlaksana; unsur
mutlak baginya.
2. Jangka waktu dakwah :
90
12 tahun 5 bulan 13 hari semasa Rasulullah Saw, di Makkah sejak
menerima keangkatan kenabian dan kerisalahan sampai hijrah ke
Madinah.
3. Metode dakwah :
a) Sehubungan dengan :
1) Agama Islam adalah agama fitrah
2) Memperhalus budi pekerti
3) Menyeru akan perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah
SWT
4) Mencegah segala perbuatan yang menjauhkan diri dari Allah
SWT
b) Sedangkan keadaan masa yang menjadi objek dakwah adalah :
1) Agama watsa; agama yang menyembah berhala-berhala
2) Budi pekertinya terikat oleh “Pengaruh kekuasaan” dan
“Kesombongan” yang menyebabkan perselisihan dan
pertempuran ditambah dengan iklimnya yang panas, maka
lantaran persoalan yang kecil bisa menjadi pertempuran.
3) Membunuh anak-anaknya karena takut kefakiran
4) Mengubur anak-anak perempuan karena takut aib (cacat
kehormatannya)
91
B. Dakwah Islam Periode Mekah
1. Proses Dakwah
a) Proses dakwah secara diam-diam
Mula-mula Rasulullah SAW mengajarkan islam atau berdakwah
di mekah secara diam-diam; sembunyi-sembunyi, dalam masa + 3
tahun. Mula-mula dakwah ditujukan kepada anggota keluarga maupun
kerabat terdekat (Dahlan, 1990 : 370)
Firman Allah SWT : Q.S.Asy-Syu’araa : 214:
Artinya: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu
yang terdekat” (CD Digital Qur’an Inwordl2003)
Setelah mendengar dakwah Rasulullah SAW, Abu Tholib
menyatakan tidak sanggup meninggalkan agama peninggalan nenek
moyang (penyembuhan terhadap berhala). Sejak peristiwa tersebut
islam menjadai bahan perbincangan disegala penjuru. Beberapa orang
ingin mengetahui apa sebenarnya agama islam itu. Sementara itu
tokoh-tokoh quraisy seperti Abu Lahab (Abdul Uzza) , Abu Jahal dan
Abu Soffyanselalu berusaha menghalangi masuknya agama islam yang
dibawa olwh beliau (Amali, 1986 : 60)
Rasulullah SAW memulai dakwahnya kepada orang-orang
yang diharapkan kepadanya kebaikan dari sanak kerabat terdekat.
Maka orang pertama yang beriman kepada Allah SWT sesuai apa yang
didakwahkanya, antara lain :
92
1. Kyhadijah (istri nabi Muhammad SAW); orang pertama yang yang
beriman atas kerosulan nabi Muhamad SAW.
2. Putri-putrinya ; Zaenab, Ruqayyah, Ummu Kultsun dan Fatimah
3. Saudara sepupunya; Ali bin abi tholib
4. Hamba sahayanya ; Zaid bin Haristsah, lalu dimerdekakan
5. Sahabat ; Abu Bakar bin Abi Qahafah ( namanya sebelum masuk
islam ) seorang pemuka terpandang dan saudagar kaya dan
dermawan.
6. Ustman bin Affan
7. Uzzubaer
8. Thalhah
9. Umar bin Yasir
10. Bilal bin Robah
11. Al Arqam bin Abil – Arqam ; pemilik rumah dilorong dekat
masya’ Aris-Shafa, yang digunakan sebagai tempat pendidikan
perkuliahan ; madrasah pertama dalam sejarah islam.
Selama Rasulullah SAW berdakwah diMekah beliau hanya
berperan sebagai rosul penyampai wahyu. Beliau menyeru orangperorang
. Jalanya dakwah sangat lambat, dari jumlah sedikit
orang- orang mekah.
Hanya beberapa orang saja yang berasal dari kelompok elit yang
memeluk agam islam (the ruling class) (Shiddiqi, 1996 : 84 )
b) Proses Dakwah terang-terang dalam masa dalam masa + 7 tahun.
93
Firman Allah : Q.S Al-Hijr : 94
Artinya : “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan
segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan
berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (CD
Digital Qur’an Inwordl2003)
Setelah turun ayat ini, Rasulullah SAW, menyampaikan
dakwahnya kepada seluruh lapisan masyarakat kota Mekah yang
pluralistik, dari golongan bangsawan sampai golongan budak serta
pendatang kota Mekah yang mempunyai agama berbeda dan berbagai
suku. Untuk berdakwah secara terang-terangan ini beliau mengamhil
bukit “shofa” sebagai tempat dakwahnya. Rasulullah SAW.
Menyampaikan dakwah dibukit Shofa selama dua kali, namun orangorang
banyak yang mendustakanya. Sebagian ada yang menerima dan
sebagian ada yang menolaknya dengan kasar.
Rasulullah SAW bersabda : “Selamatkan diri kalian dari bahaya
api neraka, sesungguhnya saya memberi peringatan kepada kalian dari
siksa yang pedih.” Dan Abu-Lahab menjawab : “Binasalah hai
Muhammad ! Adakah engkau mengumpulkan kami hanya untuk ini
saja ?
Sehubungan dengan hinaan Abu Lahap ini, maka turunlah surat
Al Lahab sebagai berikut :
Artinya: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya
Dia akan binasa, tidaklah berfaedah kepadanya harta
bendanya dan apa yang ia usahakan, kelak Dia akan
masuk ke dalam api yang bergejolak, dan (begitu pula)
94
istrinya, pembawa kayu bakar, yang di lehernya ada
tali dari sabut”. (CD Digital Qur’an Inwordl2003)
Sikap Rasulullah Saw, dalam dakwah Islam, meliputi; pertama,
tidak terdapat sikap pribadi yang menuju sifat yang berlebih-lebihan
dan memuji unuk kepentingan pribadinya dan gaya bicaranya simpatik
(dapat diterima), kedua, dan tidak terdapat sikap pribadi sifat
kemewah-mewahan menyebabkan orang terkejut dan mencegah akan
manusia yang lemah (Amali, 1986: 57)
Adapun yang disampaikan Rasullah Saw, dalam dakwahnya
adalah ajaran islam, antara lain:
a) mengajak manusia hanya menyembah Allah SWT dan
meninggalkan kepercayaan menyembah berhala
b) Mengajar tetang adanya hari kaimat; hari pertanggung jawaban
semua masnuai atas semua perbuatannya
c) Mengajarkan akhlaq yang terpuji serta menjauhkan diri dari
perbuatan tercela
d) Mengajarkan persamaan derajat diantara manusia, karena pada
umumnya derajat manusia di mata Allah SWT itu sama
pembedanya adalah iman dan taqwa
Pada waktu itu orang-orang Islam di Makkah jumlahnya masih
sedikit. Agama Islam dianggap sebagai ancaman oleh suku Quraisy
(suku bangsa Arab yang terpandang dan terhormat di Makkah), karena
mereka menolak ajaran yang dibawa Rasulullah Saw. Banyaknya
95
penolakan yang dilakukan dengan kekerasan. Dakwah Islamiyah di
Makkah oleh Rasulullah Saw adlah perjalanan dan perjuangan yang
berat karena bermula membentuk manusia-manusia muslm pertama
yang merupakan minoritas tertindas dan membutuhkan bimbingan
moral, dan bukan perundang-undangan sosial yang mereka tidak dapat
menerapkannya, akan tetapi usaha keras atas penolakan ajaran Islam
tidak menyurutkan dakwah Islamiyah oleh Rasulullah Saw (Sjadzali,
1990: 8).
2. Hambatan-hambatan dakwah
Sehubungan dengan semakin banyaknya orang di Mekah yang
masuk Islam, karena rasa ketertarikan dengan akhlaqul karimah yang
diajarkan Islam, persamaan dan persaudaraan yang tulus serta
prikemanusiaan, mereka (kaum Quraisy) memakai jalan kekerasan untuk
menghalangi dakwah Rasulullah. Apalagi ketika mereka melihat
Rasululllah Saw, giat berdakwah selain itu mereka juga melakukan
penangkapan dan penyiksaan.
Bilal bin Robah merupakan orang yang mendapat siksaan yang
kejam, dengan cara diikat, dijemur (panas matahari), dadanya ditindih
dengan batu besar dan dicambuk. Shahabat yang lain adalah Usman bin
Mazam dipukul kepalanya sehingga matanya rusak sebelah. Meskipun
demikian hal ini tidak menjadikan surutnya kaum muslimin untuk
betdakwah mereka menyadari bahwa ajaran Rasululllah Saw adalah benar
dan kemudian Islam sehingga pengikut-pengikutnya semakin bertambah
96
banyak. Dan prospek dakwah Rasululllah Saw adalah dengan
menyelenyapkan penyembahan terhadap material (berhala-berhala)
akibatnya timbul permasalahan (tuntunan), antara lain (Amali: 1986: 56-
67)
a) Tuntutan supaya Rasululllah Saw menghentikan celaan terhadap
tuhan-tuhan mereka (berhala) dan menghentikan mencaci nenek
moyangnya tuntutan ini dilakukan dengan pergi kepada paman
Rasululllah Saw, Abu Thalib, pelindungnya namun tuntutan mereka
ditolak oleh Abi Tholib dnegan bijaksana. Dan Rasululllah Saw terus
berdakwah.
b) Mengajukan protes atas kelangsungan Rasululllah Saw dalam
berdakwah dengan pergi kepada Abu Thalib kedua kalinya karena
sikap Rasululllah Saw yang tidak ada perubahn dan terus berdakwah
mereka berkata: “Kami tidak sabar lagi mendengar dakwah Rasululllah
Saw” Abu Thalib tidak menghentikan proses dakwah Rasululllah Saw
c) Mereka mengajukan protes ke tiga kalinya dengan membawa pemuda
bernama Umar bin Alwalid kepada Abu Thalib sebagai pengganti
Rasululllah Saw (hendak mereka bunuh) tuntutan ini tetap ditolak Abu
Thalib.
d) Mereka datang lagi kepada Abu Thalib untuk memilih tiga alternatif
yang harus dipilih Rasululllah Saw antara lain:
1) Jika terdapat padanya penyakit urat saraf, mereka bersedia
membiaya semua ongkos pengobatan dan perawatan
97
2) Jika ia suka harta benda mereka akan kumpulkan baginya
secukupnya
3) Jika ia suka kedudukan (tahta) maka akan diangkat menjadi kepala
pemerintahan dan mereka memiliki hak persoalan menjadi hak
miliknya
Sehubungan dengan ketuguhan dan ketegasan sikap Rasululllah
Saw secara perwira dan kesatria maka Abu Thalib mempersilahkan beliau
terus berdakwah menurut kehendaknya.
Diantara orang-orang yang menghalangi dakwah Rasululllah Saw
antar lain; pertama, Abu Jahal, Amran bin Hisyam bin Al Mughirah, Al
magzumi Al Quraisy (pelopor pembunuh Rasululllah Saw) dia berusaha
membunuh Rasululllah Saw dengan menghancurkan kepalanya dengan
batu besar ketika beliau sujud dalam shalatnya namun usaha gagal karena
Allah SWT senantiasa melindungi Rasululllah Saw dengan mengutus
Malaikat Jibril a.s yangberubah menyerupai Onta, dengan berusaha
mengikis batu yang akan jatuh di kepala Rasululllah Saw dan masih
banyak lagi perbuatan Abu Jahal yang menyakiti hati Rasululllah Saw
ketika hendak mengerjakan shalat di Baitullah. Sehubungan dengan
kesombongan Abu jahal terpengaruh dunianya maka turunlah surat Al
‘Alaq ayat 15-19 yang berbunyi:
Artinya: “Ketahuilah, sungguh jika Dia tidak berhenti (berbuat demikian)
niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang
yang mendustakan lagi durhaka, Maka Biarlah Dia memanggil
golongannya (untuk menolongnya), kelak Kami akan
memanggil Malaikat Zabaniyah, sekali-kali jangan, janganlah
98
kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu
kepada Tuhan).” (CD Digital Qur’an Inwordl2003)
Kedua, Abu Lahab bin Abdul Muthalib (paman Rasululllah Saw)
ia lebih sangat membeci Rasululllah Saw, layaknya bukan famili ia senang
sekali melempari kotoran-kotoran ke pintu rumah Rasululllah Saw,
demikian istrinya Ummu Jamil bin Haib bin Ummayyah tukang menyebar
fitnah.
Ketiga, Aqobah bin Mu’itah orang yang telah meludahi wajah
Rasululllah Saw, sehubungan dengan itu turunlah wahyu Allah Surat Al
Furqan 27-29 yang berbunyi:
Artinya: “Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim
menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai
kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama
Rasul", kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu)
tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku),
Sesungguhnya Dia telah menyesatkan aku dari Al Quran
ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. dan adalah
syaitan itu tidak mau menolong manusia”. (CD Digital
Qur’an Inwordl2003)
Keempat, Golongan yang suka mencemooh antara lain Al Ashy bin
Wail Assahmi Al Quraisy, Ayah Amrun bin Al Ash, dia juga membenci
Rasulullah Saw, saya berkata “Muhammad penipu teman-temannya bahwa
sannya mereka akan hidup kebali sesudah mati, demi Allah tidak ada yang
membinasakan kita melainkan massa”. Keyakinan ini dibalas oleh Allah
yang berbunyi;
Artinya: “Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah
kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan
99
tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa",
dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan
tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga
saja”. (CD Digital Qur’an Inwordl2003)
Selin empat orang tersebut di atas masih banyak lagi penghalang
dakwah Rasulullah Saw, antara lain: Al Ashwaf bin Abdi Yaghuts,
Assuhri Al Quraisy dari bani Suhrah, paman-paman Rasulullah Saw, dari
ibu, Al Aswad bin Abdul Muthalib A Asadi anak perempuan ibu
Khadjijah Al Walid bi Al Mughirah paman Abu Jahal, dan An Hadr bin Al
Harits Al Abdary dari Bany ‘Abdid dari bin Qushaqy.
Demikianlah orang-orang yang menghalangi dakwah Rasulullah
Saw, mereka mengharuskan kepada tiap suku mengambil penangkapan
terhadap famili-famili yang masuk Islam dengan penyiksaan yang keji.
Mereka dihadapkan pada dua pilihan yakni mati atau ingkar pada
Rasulullah Saw. Dan selain shabat Bilal bin Robah ada Amr bin Yasir
beserta keluarganya yang dibakar hingga meninggal dunia lantaran tidak
mau ingkar kepada Rasulullah Saw (Amali, 1986: 69-75).
3. Hijrah ke Abbesinia
Abbesina adalah wilayah terpencil yang dijadikan ruang dakwah
Islam sementara oleh Rasulullah Saw. Di Abbesinia terdapat perbedaan
agama yang jelas, karena sebelum masuknya agama Islam sudah terdapat
agama Masehi dan agama Yahudi yang dianut oleh suku-suku bangsa.
Oleh karena tidak tahan lagi tinggal di Makkah dengan tidakan
kaum Quraisy semakin kejam, maka Rasulullah Saw, mengintruksikan
100
kepada para pengikutnya supaya pindah untuk mengungsi di daerah
Abessinia, (Habsy); suatu kerajaan Kristen du Afrika, pada tahun ke lima
Bi’tsah (masa diutusnya menjadi nabi). Rasulullah Saw, mengetahui
bahwa Raja Negus (Abessinia), suka menerima pengungsi, luas fahamnya
dalam agama, maka 12 orang pria dan 5 orang wanita hijrah ek sana,
sementara Rasulullah tetap berada di Mekkah. Diantara sahabat Usman bin
Affan dan istrinya Ruqayyah binti Rasulullah. Selama 3 bulan hijrah
mereka kembali ke Makkah, karena merasa sengsara dan tidak betah
disamping bilangan mereka jumlahnya sedikit (Al Abyadi, 1992: 13).
Kesabaran dan ketabahan hati Rasulullah Saw, dan para
pengikutnya telah membuahkan hasil. Pada tahun ke V ini dua orang besar
Quraisy yang kekuatan pengaruhnya dan keperwiraannya Masyhur di
lingkungan kaum Quraisy dan dilingkungan Qabilah-Qabilah bangsa Arab,
keduanya masuk Islam. Pertama sahabat Hamzah bin Abdul Muthalib
kemudian menyusul sahabat Umar bin Khatab (Al Abyadi, 1992: 13).
101
Sebab-sebab Islamnya:
1) Hamzah bin Abdul Muthalib adalah sebab ia dicela oleh seorang
wanita hamba sahaya (jahiliyah), karena kemenakannya Rasulullah
Saw dicerca dan kepalanya ditaburi debu oleh Abu Jahal tetapi tidak
ada unsur balas dendam dari Rasulullah Saw. Karena itulah, hamzah
mengajar Abu jahal dengan tidak peduli pada siapapun ia memukul
kepada Abu Jahal dengan Busur panah (luka) seraya berkata:
“Bagaimana engkau dapat mencaci-caci Muhammad sedang saya
menganut agama-nya”.
2) Umar bin Khatab, sebab do’a Rasululah Saw, yaitu “Allaihum ma
a’izzil Islam bin Umara”, (semoga Allah SWT memberikan
kemenangan kepada Islam sebab Umar)”. Sejak Umar bin Khathab
masuk Islam kaum muslimin menjadi kuat, sehingga tekanan orangorang
Quraisy semakin ganas. Dan ia menjadi pahlawan dan pembela
Islam yang gigih.
Pada tahun ke VII Bi’tsah terjadi pemblokiran kepada Rasulullah
Saw beserta pengikutnya, yang menjadi suatu problem yang serius. Untuk
itu mereka sepakat musyawarah dengan hasil putusan membuat “Piagam
Perjanjian pemblokiran”, kepada orang Islam maupun orang kafir serta
Bani Hasyim agar Islam tidak berkembang. Piagam tersebut diletakkan di
tempat yang teraman (di dalam Ka’bah dan digantungkan).
Setelah itu piagam tersebut diberikan kepada Abi Thalib, kemudian
dia mengadakan kebijaksanaan, supaya seluruh orang Islam ataupun non
102
Islam harus masuk ke Syi’ib bani Hasyim agar kemanan dan kesatuannya
terjamin. Tetapi kaum musyrikin Quraisy tidak akan menerima
perdamaian terkecuali Muhammad diserahkan kepada mereka untuk
dibunuh. Sehingga pada tahun ke VII sampai dengan tahun ke X Bi’tsah
Rasulullah Saw beserta pengikutnya keluar dari pemblokiran di Syi’ib
lantaran piagam tersebut sudah habis dimakan rayap selain nama-nama
Allah SWT, beliau marah atas perbuatan yang tidak berperikemanusiaan
itu. Dan sebagai biang keladi pemblokiran adalah Hasyim bin ‘Amrin bin
Al Harits Al ‘Amiri.
Pada tahun ke VII bi’tsah, untuk kedua kalinya Rasulullah beserta
pengikutnya hijrah ke Abesinia (kembali megungsi) dengan diikuti oleh 83
orang pria dan 19 orang wanita yang dipimpin oleh Ja’far bin Abi Thalib.
Oleh sebab –penganiayaan yang bertambah ganas, orang-orang dilembah
syi’ib sampai memakan daun-dauanan dan di luar syi’ib ditangkap dan
disiksa dengan keji. Mereka kembali hijrah dengan sembunyi-sembunyi
dan kebanyakan mereka bermukim di daerah Abessinia.
Setelah kaum Quraisy mengetahui kepindahan orang-orang Islam
ke Abessina, maka mereka mengutus dua orang yaitu: “Amrun bin Al
Ash” dan Imran bin Al Walid”. Keduanya mengajukan tuntutan kepada
Raja Negus untuk mengembalikan Rasulullah Saw, dan pengikutnya ke
Makkah. Namun tuntutan mereka ditolak oleh Negus karena dia sudah
mendapat keterangan yang jelas tentang fakta Agama Islam dari ketua
romboangan pengungsi di daerahnya yaitu Ja’far bin Abi Thalib.
103
Kemudian kedua orang utusan itu diusir serta dia dan pendetanya masuk
Islam di tangan Ja’far. Setelah itu Raja Negus meninggal dunia dan
Rasulullah Saw, kemudian melakukan “Shalat Ghaib” atasnya (ketika
beliau mendapat berita kewafatan Negus dari Malaikat Jibril a.s)
Sebelum Rasulullah Saw, melanjutkan hijrah ke Madinah ada
sebanyak 33 orang pria dan 8 orang wanita pulang ke Makakh, karena
tidak tahan dengan penganiayaan-penganiayaan yang terjadi. Pada tahun
612 M atau tahun ke VII Bi’tsah, mereka melakukan pemblokiran terahdap
umat Islam selama 3 tahun, tetapi usaha kaum Quraisy untuk menumpas
perkembanagn Islam semuanya gagal. Atas bantuan Zuhair bin Umayyah
pemblokiran itu dihentikan.
Dan setelah masa pemblokiran problem yang terjadi yaitu wafatnya
Ibu Khadijah; istri Rasulullah Saw, sekaligus orang yang berjasa kepada
Rasulullah dan perkembangan Islam. Beliau meninggal pada bulan
Zulhijah tahun ke IX Bi’tsah, kemudian tahun itu disebut “Amul Husni
(tahun duka cita)”
Beliau meninggal dari Syi’ib berselang dan sebelum hijrah ke
Madinah, 3 tahun lagi meninggal dunia. Dan sesudah satu bulan wafatnya
ibu Khadijah kemudian Abi Thalib meninggal dunia pada bulan Muharam
tahun ke X Bi’tsah. Setelah ibu Khadijah dan Abi Thalib wafat, tekanan
kaum musyrikin Quraisy terhadap umat Islam semakin berat. Rasulullah
Saw bserta pengikutnya hiojrah ke Thaif untuk berdakwah Bani Tshaqif
dan mencari dukungan selama satu bulan di samping untuk menenangkan
104
pikiran. Namun, yang diperoleh hanyalah penghinaan dengan
melemparkan batu-batu kecil; menentang dakwah Rasulullah Saw. Selain
itu Bani Tshaqif juga melakukan demonstrasi dalam memojokkan
Rasulullah Saw dan para pengikutnya.
Sehubungan dengan peristiwa di atas maka malaikat penjaga bukitbukit
Makkah mendatangi Rasulullah Saw, untuk menawarkan bantuan,
akan tetapi tawaran tersebut tidak diterimanya karena beliau selalu
mengampuni dan mendoakan (memohonkan ampunan kepada Allah)
terhadap umat yang biadab (Al Abyadi, 1992: 14).
4. Peristiwa Isra’ Mi’jraj
Pada tanggal 27 Rajab tahun ke XI dari kenabian (621 M)
Rasulullah Saw melakukan Isra’ dan Mi’raj. Sehubungan dengan masa
perjuangan dakwah Islam yang masih membutuhkan waktu lama dan
ketekunan, sedangkan reaksi musuh semakin bertambah kejam, maka
Allah SWT mengijinkan Rasulullah Saw untuk “Isra” dan “Mi’raj”. 10
tahun Rasulullah Saw memperjuangkan “Pola dasar pembangunan garis
besar haluan negara” bersumber Al-Quran, yaitu pembentukan: “Pribadi
Muslim” di Mekah unsur mutlak bagi pembentukan “ Masyarakat Islam”
di Madinah.
a) Isra’ ialah perjalanan Rasulullah Saw diwaktu malam hari dari masjidil
haram di Mekah ke masjidil Aqsha di Palestina. Setibanya beliau di
masjidil Aqsha bertemu dengan Nabi-nabi dan Rosul-rosul
pendahulunya. Disana mereka menyambut kedatangan beliau sebagai
105
Nabi terakhir. Kemudian mereka berjamaah sholat yang diimami oleh
beliau sendiri.
1) Thoybah (Madinah), tempat beliau akan hijrah dari mekah di
kemudian kemudian hari untuk melanjukan kewajiban sebagai
Rasulullah (berdakwah). Dari sanalah cahaya Islam akan
memancarkan ke seluruh pelosok permukaan bumi.
2) Madyat, tempat dimana ayah beliau; Abdullah meninggal dunia
dalam perjalanan pulang dari Syam kembali ke Mekah.
3) Thursina, bukit terkenal dekat negeri Syam, di bukit ini Nabi Musa
a.s bermunajat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
4) Baetil- Lahmi, dekat baetil-Naqdis (masjidil Aqsha), tempat
kelahiran Nabi Isa as (Tanpa bidan).
Dalam perjalanannya, beliau juga mendapat pengetahuan
tentang perlambang dari pada keanekaragaman jenis siksaan atas umat
sesuai dengan dosa yang diperbuat semasa hidup, serta tentang
perlambang daripada godaan iblis yang menyesatkan manusia. Berkat
sebelum Isra’ Beliu mendapat operasi mental di dadanya, setelah
hatinya suci dari darah hitam (bagian setan) kemudian diisikan padany
hikmah keimanan oleh malaikat Jibril ز a.s yang dibantu oleh malaikat
Mikail a.s, sehingga hati beliu penuh dengan ketabahan, keyakinan,
pengetahuan, dan berserah diri terhadap Kholiq-Nya Allah SWT;
kemudian cap kenabian di belikatnya yang berbunyi “ Khatamun-
Nabiyyin ( Penutup Nabi-nabi) (Amali; 1986:90)
106
b) Mi’raj ialah Rasulullah Saw, naik kealam atas tingkat IX (Mustawa),
ditingkat ke VIII, dibawahnya (Muntaha), diatasnya tingkat X (Arasy,
Luasnya tujuh lapis langit dan bumi). Sungguh Betapa besar kekuasaan
Tuhan YME, Allah SWT.
Jarak jauh dari alam bawah kealam atas di dalam Al-Quran:
jarak jauh langit dan bumi: Surat Assajdah ayat 5 : 1000 tahun jarak
jauh dari alam bawah kesisi serambi Arasy: surat Al-Ma’arif ayat 4 :
50.000 Tahun .
Setelah Rasulullah menjadi imam sholat tersebut diatas,
kemudian Beliau mendapat suguhan 3 jenis minuman; Air, Arak, Susu.
Dan diambilah Susu sebagai minumannya, sebagai perlambang agama
Fithrah yaitu agama Islam. Susu merupakan minuman yang
mengandung gizi bernilai tinggi, demikian dengan agama Islam
merupakan bahan makanan rohani yang mengandung keimanan yang
tinggi nilainya.
Rasulullah Saw sesampainya dialam atas VIII (sidratil
Muntaha) Mi’raj dari alam bawah (Masjidil Aqsha) disertai malaikat
Jibril a.s. dan beliau terus Mi’raj kealam atas IX (Muntawa) tanpa
disertai malaikat Jibril a.s. di sanalah beliau menerima kewajiban
sholat 5 waktu.
Semua sholat 5 waktu di wajibkan 100 reekaat, 5 waktu = 20
rekaat tiap-tiap waktu, kemudian mendapat keringanan menjadi 17
rekaat yaitu: 2 rekaat sholat Shubuh, 4 rekaat sholat zhuhur, 4 rekaat
107
sholat Ashar, 3 rekaat sholat Magrib, dan 4 rekaat sholat Isya’. Berarti
umat muslim Rasulullah Saw mohon keringanan 83 rekaat keringanan
ini berkat nasehat Nabi Musa a.s bahwa umatnya tidak akan kuat
mengerjakan 100 rekaat dalam sholat, sebaiknyalah memohon
keringanan kepada Allah SWT. Kemudian Rasulullah Saw mohon
keringanan dan permohonannyapun dikabulkan; seperti yang tersebut
diatas. (Amali 1986:96)
Peristiwa besar Isra’ dan Mi’raj kebanyakan orang tidak
mempercayainya kecuali abu bakar “As-Shiddiq”; orang yang
membenarkan; gelar dari Rasulullah Saw. Sedang fungsi dari sholat
ialah meninggikan derajat naluri hayati/ selera/ nafsu dari derajad
kehewanan ternak (rasa kepuasan/ rakus) dan kehewanan buas (hanya
aku/ kesombongan) ke derajad manusia yang sempurna “manusia
Yang Taqwa kepada Allah SWT” selain sholat lima waktu juga
diwajibkan atas umat muslim untuk mengerjakan puasa, zakat, dan
ibadah haji (bagi yang mampu).
Sebab terjadinya Isra’ dan Mi’raj meliputi beberapa aspek antara
lain:
a) Sepanjang masa 10 tahun Saw, memperjuangkan “pola dasar
pengembangan garis besar haluan negara bersumber Al-Quran” yaitu
pembentukan “Pribadi Muslim” dimekah yang absolut bagi
pembentukan: “ masyarakat Islam” di Madinah. Kemudian beliau
senantiasa mendapat reaksi dari kaum Musyrikin Quraisy yang sengit
108
dan menyakitkan hati, terlebih setelah wafatnya dua orang yang
disegani; Ibu Khadijah (Istri Beliau) dan Abi Tholib (Paman Beliau).
b) Sehubungan pula dengan masa pejuangan dakwah Islam masih
membutuhkan waktu lama dan ketekunan, sedangkan reaksi dari
musuh semakin hari semakin bertambah sengit, maka atas idzin Allah
SWT beliau mengerjakan “Isra’ dan Mi’raj”, demi untuk memperkebal
dan memperteguh hati Beliu dalam menghadapi reaksi musuhmusuhnya.
Dari Isra’ dan Mi’raj ini, Beliau akan mendapatkan kesankesan
yang bermanfaat bagi perjuangannya, yaitu bahwa “kenyataan
bukti-bukti keesaan dan kekuasaan Tuhan yang mengutus beliau itu,
beliau dapat membuktikan dengan mata kepala sendiri dan Alam
Ghoib dan Alam Atas, betapa Agung-Nya.
c) Beliau akan menerima kewajiban sholat lima waktu di Mustawa
langsung dari Tuhan Yang Maha Esa Allah Swt. Yang fungsinya
merupakan: “Pendidikan batin/ jiwa”
5. Upaya Rasullullah dalam memperbaiki organisasi dakwah sebelum hijrah
ke Madinah
Berdakwah di luar kota Mekah; di Pasar Tahunan, Pasar ‘ukazhah
2 tahun Arap dengan mendatangi Pasar Tahunan; Pasar ‘Ukazhah.
Kebijakan itu diambil sehubungan dengan berdakwah di dalam kota
Mekah selam 7 tahun mendapat reaksi: “kebencian, hinaan, dan cacimaki.
Di Pasar ‘Ukazhah Rasulullah memperlihatkan diri sebagi utusan Allah
SWT secara jantan, perwira dan keras, yaitu dari kabilah bani Tsaqif dan
109
kabilah bani Hanifah yang merupakan kesatuan dari Musoelamah orang
dari negeri Yamamah yang mengaku bahwa dirinya adalah utusan Allah
SWT. Bahwa ia mengirim surat kepada Rasulullah Saw, yang isinya
sebagi berikut:
Dari Musoelamah Rasulullah kepada Muhammad Rasulullah.
Kemudian, sesungguhnya saya itu bersekutu dalam persoalan ini bersama
anda dan sesungguhnya bagi kami adalah separuh bagian (Tanah Jazirah
Arab). Bangsa Quraisy tidak ada sekelompokpun yang adil.
Jawaban Rasulullah Saw: Dari Muhammad Rasulullah Saw,
kepada Musoelamah Pembohong
Semoga kesejahteraan Allah SWT dilimpahkan atas orang-orang
yang menganut petunjuk-Nya. Kemudian sesungguhnya bumi itu mutlak
hak milik Allah, Allahlah yang mewariskan kepada siapa yang di
kehendaki-Nya daripada hamba-hamba-Nya dan kesan yang baik itu bagi
orang-orang yang bertaqwa.
Adapun kabilah yang sopan terhadap da’wah Rasulullah Saw, ialah
kabilah Bani Syaebah, dengan empat orang pemimpin, yaitu Mafrud bin
Amrin, Hani bin Qabisnah Al Mutsana bin Garitsah dan An Nu’man bin
Syarik.
Demikianlah sikap Rasulullah Saw, yang senantiasa tidak pernah
membalas perbuatan-perbuatan biadab dalam berdakwah, akan tetapi
beliau selalu mendoakannya. Di pasar Ukazah selain unuk berdakwah juga
sebagai tempat dalam menyiapkan pertahanan unuk hijrah ke Madinah.
110
Langkah-langkah startegi yang dilakukan Rasulullah Saw unuk hijrah ke
Madinah antara lain:
a) Fase pertama, penentuan sasaran dan target untuk masa waktu tertentu
b) Fase kedua, perentuan sarang unuk merealisasikan sasaran yang lebih
tepat
c) Fase ke tiga, pengeluaran keputusan yang menjamin terpacainya
sasaran dakwah
d) Fase keempat, pemeriksaan kembali langkah-langkah yang disusun
C. Dakwah Islam Periode Madinah
1. Peristiwa Bai’at Aqabah I dan Ke II
Pada tahun ke XI dari permulaan kenabian (bitsah), merupakan
suatu peristiwa yang tampaknya sederhana, tetapi yang merupakan titik
awal lahirnya suatu era baru bagi Islam dan juga bagi dunia. Yaitu
perjumpaan Rasulullah Saw. Dengan enam oranga dari kabilah/suku
khazraj, yathrib (Madinah) di “Aqabah Mina” yang datang ke mekkah
untuk ibadah haji. Secara bersama-sama mereka masuk ke “Aqabah
Syi’ib” yang dekat dengan Aqabah Mina, dan sebagai hasil perjumpaan
itu, enam tamu dari yathrib itu masuk Islam dengan memberikan kesaksian
bahwa “Tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan
Allah”.
Sebab lain dari masuknya Islam ke enam orang itu dalah
sehubungan dengan mereka adalah penduduk Yathrib, yang mana mereka
111
bertetangga dengan orang-orang yahudi; yang kerap kali mereka
menerangkan sifat-sifat Nabi terakhir yang akan datang. Kemudian mereka
melihat sifat-sifat itu; akhlaq yang terpuji dan selalu terpelihara serta
menjadi panutan terbaik, serupa dengan sifat-sifat Nabi Muhammad Saw
yang mereka temui. Sementara itu kepada Nabi mereka menyatakan
bahwa kehidupan di yathrib selalu dicekam oleh permasalahan yakni
permusuhan antar golongan dan antar suku khususnya khazraj dengan
suku Aus. Harapan merka adalah semoga Allah mempersatukannya
melalui Nabi, dan mereka juga berjanji kepada Nabi akan mengajak
penduduk yathrib untuk masuk Islam.
Pada musim haji tahun berikutnya, tahun ke XII bi’tsah dua belas
orang laki-laki penduduk yathrib; 10 orang dari kabilah khazraj dan 2
orang dari kjabilah Aus, datang menemui Nabi ditempat yanga sama di
bukit Aqabah dan berkumpul di Aqabah Syi’ib. mereka menerima dakwah
Rasulullah Muhammad Saw. Kemudian mereka berbai’at (berjanji kepada
Nabi bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah, tidak akan
mencuri, tidak akan berbuat zina, tdak akan berbohong dan tidak akan
mengkhianati Nabi serta menjauhi perbuatan kebathilan/ kemungkaran
lainnya. Kedua belas orang yang masuk Islam ini adalah merupakan “Bibit
Anshar”dan kemudian Rasulullah Saw mengatakan bahwa jika bai’at ini
dilaksanakan maka surga sebagai imbalanya, dan jika mengingkarinya
maka siksa neraka adalah balasannya dan apalagi Allah menghendaki
memberikan Ampunan niscayalah ysng diterima itu terlepas dari pada
112
siksaan “Bai’at ini dikenal dalam sejarah sebagai “Bai’at Aqabah Pertama”
(Sjadzali, 1990: 8)
Kemudian pada tahun ke XIII bi’sah, musim haji berikutnya
sebanyak 73 orang penduduk Yathrib ; 62 orang dari kabilah khazraj dan
11 Orang dari kabilah Aus yang diantaranya terdapat dua orang wanita
dari arab Madinah, yang sudah memeluk agama Islam berkunjung ke
Mekah untuk ibadah haji. Disamping itu mereka semua mengundang
Rasulullah untuk hijrah ke Yathrib dan menyatakan lagi pengakuan
mereka bahwa Rasulullah Saw adalah Nabi dan pemimpin mereka. Nabi
menemui tamu-tamunya itu ditempat yang sama dengan 2 tahun
sebelumnya, Aqabah. Ditempat itu mereka mengucapkan bai’at bahwa
mereka akan setia dan membela, melindungi Nabi sebagaimana mereka
melindungi anak dan istrinya, ikut berjuang membela Islam dengan harta
dan jiwanya, serta berusaha memajukan agama Islam dengan meyakinkan
kepada kerabat-kerabatnya. Bai’at ini dikenal dengan “Bai’at Aqabah
kedua ; Bai’at – Kubra”.
Berdasarkan dua bai’at di atas merupakan jaminan terlaksananya
dakwah di yathrib. Sejak saat itu berangsur-angsur kaum muslimin Mekah
hijrah ke Yathrib secara diam-diam agar tidak diketahui oleh orang-orang
kafir Quraisy. Tujuan hijrahnya adalah untuk memperoleh penghidupan
yang layak selain untuk dakwah islamiyah dan beberapa bulan kemudian
Nabi Muhammad sendiri hijrah bergabung dengan mereka (Sjadzali, 1990
: 9)
113
Hijrahnya umat muslim mekah ke Yathrib menimbulkan agama
Islam di Yathrib mengalami kemajuan pesat sehingga hal ini
menggelisahkan kaum musrikin Quraisy di Mekah. Kemajuan ini berkat
setelah bai’at kubra sebanyak 12 orang pilihan dari mereka yang sebanyak
73 orang dilantik Rasulullah Saw. Sebagai “Naqaba” (Kepala regu dari
satu organisasi). Dalam rapat-rapat “adhoknya” kaum musyrikin Quraisy
di Mekah mengambil keputusan bahwa “Muhammad harus di bunuh”
dengan jalan rumahnya diblokir oleh angkatan muda yang terlatih dari
tiap-tiap suku dan diorganisir sedemikian rupa agar rencana agar
pembunuhan itu tidak bocor keluar.
Namun siasat mereka sia-sia belaka lantaran Rasulullah Saw dapat
meloloskan diridari kepungan mereka yang sangat ketat. Yaitu beliau
keluar dari rumahnya dan didampingi oleh Abu Bakar dalam keadaan
malam yang gelap gulita. Mereka terpedaya oleh siasat Rasulullah yaitu
beliu menempatkan sahabat Ali di tempat tidurnya. Kemudian dengan Abu
Bakar beilau keluar dari rumahnya dan sembunyi di “Gua Tsur “, (8 jam
pulang pergi dari Mekah dengan berjalan kaki).
Pada saat mereka tidak menemui Rasulullah di tempat tidurnya, hal
ini menimbulkan amarah, Kemudian mereka mencarinya dan
mengeluarkan Ma’lumat: “Barang siapayang dapat menangkap
Muhammad akan mendapatkan 100 ekor onta”. Kemudian sampailah
mereka didepan Gua Tsur. Karena rasa khawatir sahabat Abu Bakar
menangis dan tangisannya terhenti setelah Rasulullah Saw berkata bahwa
114
“Allah beresama kita, jangan khawatir”. Dan ternyata mereka selamat
lantaran mereka tidak melihatnya padahal kaki mereka persis di mulut Gua
Tsur. Maka timbulah keyakinan umat muslim bahwa Allah Swt senantiasa
melindungi orang-orang yang beriman (Amali, 1986: 114-115)
Rasulullah Saw beserta sahabat Abu Bakar berdiam di Gua Tsur
selama tiga hari: Jum’at, Sabtu dan Ahad, karena pada siang hari waktu
zhuhur hari kamis beliau sempat memberitahukan kepada sahabat Abu
Bakar bahwa beliau dijinkan Allah pindah ke negeri Madinah. Rasulullah
Saw dalam perjalanannya ke Thaif beliau dikejar oleh Suraqah bin Malik
Al Mujladi (kaum quraisy yang melihat dan ingin membunuhnya). Dalam
pengejaranya ia tersungkur dua kali dan setelah dekat dengan Rasulullah
Saw kedua kaki kudanya terhunjam kedalam tanah sampai pula pada batas
lututnya, tetapi ia berusaha keras untuk mengangkat kudanya, sehingga ia
dapat pula mengejar Rasulullah Saw namun ia terhalang oleh debu yang
turun dari langit, bagaikan asap sehingga pada akhirnya ia ketakutan dan
putus asa mengejar terus Rasulullah Saw lalu ia lepaskan.
Sesampainya di Thaif Rasulullah Saw disambut oleh sahabat
Anshar dengan hormat. Beliau mengambil rumah sahabat Sa’ad bin
Khaitsamah sebagai “Majlis Umum” untuk memberikan petunjuk dan
pelajaran sedang sahabat Abu Bakar masuk ke “Sanha” (tempat
perkemahan) di negeri Madinah. Dan pada hgari jum’at beliau pindah ke
Madinah setelah empat hari bermukim di Thaif. Untuk pertama kalinya
dengan para sahabat Anshar dan Muhajirin sholat jum’at di masjid Bani
115
Ayyub, dan disitu beliau mengambil tempat kediaman sampai beliau di
Madinah untuk sementara (Amali, 1986: 116)
2. Hijrah Ke Madinah
Rasulullah Saw meninggalkan Gua Tsur dalam perjalanan menuju
kota Yathrib pada tanggal 12 Robiul-Awal, tahun pertama hijrah atau 20
Jum tahun 622 M, dan tiba di Yathrib maka kota itu diubah namanya
menjadi Madinatur Rasulullah; Madinatur Munawarah, Madinah
pluralitas terlihat pada komposisi penduduk Madinah yang didomisili oleh
berbagai golongan, suku bangsa Arab dan bangsa Yahudi yang menganut
agama dan keyakinan yang berbeda yaitu; kaum muslimin terdiri dari
golongan suku Anshor dan Muhajirin, golongan Yahudi terdiri dari suku
Qainuga, Banu Nadhir, dan Banu Quraizhah, serta golongan suku Aus dan
Kharaj menganut keyakinan paganisme (penyembahan terhadap mahkluk
selain Allah) (Azra, 2005: 98).
Orang-orang Islam penduduk Asli Madinah disebut kaum Anshar
yang terdiri dari suku Khazraj dan suku Aus; dua kabilah yang ternama
dan dikenal pemberani. Awal sebelum masuk Islam terjadi konflik pluralis
yaitu kedua suku ini selalu bersaing dan bermusuhan kemudian berubah
menjadi persaudaraan yang kokoh karena tali agama dan ikatan iman
selain kaum Anshor juga terdapat kaum Muhajirin; orang muslim yang
datang dari mekah. Kehiduapan antar kaum ini berjalan harmonis dan
saling membantu lantaran kehidupan mereka yang sulit dengan tekanan
116
kaum kafir Quraisy dan tindakannya yang kejam. Dan untuk mencari
penghidupan yang layak mereka hijrahke Madinah.
Kedua kaum tersebut kemudian giat melakukan dakwah Islam,
sehingga agama Islam semarak dan berkembang di Madinah. Langkahlangkah
yang dilakukan untuk mencapai sasaran perjuangan dakwah
bertujuan membentuk satu bernasyarakat bernegara. Oleh sebab,
sesampainya Rasulullah Saw di Madinah keadaan orang-orang Islam
menjadi kuat kedudukannya maka beliau segera memulai pekerjaannya
yakni “Merencanakan dan melaksanakan, mendirikan pemerintahan
masyarakat Islam dengan sistem keadilan sosial berkonsepsi Al-Qur’anul–
Karim. Di Madinah Rasulullah Saw tidak hanya berperan sebagai
pemimpin agama tetapi juga sebagai pemompin masyarakat dan kepala
negara. Beliau memberi teladan kepada umat manusia kearah
pembentukan masyarakat pluralis berperadapan yang sebelumnya dikenal
dengan masyarakat prasejarah. (Amali 1986:118)
Hijrah memberi makna penting dan hikmah besar bagi
perkembngan penyiaran Islam karena menandai awal era muslim. Hal ini
dicapai sebagai hasil perubahan peranan taktik dan strategi ketika beliau
masih berada dimekah dengan ketika itu beliau berada di Madinah. Di
mekah beliau hanya berperan sebagai Rosul penyampai wahyu. Isi peran
yang disampaikan pada umumnya adalah masalah-masalah eskatologik;
tentang harapan memperoleh imbalan pahala bagi yang beriman dan
ancaman siksa neraka bagi yang tidak beriman.
117
Rasulullah menarik garis tegak lurus antara yang mukmin dengan
yang tidak yang berakibat timbul konflik. Pihak yang merasa terganggu
ketenangannya dalam mengecap kenikmatan fisik. maupun yang abstrak
yang telah diberikan oleh tatanan sosial dan budaya yang telah ada bangkit
bereaksi Rasulullah di hina dan ajarannya di cemoohkan. Jalannya dakwah
Islam sangat lambat. Dari jumlah sedikit orang-orang dimekah yang
memeluk Islam hanya beberapa orang saja yang berasal dari kelompok elit
(Shiddiri, 1996:84)
3. Strategi Dakwah Dalam Mendirikan Pemerintahan
Menurut Amali (1986: 118), paling Rasulullah Saw, dalam
mendirikan pemerintahan masyarakat Islam meliputi:
a) Persiapan bahan-bahan Undang-undang Dasar Pemerintahan yang
terdiri dari Keagamaan, Politik, Sosial dan Ekonomi. Penjelasan dari
bahan-bahan undang-undang dasar negera Islam yaitu berdasarkan
pada II/30 juz isi AL Qur’an yang terdiri dari 23 / 144 surat yang
tersebut di bawah ini dengan menurut tertibnya turunnya:
1) Al Baqarah
2) Al Anfal 13) Al Munafiqun
3) Ali Imran 14) Al Mujadalah
4) Al Ahzab 15) Al Hujurat
5) Al Mumtahanah 16) At Tahrim
6) An Nisa 17) At Taghabun
7) Al Hadid 18) Ash Shaf
118
8) Al Qital 19) Al Jum’at
9) Ath Thalaq 20) Al Fath
10) Al Hasyr 21) Al Maidah
11) An Nur 22) At Taubah
12) Al Haj 23) An Nashr
Surat-surat tersebut diatas turun di Madinah dan disebut dengan
surat Madahiyah. Isi kandungan surat-surat tersebut antara lain:
- Yang hubungannya dengan ibadah, sholat, puasa, zakat fitrah yang
garis besarnya sudah disinggung di ayat-ayat surat Makiyah
- Yang hubungannya dengan urusan sipil (hukum perdata) seperti:
jual beli, sewa menyewa dan riba
- Yang hubungannya dengan urusan hukum pidana; pelanggaran,
pencurian, kejahatan, pembegalan dan pembunuhan
- Yang hubungannya dengan urusan rumah tangga; hukum waris
- Yang hubungannya dengan urusan perlakuan terhadap hamba
sahaya dan lain-lain yang berkaitan dengan ajaran agama.
b) Merumuskan siasat mendirikan pemerintahan tersebut:
1) Membangun tempat pertemuan masyarakat Islam
2) Membangun tempat perguruan
3) Mendirikan pemerintahan masyarakat Islam
119
Pelaksanaan pemerintahan masyarakat Islam :
(a) Tujuan mendirikan pemerintah Islam yaitu; mengubah
“Susunan Masyarakat” dari “Susunan Masyarakat Pra Sejarah
Islam” ke “Masyarakat Islam” dengan pemerintahannya
bersistem: “Keadlian Sosial”, sepanjang ajaran-ajaran syari’at
Islam berdasarkan: Al Qur’an sebagai kitab “Undang-Undang
asar Syari’at Islam”.
(b) Jangka waktu pemerintahan Islam
Selama hidup Rasulullah Saw, sejak dari kepindahannya di
Madinah sampai wafatnya mendirikan pemerintahan Islam
selama kurang lebih 9 tahun 9 bulan 9 hari.
c) Persiapan untuk menghadapi penduduk Makkah
Menurut Amali (1986: 121-125), ada tiga langkah yang diambil
oleh Rasulullah Saw, untuk mencapai sasaran perjuangan dakwah
Islamiyah di Madinah antara lain:
1) Mendirikan masjid
Setibanya Rasulullah Saw, di Quba, sebuah desa di luar
Madinah, nabi sudah meminta agar dibangun sebuah masjid
sebagai pusat kegiatan dakwah dan sentra pengembangan
kebudayaan. Dan pada saat Rasulullah Saw, membeli tanah yang
ketika itu unta yang beliau tumpangi baru sampai di Madinah dan
membasuh dua kakinya di sana. Kemudian beliau memerintahkan
kepada para sahabat suapay pohon-pohon ditebang dan keburuan120
kuburan digali dan dipindahkan untuk diratakan, serta di atasnya
dibangun “Masjid Raya Madinah; Masjid Nabawi”, yang terletak
berdampingan dengan rumah ketua kabilah khazraj; As’ad bin
Zurahah. Beliau-beliau memberi teladan dengan ikut serta
membantu dalam pembangunan masjid itu dan di dekat masjid itu
dibangun rumah Rasulullah Saw.
Adapun fungsi mendirikan masjid adalah sebagai sarana
ibdah dan dakwah. Selain untuk shalat juga sebagai tempat
musyawarah dan perencanaan strategi dakwah, tempat pengajaran
dan perguruan, serta tempat penerimaan tamu dan delegasidelegasi.
Bahkan di serambi depan disediakan tempat unuk fakir
miskin yang tidak mempunyai pekerjaan dan tempat tinggal.
Tindakan pembangunan masjid mengandung makna bahwa
pembinaan moral dan taqwa adalah hal yang pertama dilakukan
sebelum hal-hal yang lain dikerjakan.
2) Mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshor
Kedua kaum ini disatukan berdasarkan tali ikatan agama
tanpa ada perbedaan derajat baik karena darah maupun karena
suku. Persatuan adalah modal utama tercapainya perjuangan. Kaum
Anshor adalah orang-orang Islam penduduk asli Madinah,
sedangkan kaum Muhajirin adalah orang-orang Islam yang
pindah/hijrah dari Makkah ke Madinah dengan membawa
agamanya. Rasulullah Saw, memberikan hak yang sama kepada
121
kedua kaum tersbut. Beliau melarang kepada mereka tidak
bermusuhan dan balas dendam.
Hal tersebut juga ditegaskan bahwa Rasulullah di kirimkan
Allah SWT ditengah umat manusia dibekali kitab suci Al Qur’an
dan ajaran keadilan agar manusia tegak dengan keadilan itu.
Keadilan yang tanpa memandang siapa yang akan terkena
akibatnya, meskipun mengenai diri sendiri, keluarga, maupun
teman dekatnya bahkan terhadap orang yang membencinya
sekalipun.
Terhadap kelompok masyarakat muslim ini nabi sendiri
adalah pemimpinnya berlaku semua ketentuan yang diwajibkan
oleh agama. Dengan demikian Rasulullah Saw, telah mendirikan
dasar-dasar pemerintahan Islam. Demikian pula beliau senantiasa
menganjurkan semangat persaudaraan, menyantuni anak-anak
yatim piatu, perempuan janda, hamba sahaya, fakir miskin dan
lain-lain. Segala perbuatan yang membahahagiakan pergaulan
hidup dan membangun perikemanusiaan yang sejati. Rasa
persudaraan dan toleransi merupakan wujud dari penghormatan
pluralisme.
3) Membangun pemerintahan
Pembangunan pada hakikatnya adalah usaha-usaha yang
dilakukan agar taraf hidup manusia menjadi layak dan lebih baik.
Rasulullah Saw, membangun sebuah masyarakat bernegara yang
122
didukung oleh seluruh penduduk Madinah dan sekitarnya tanpa
memandang asal keturunan dan agama yang dianut. Masyarakat
plural dalam membangun bernegara ini diikat oleh tali kepentingan
dan cita-cita bersama.
Rasulullah Saw, mendirikan pemerintahan masyarakat Islam
di Madinah dengan :
(a) Sistem pemerintahan masyarakat Islam di Madinah bersifat
“Keadilan Sosial” yakni: “Suatu masyarakat yang susunan dan
cara hiudp masyarakatnya melalui asas syari’at Islam
berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw.
(b) Pertalian susunan tersebut di atas ini adalah: di dalamnya
disusun perundang-undangan sipil dan politis menurut syari’at
Islam. Sehingga jadilah dia (syari’at Islam) sebagai dasar yang
resmi untuk kehidupan keduniaan bagi negara.
(c) Hakikat pertaliannya yaitu, “Suatu susunan pemerintahan yang
diatur menurut syari’at Islam, disebut: “Al Khilafah”.
(d) Thabiat Al Khilafah Ialah memperlakukan warga negaranya
dengan berpijak di atas rel agama Islam, supaya
keseluruhannya diliputi dengan pandangan “Syar’I (Allah
SWT)”, yang meletakkan dasar peraturan tata hidup keagamaan
dan tata hiudp keduniaan.
Dengan sistem pemerintahan tersebut di atas, maka
“Negara masyarakat Islam itu negara beserta rakyatnya subur
123
dna makmur dan Tuhan Yang Maha Esa memeliharanya”,
memberikan ampunan kepada kalian dan dia menuntut
syukuran terhadap-Nyapula” ataupun disebut: “Bal datun
Thayyibatur wa rabbun ghaffur”, dan jadilah: Negara
masyarakat Islam itu selamat dari keruntuhan dan kehancuran,
yang menjadikan sebab demikian itu ialah lantaran di dalam
perundang-undangan sipil dan politisnya tidak terdapat
perbuatan fujur (perkosaan), dan perbuatan ‘udwan (aniaya dan
perbuatan madzmum/tercela). Selain itu pertanggung
jawabannya terletak di atas kebijaksanaan secara perhukumanperhukuman
syari’at Islam dan politiknya”
(e) Bentuk haluan dijadikan bentuk haluan negara masyarakat.
Islam ialah bermusyawarah yang keputusannya tidak
menyimpang dari kebijaksanaan syariat Islam berdasarkan
surat Asy Syura ayat 38 dan surat Ali Imran ayat 159. Surat
Asy Syura: 38 yang kurang lebih Indonesianya sebagai berikut:
“Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah
antara mereka”. Surat Ali Imran ayat 159, kurang lebih
Indonesianya sebagai berikut: “dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu (urusan peperangan dan hal-hal
duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi,
kemasyarakat dan lain-lai”
124
(f) Sedangkan dasar pembagian kekuasaan negara di Madinah
yang nampak adalah dipegang oleh Rasulullah Saw. Sendiri
sebagai “Khalifatullah” dan dibantu oleh para sahabatnya
terutama sahabat Abu Bakar yang merupakan “Wazir (Perdana
Mentri)”.
Masyarakat bernegara yang dibangun oleh Rasulullah Saw,
lahir berdasarkan kontrak sosial yang dibuat dan disekapati
bersama oleh seluruh penduduk Madinah dan sekitarnya yang
terekam dalam satu piagam yang dikenal dengan nama “Piagam
Madinah” (Mitsaqal Madinah)”. Piagam ini dibuat sebelum
terjadinya perang Badr (2H/624 M).
Masyarakat pendukung piagam Madinah jelas
memperlihatkan karakter masyarakat yang majemuk (Pluralistik),
baik ditinjau dari segi asal keturunan maupun segi budaya dan
agama. Di dalamnya terdapat Arab Muslim, Yahudi dan Arab non
Muslim (Shiddiqi, 1996: 85)
4) Meletakkan dasar-dasar ekonomi Islam
Dasar-dasar ekonomi Islam yang diletakkan oleh Rasulullah
Saw, bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial, keseimbangan
antara kepentingan individu dan orang banyak. Sistem ini berpusat
pada hal-hal berikut:
125
(a) Menghargai nilai kerja
(b) Adil dalam pembagian warisan, Islam tidak mengakui harta
terpusat pada kelompok kecil masyarakat, sementara yang lain
miskin dan lapar
(c) Melestarikan sumber daya alam
(d) Larangan mengambil harta orang lain secara tidak sah
(e) Tidak bertindak bodoh
(f) Tidak menimbun harta
(g) Mengeluarkan zakat harta
(h) Tidak menggunakan kekuasaan dalam memperoleh kekayaan
Inilah beberapa prinsip Islam dalam bidang ekonomi yang
telah disinggung Al Qur’an sejak zaman Rasulullah Saw, dan salah
satu asas dalam mendirikan daulah Islamiyah.
4. Piagama Madinah
Piagam Madinah merupakan basis kajian untuk mendapatkan
wawasan tentang sosial – politik – demokratik, karena hampir semua
pengkaji sejarah Islam mengakui “bahwa” Piagama Madinah” merupakan
instrumen hukum – politik yang membuat komunitas Islam dan non Islam.
Saat itu menuai kebebasan dan kemerdekaan di bawah kepemimpinan
Nabi Muhammad Saw. Bahkan oleh sebagian pakar ilmu politik piagam
ini dianggap sebagai konstitusi atau undang-undang dasar pertama bagi
“Negara Islam” yang didirikan Nabi Saw di Madinah.
126
Latar sosial – budaya masyarakat Madinah sangat majemuk, terbukti
penduduknya terbagi ke dalam kelompok-kelompok etnik, ras dan agama
yang berbeda. Pada umumnya faktor ini mendorong konflik yang tidak
mudah diselesaikan, tetapi “Piagam Madinah” mampu menjadi perekat
unitas dari pluralitas tersebut. Kepemimpinan Nabi Muhammad Saw
adalah model yang paling ideal dan sempurna dari kepemimpinan abad ke
7 M karena keberhasilannya membangun pemerintahan Islam.
Corak kemajemukan tersebut terlihat pada komposisi penduduk
Madinah yang didomisili oleh berbagai golongan suku-suku Arab dan
bangsa Yahudi yang menganut agama yang berbeda. Golongan suku-suku
tersebut antara lain: golongan muslim yang terdiri dari Muhajirin dan
Anshor, golongan Yahudi yang terdiri dari Banu Qainuqa, banu Wadhir,
dan Banu Quraizhah, sedangkan golongan musyrik dan munafik adalah
golongan Aus dan Khazraj tetapi sebagian dari mereka telah menjadi
muslim, maka tidak apologetis, apabila piagam ini untuk mewujudkan
persatuan dan kesatuan semua unsur pluralisme menjadi satu bangsa yang
menjunjung tinggi moralitas dan keadilan sosial atas dasar keimanan dan
ketakwaan.
Dalam konteks ini Islam tampaknya memang didesain untuk bisa
menata kehidupan sosial yang pluralistik. Untuk mendapatkan isi/butirbutir
Piagam Madinah, berikut dikutipkan naskah Piagam Madinah
selengkapnya (Sjadzali, 1990: 10-16)
127
Bismillahirahmanirrahim
1. Ini adalah naskah perjanjian dari Muhammad, Nabi dan Rasul Allah,
mewakili pihak kaum Muslim yang terdiri dari warga Quraisy dan
warga Yathrib serta para pengikutnya yaitu mereka yang beriman dan
ikut serta berjuang bersama mereka.
2. Kaum muslimin adalah umat yang bersatu utuh, mereka hidup
berdampingan dengan kelompok-kelompok masyarakat yang lain.
3. Kelompok Muhajirin yang berasal dari warga Quraisy dengan tatap
memegang teguh prinsip aqidah, mereka bahu membahu membayar
denda yang perlu dibayarnya. Mereka membayar dengan baik tebusan
bagi pembebasan anggota yang ditawan.
4. Bani ‘Auf dengan tetap memegang teguh prinsip aqidah, mereka bahu
membahu membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok dengan
baik dan adil membayar tebusan bagi pembebasan warganya yang
ditawan.
5. Bani Al-Harits (dari warga Al Khazra) dengan teguh memgang prinsip
aqidah, mereka bahu membahu membayar denda pertama mereka.
Setiap kelompok membayar dengan baik dan adil tebusan bagi
pembebasan warganya yang ditawan.
6. Bani Sa’idah dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka bahu
membahu membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok
membayar dengan baik dan adil tebusan bagi pembebasan warganya
yang ditawan.
128
7. Bani Jusyam dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka bahu
membahu membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok
membayar dengan baik dan adil tebusan bagi pembebasan warganya
yang ditawan.
8. Bani An Najjar dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka bahu
membahu membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok
membayar dengan baik dan adil tebusan bagi pembebasan warganya
yang ditawan.
9. Bani ‘Amr bin ‘Auf dengan teguh memegang prinsip aqidag, mereka
bahu membahu membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok
membayar dengan baik dan adil tebusan bagi pembebasan warganya
yang ditawan.
10. Bani An Nabit dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka bahu
membahu membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok
membayar dengan baik dan adil tebusan bagi pembebasan warganya
yang ditawan.
11. Bani Al Aus dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka bahu
membahu membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok
membayar dengan baik dan adil tebusan bagi pembebasan warganya
yang ditawan.
12. (a) Kaum Muslimin tidak membiarkan seseorang Muslim yang
dibebani dengan utang atau beban keluarga. Mereka membari bantuan
dengan baik untuk keperluan membayar tebusan atau denda.
129
(b) Seorang Muslim tidak akan bertindak tidak snonoh terhadap
sekutu (tuan atau hamba sahaya) Muslim yang lain.
13. Kaum Muslimin yang taat (bertakwa) memiliki wewenang sepenuhnya
untuk mengambil tindakan terhadap seorang Muslim yang
menyimpang dari kebenaran atau berusaha menyebarkan dosa,
permusuhan dan kerusakan di kalangan kaum muslimin. Kaum
muslimin berwenang untuk bertindak terhadap yang bersangkutan
sungguhpun ia anak Muslim sendiri.
14. Seorang muslim tidak diperbolehkan membunuh orang Muslim lain
untuk kepenntingan orang kafir, dan tidak diperbolehkan pula
menolong orang kafir dengan merugikan orang muslim.
15. jaminan (perlindungan) Allah hanya satu. Allah berada di pihak
mereka yang lemah dalam menghadapi yang kuat. Seorang Muslim,
dalam pergaulannya dengan pihak lain, adalah pelindung bagi orang
Muslim lainnya.
16. Kaum Yahudi yang mengikuti kami akan memperoleh pertolongan dan
hak bersama serta akan terhindar dari perbuatan aniaya dan perbuatan
makar yang merugikan.
17. Perdamaian bagi kaum Muslim adalah satu. Seorang Muslim tidak
akan mengadakan perdamaian dengan pihak luar Muslim dalam
perjuangannya menegakkan agama Allah kecuali atas dasar persamaan
dan keadilan.
130
18. Keikutsertaan wanita dalam berperang dengan kami dilakukan secara
bergiliran.
19. Seorang Muslim, dalam rangka menegakkan agama Allah, menjadi
pelindung bagi Muslim yang lain di saat menghadapi hal-hal yang
mengancam keselamatan jiwanya.
20. (a) Kaum Muslimin yang taat berda dalam petunjuk yang paling baik
dan benar. (b) Seorang musyrik tidak diperbolehkan melindungo harta
dan jiwa orang Quraisy dan tidak diperbolehkan mencegahnya untuk
berbuat sesuatu yang merugikan seorang Muslim.
21. Seorang yang ternyata berdasakan bukti-bukti yang jelas membunuh
seorang Muslim, wajib dikisas (dibunuh), kecuali bila wali terbunuh
memaafkannya. Dan semua kaum Muslimin mengindahkan pedapat
wali terbunuh. Mereka tidak diperkenankan mengambil keputusan
kecuali dengan mengindahkan pendapatnya.
22. Setiap Muslim yang telah mengakui perjanjian yang tercantum dalam
naskah perjanjian ini dan ia beriman kepada Allah dan hari Akhri,
tidak diperkenankan membela atau melindungi pelaku kejahatan
(kriminal), dan barang siapa yang membela atau melindungi orang
tersebut, maka ia akan mendapat laknat dan murka Allah pada Hari
Akhirat. Mereka tidak akan mendapat pertolongan dan tebusannya
tidak dianggap sah.
23. bila kami sekalian berebda [endapat dlaam sesuatau hal, hendaklah
perkaranya diserahkan kepada (ketentuan) Allah dan Muhammad.
131
24. Kedua pihak: Kaum Muslimin dan Kaum Yahudi bekerja sama dalam
menanggung pembiayaan di kala mereka melakukan perang bersama.
25. Sebagai satu kelompok, Yahudi Bani ‘Auf hidup berdampingan
dengan kaum Muslimin. Kedua pihak memiliki agama mansingmasing.
Demikian pula dengans ekutu dan diri masing-masing. Bila di
antara mereka ada yang melakukan aniaya dan dosa dalam hubungan
ini, maka akibatnya akan ditanggung oleh diri dan warganya sendiri.
26. Bagi Kaum Yahudi Bani An Najjar berlaku ketentuan sebagaimana
yang berlaku bagi kaum Yahudi Bani ‘Auf.
27. Bagi kaum Yahudi Bani Al Harits berlaku ketentuan sebagaimana
yang berlaku bagi kaum Bani ‘Auf.
28. Bagi kaum Yahudi Bani Sa’idah berlaku ketentuan sebagaimana yang
berlaku bagi kaum Yahudi Bani ‘Auf.
29. Bagi kaum Yahudi Bani Jusyam berlaku ketentuan sebagaimana yang
berlaku bagi kaum Yahudi Bani ‘Auf.
30. Bagi kaum Yahudi Bani Al Aus berlaku ketentuan sebagaimana yang
berlaku bagi kaum Yahudi Bani ‘Auf.
31. Bagi kaum Yahudi Bani Tsa’labah berlaku ketentuan sebagaiamana
yang berlaku bagi kaum Yahudi Bani ‘Auf. Barang siapa yang
melakukan aniaya atau dosa dalam hubungan ini maka akibatnya akan
ditanggung oleh diri dan warganya sendiri.
32. Bagi warga Jafnah, sebagai anggota warga Bani Tsa’labah berlaku
ketentuan sebagaimana yang berlaku bagi Bani Tsa’labah.
132
33. Bagi Bani Syuthaibah berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku
bagi kaum Yahudi bani ‘Auf. Dan bahwa kebajikan itu berbeda dengan
perbuatan dosa.
34. Sekutu (hamba sahaya) Bani Tsa’labah tidak berbeda dengan bani
Tsa’labah itu sendiri.
35. Kelompok-kelompok keturunan Yahudi tidak berbeda dengan Yahudi
itu sendiri.
36. Tidak dibenarkan seorang menyatakan keluar dari kelompoknya
kecuali mendapat izin dari Muhammad. Tidak diperbolehkan melukai
(membalas) orang lain yang melebihi kadar perbuatan jahat yang telah
diperbuatnya. Barang siapa yang membunuh orang lain sama dengan
membunuh diri dan keluarganya sendiri, terkecuali bila orang itu
melakukan aniaya. Sesungguhnya Allah memperhatikan ketentuan
yang paling baik dalam hal ini.
37. Kaum Yahudi dan kaum Muslimin membiaya pihaknya masingmasing.
Kedua belah pihak akan membela satu dengan yang lain dalam
mengahdapi pihak yang memerangi kelompok-kelompok masyarakat
yang menyetujui piagam ini. Kedua belah pihak juga saling
memberikan saran dan nasihat dalam kebaikan, tidak dalam perbuatan
dosa.
38. Seorangtidak dipandang berdosa karena dosa sekutunya. Dan orang
yang teraniaya akan mendapat pembelaan.
133
39. Daerah-daerah Yatrib terlarang perlu dilingungi dari setiap ancaman
untuk kepentingan penduduknya.
40. Tetangga itu kehormatan tidak dilingungi kecuali atas izin yang berhak
atas kehormtan itu.
41. Sesuatu kehormatan tidak dilindungi kecuali atas izin yang berhak atas
kehormatan itu.
42. Suatu peristiwa atau erselisihan yang terjadi antara pihak-pihak yang
menyetujui piagam ini dan dikhawatirkan akan membahayakan
kehidupan bersama harus diselesaikan atas ajaran Allah dan
Muhammad sebagai utusan-Nya. Allah akan memperhatikan isi
perjanjian yang paling dapat memberikan perlindungan dan kebajikan.
43. Dalam hubungan ini warga yang berasal dari Quraisy dan warga lain
yang mendukungnya tidak akan mendapat pembelaan.
44. Semua warga akan saling bahu membahu dalam menghadapi pihak
yang melancarkan serangan terhadap Yathrib.
45. (a) Bila mereka (penyerang) diajak untuk berdamai dan memenuhi
ajakan itu serta melaksanakan perdamaian tersebut maka perdamaian
tersebut dianggap sah. Bila mereka mengajak berdamai seperti itu,
maka kaum Muslimin wajib memenuhi ajakan serta melaksanakan
perdamian tersebut, selama serangan yang dilakukan tidak menyangkut
masalah agama. (b) Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban)
masing-masing sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
134
46. Kaum Yahudi Aus, sekutu (hamba sahaya) dan dirinya masing-masing
memiliki hak sebagaimana kelompok-kelompok lainnya yang
menyetujui perjanjian ini, dengan perlakuan yang baik dan sesuai
dengan semestinya dari kelompok-kelompok tersebut. Sesungguhnya
kebajikan itu berbeda dengan perbuatan dosa. Setiap orang harus
bertanggung jawab atas setiap perbuatan yang dilakukannya. Dan
Allah memperhatikan isi perjanjian yang paling murni dan paling baik.
47. Surat perjanjian ini tidak mencegah (membela) orang yang berbuat
aniaya dan dosa. Setiap orang dijamin keamanannya, baik sedang
berda di Madinah maupun sedang berada di luar Madinah, kecuali
orang yang berbuat aniaya dan dosa. Allah pelindung orang yang
berbuat kebajikan dan menghindari keburukan.
Muhammad Rasulullah S. A. W
Batu-batu dasar yang telah diletakkan oleh Piagam Madinah sebagai
landasan bagi kehidupan berneara untuk masyarakat majemuk di Madinah
adalah:
1. Semua pemeluk Islam, meskipun berasal dari banyak suku, tetapi
merupakan satu komunitas.
2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara anggota
komunitas Islam dengan anggota komunitas-komunitas lain didasarkan
atas prinsip-prinsip: (a) Bertetangga baik; (b) Saling membantu dalam
135
menghadapi musuh bersama; (c) Membela mereka yang teraniaya; (d)
Saling menasehati; dan (e) Menghormati kebebasan beragama.
Satu hal yang patut dicatat bahwa Piagama Madinah, yang ada
banyak oleh banyak pakar politik didakwakan sebagai konstitusi negara
Islam yang pertama itu, tidak menyebut agama negara Sjadzali, 1990: 16).
Menurut Shiddiqi (1996: 85), dari butir Piagama Madinah menurut
penomoran Schacht terlihat beberapa asa yang dianut: Pertama, Asas
kebebasan beragama negara mengakui dan melindungi setiap kelompok
untuk beribadah menurut agamanya masing-masing. Sebagaimana firman
Allah SWT: Q.S. Al Baqarah : 256, yang artinya: “Tidak ada paksaan
untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang salah”.
Kedua, asas persamaan. Semua orang mempunyai kedudukan yang
sama sebagai anggota masyarakat, wajib saling membantu dan tidak boleh
seorangpun diperlakukan secara buruk. Sebagaimana firman Allah SWT:
Q.S. Al Hujurat: 13, yang artinya : “Wahai manusia, sesungguhnya kami
menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian
saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian
di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa di antara kalian.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Ketiga, Asas kebersamaan. Setiap dan semua anggota masyarakat
mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negra. Sebagaimaa
136
firman Allah SWT: Q.S. Al Nisa : 59; yang artinya: “Wahai orang-orang
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan pemimpin di antara
kalian. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu maka
kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul-Nya. Yang demikian itu lebih
utama dan lebih baik kesudahanannya.
Keempat, Asas keadilan ataupun asas perdamaian yang berkeadilan.
Sebagaimana firman Allah SWT: Q.S. An Nahl: 90, yang artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berlaku adil dan berbuat
kebajikan”.
Kelima, Asas musyawarah. Sebagaimana firman Allah SWT: Q.S.
Ali Imran: 159, yang artinya: “Maka karena rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras
lagi berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Maka maafkanlah mereka, mohonlah ampunan bagi mereka
dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-
Nya.”
Pesan wahyu yang disampaikan oleh Rasulullah Saw, ketika beliau
berada di Madinah banyak yang menyangkut kepentingan hidup manusia
di dunia baik selaku individual maupun sebagai anggota masyarakat.
“Anda semua adalah pemimpin (menurut porsi masing-masing) yang nanti
akan dimintai pertanggung jawaban”. Dalam rangka pembangunan
137
masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang sesuai dengan martabatnya
sebagai khalifah, maka kebodohan dan kemiskinan harus dilenyapkan.
“Tuntutlah ilmu. Sabda nabi, “Walau sampai ke negeri Cina”, Kekufuran
berawal dari perut yang lapar”, “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan
di bawah”. Unuk melestarikan karunia Allah SWT, maka AL Qur’an pun
memperingatkan, “Janganlah berbuat kerusakan di bumi” (Shiddiqi, 1996:
85-86)
Dengan mengkaji Piagam Madinah ini terlihat gambaran pokok
karakter ummah (masyarakat) dan negara pada masa-masa awal
kelahirannya.
Pertama, masyarakat pendukung piagama ini adalah masyarakat
yang majemuk, baik ditinjau dari segi asal keturunan, budaya, maupun
agama yang dianutnya. Tali pengikat persatuan adalah politik dalam
rangka mencapai cita-cita bersama (Ps-Ps, 17; 23 dan 42). Semua mereka
yang mendukung piagam ini disebut Mu’min.
Kedua, masyarakat pendukungnya yang semula terpecah-pecah
dikelompokkan dalam dua kategori; (a) muslim dan (b) non muslim. Tali
pengikat sesama muslim adalah persaudaraan segama (P5-15). Diantara
mereka harus tertanam rasa solidaritas yang tinggi (P5-P5, 14: 19; 21).
Ketiga, negara mengakui dan melindungi kebebasan menjalankan
ibadah agama bagi orang-orang non muslim (P5-P5; 25 sd 33).
Keempat, semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai
anggota masyarakat; wajib saling membantu dan tidak boleh seorangpun
138
diperlakukan secara buruk (P5-16). Bahkan orang yang lemah harus
dilindungi dan dibantu (P5-11).
Kelima, semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang
sama terhadap negara (P5-P5; 24; 36; 37; 38 dan 44).
Keenam, setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di
hadapan hukum (P5-P5; 34; 40; 46).
Ketujuh, hukum adat (kebiasaan masa lalu) dengan berpedoman
pada keadilan dan kebenaran tetap diberlakukan (P5-P5; 2 sd 10).
Kedelapan, hukum harus ditegakkan. Siapapun tidak boleh
melindungi kejahatan, apalagi berpihak kepada orang-orang yang
melakukan kejahatan. Demi tegakkanya keadilan dan kebenaran siapapun
pelaku kejahatan tanpa pandang bulu harus dihukum (P5-P5; 13; 22 dan
43).
Kesembilan, perdamaian adalah tujuan utama. Namun dalam
mengusahakan perdamaian tidak boleh mengorbankan keadilan dan
kebenaran (P5-45). Kesepuluh, hak setiap orang harus dihormati (P5. 12).
Kesebelas, pengakuan atas hak individu (P5.17).
Sestim pemerintahannya adalah desentralisasi masalah yang bersifat
intern kelompok, diselesaikan oleh kelompoknya masing-masing. Jika
masalahnya menyangkut kelompok lain maka penyelesaianya haruslah
diserahkan kepada nabi sebagai pemegang pucuk pimpinan negara yang
berkedudukan di Madinah. Hal ini sangat dipetrlukan, akrena jika
masalahnya terus dipertengkarkan antara kelompok akan berakibat
139
terganggunnya kerukunan dan persatuan serta solidaritas sosial, sehingga
akan mengancam keamanan, kestabilan dan keselamatan negara.
Keberhasilan lahir masyarakat yang menganut asas kebersamaan
dan perdamaian yang dibina oleh nabi adalah karena aspek kebenaran,
keadilan dan penghormatan hak mendapat penekanan yang kuat. Di
samping itu, penyelesaian masalah adalah berdasarkan persetujuan
bersama melalui forum permusyawaratan, seperti yang tercermin pada
kelahiran Piagama Madinah itu sendiri.
Dari paparan-paparan yang tersebut di atas dapatlah ditarik
kesimpulan bahwa watak masyarakat yang dibina oleh nabi; satu,
berpegang pada prinsip kemerdekaan berpendapat, dua, menyerahkan
urusan kemasyarakatn (duniawi) kepada umat itu sendiri pada hal-hal yang
berkaitan dengan perincian pelaksanaan pengaturan kehidupan masyarakat
yang tidak termasuk masalah-masalah yang bersifat ubudiyah. Masalah
ubudiyah karena sifatnya pasti dan protokoler berdasarkan wahyu harus
diterima dan dilaksanakan tanpa perlu dimusyawarahkan dan diminta
persetujuan terlebih dahulu.
Piagam Madinah pada tahun VII mendapat ujian berat. Golongan
Yahudi membuktikan dirinya sebagai orang yang tidak setia berpegang
pada janji. Dalam perang Khandaq bukan saja Yahudi tidak mau ambil
bagian dalam mempertahankan negeri Madinah dari serangan musuh,
bahkan mereka bekerjasama dengan mush, menggerogoti kekuatan dari
dalam. Peristiwa ini menyadarkan kaum muslimim, khusunya nabi sendiri
140
bahwa perlu adanya pengaturan kembali tentang hak dan kewajiban serta
unsur pengikat kesatuan yang lebih menjamin kesetiaan dan loyalitas
terhadap negara. Tugasnya perlu adanua kategori yang jelas tentang siapa
sebenarnya yang mempunyai tujuan yang sama yang karenanya mau tetap
bersama baik dalam keadaan suka maupun duka.
Mereka yang benar-benat dapat diharapkan dan diyakini
kesetiaannya ialah mereka yang mempunyai kesamaan tujuan dan motif
penggerak dalam berbuat. Dalam masalah negara Madinah, mereka ini
adalah kaum muslimin. Oleh karena itu, kemudian warga negara
diklasifikasikan dalam dua golongan, yaitu: Muslim (umat Islam) dan
Dzimmi. Dzimmi ialah orang-orang non muslim yang menyatakan diri
tunduk dibawah kekuasaan negara. Klasifikasi ini menyangkut pula
masalah hak dan kewajiban. Dzimmi dibebaskan dari kewajiban ikut serta
bertugas dalam Angakatan Bersenjata, sedang sebagai warga negara
mereka tetap mendapat hak dan perlindungan negara atas keselamatan jiwa
dan harta milik mereka.
Setelah Fat-hal Makkah yang terjadi pada tahun VIII H, negara
Madinah telah berkembang menjadi sebuah negara yang kekuasan
wilayahnya meliputi seluruh Jazirah Arab. Seirirng dengan luasnya
wilayah kekuasaan negara itu, permasalahan yang harus dihadapi dan
dikelola oleh pemerintahan negara pun menjadi semakin banyak dan
kompleks. Negara membutuhkan biaya yang besar dalam melaksanakan
141
fungsi dan kewajibannya untuk menjaga keselamatan negara dan
rakyatnya serta meningkatkan kesejahteraan warga negaranya.
Untuk dapat terhimpun dana yang menjamin terlaksananya fungsi
dan kewajiban negara, maka sistem iuran seperti yang tercantum dalam
Piagama Madinah sudah tidak dapat memenuhi kebuthan lagi. Sebagai
penggantinya diperlukan pungutan tetap terhadap kekayaan yang dimiliki
oleh warga negara. Bagi warga negara muslim dikenakan pungutan zakat
atas hasil pertanian, peternakan dan harta yang berkembang yang telah
mencapai batas kekayaan (hisab), sedangkan bagi Dzimmi dikenakan
jizyah (pajak kepala) dan kharaj (pajak tanah).
Dari kenyataan sejarah di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
proses perkembangan hukum ketata negaraan (Islam) melalui tahapantahapan
sesuai dengan kebutuhan waktu dan keadaan. Demikianlah yang
dialami oleh sejarah perkembangan Piagam Madinah (Shiddiq, 1996: 93-
95).
D. Kunci Sukses Kemimpinan Rasulullah Saw Dalam Berdakwah
Menurut Shidiqi (1996: 102) beberapa kunci kesuksesan dakwah
Rasulullah Saw dalam memimpin umat. Adapun kunci kesuksesan itu patut
untuk diteladani umat Islam dalam membangun sebuah pemerintahan antara
lain:
Pertama, akhlak nabi yang terpuji tanpa cela. Muhammad Saw sejak
muda sebelum diangkat menjadi rasul terkenal lemah lebut berakhlak mulia,
142
jujur dan tidak mementingkan diri sendiri atau sukunya. Karena kejujurannya
beliau mendapat julukan Al Amin dan karena kejujurannya pula beliau
mendapat kepercayaan dari Siti Khatidjah untuk membawa barang
dagangannya. Dan kemudian menjadi istri yang mendukung perjuangan
dakwahnya dan karena kejujurannya pula beliau dipercaya dalam masalah
meletakkan Hajar Al Aswad pada tempatnya setelah Ka’bah selesai
diremovasi oleh Majlis Hilf al Fdlul. Dengan kebijaksanaan Rasulullah Saw
menyelesaikan tugas dengan baik. Rasulullah Saw adalah orang yang lembut
budi pekertinya, tidak bengis, tidak suka mencela dan juga tidak kikir beliau
dihindarkan dirinya dari tiga perkara dari perbantahan, menyombongkan diri
dan dari sesuatu yang tidak selayaknya.
Beliau tinggal orang lain dari tiga perkara, beliau tidak mencela
sesorang, tidak membuat malu orang dan tidak mencari aib orang lain. Beliau
tidan bicara melainkan pada sesuatu yang ada baiknya.
Kedua, karakter Rasulullah Saw adalah tahan uji, ulet, teguh, sederhana
dan semangat berkerja keras. Rasulullah walaupun terlahir dalam keadaan
yatim dari kalangan suku yang terpandang namun beliau tidak mau
mengantungkan hidupnya pada belas kasih orang lain. Beliau adalah orang
yang mandiri sejak kecil beliau ikut mengembala ternak keluarga, membantu
pamannya berdagang, satu perjalanan yang sulit dan cukup berbahaya pada
waktu itu, sikap percaya diri dan pengalaman hidup yang penuh perjuangan
telah menggembleng dirinya menjadi seorang pemimpin yang tangguh. Selain
143
itu pengalaman hidup yang membuat dirinya matang dan mengenal liku-liku
kedhidupan seluruh lapisan masyarakat.
Ketiga, sistem dakwah nabi yang menggunakan metode himbauan yang
diwarnai oleh hikmah kebijaksanaan dalam menyeru manusia agar beriman
dan mencegah kemungkaran, tidak ada unsur paksaan. Allah memerintahkan
“Tidak ada paksaan dalam beragama” (La ikraha fi ad-din), Nabi Muhammad
Saw tidak pernah dendam terhadap orang-orang yang pernah menyakiti dan
mencemoohnya, sifat himbauan yang komunikatif serta tanpa paksaan
merupakan kebijaksanaan nabi.
Keempat, tujuan perjuangan nabi yang jelas menuju kearah menegakkan
keadilan dan kebenaran serta menghancurkan yang batil tanpa pamrih kepada
harta, kekuasaan, dan kemuliaan duniawi. Nabi menolak tawaran pemukapemuka
Quraisy jahili untuk menukar gerak perjuangannya dengan harta,
tahta dan wanita, Nabi Muhammad Saw tidak akan meninggalkan tugas
dakwahnya sampai agama Islam tegak atau belaiu meninggalkan karena
perjuangannya. Dan ketika nabi telah menduduki jabatan sebagai pemimpin
umat yang mempunyai kekuasaan, beliau tidak menggunakan harta baitul mal
haram untuk menumpuk kekayaan baik untuk pribadi maupun untuk anggota
keluarganya. Nabi Saw juga tidak bersifat nepotis melainkan sikap
pengorbanan yang tanpa pamrih untuk melahirkan keyakinan dikalangan
pengikut akan kebenaran dan kejujuran cita-cita perjuangan yang diembannya.
Bahkan beliau selalu bersikap konsekuen dan konsisten dalam berjuang
menegakkan keadilan serta menghancurkan kebatilanj (dakwah).
144
Kelima, prinsip persamaan. Rasulullah Saw dalam bergaul tidak pernah
mebedakan satu dengan yang lain, bersikap sama terhadap semua orang, baik
dengan yang kuat maupunyang lemah, yang kaya maupun yang miskin, baik
terhadap musuh maupun shahabat. Beliau tidak pernah menghardik yang
bersifat menghina dan bermuka masam kepada siapapun.
Keenam, prinsip kebersamaan. Rasulullah Saw dalam menggerakkan
orang berbuat tidak hanya sekedar memberikan perintah, namun beliau sendiri
terjun memebrikan contoh. Beliau sendiri ikut terjun menyingsingkan lengan
baju dan kaki jubahnya dalam membangun masjid Quba di Madinah, dan
beliau selalu ikut terjun langsung dalam setiap pembangunan maupun medan
tempur memimpin pasukan.
Ketujuh, mendahulukan kepentingan dan keselamatan pengikutnya.
Ketika sikap permusuhan orang-orang Quraisy Jahili sudah sampai taraf
sadistis, nabi memerintahkan sebagian kaum muslimin berhijrah ke Abbesynia
(Habasyah) demi keselamatan iman dan fisik mereka, sedangkan nabi sendiri
beserta beberapa orang sahabat lain; Abu Bakar, Umar dan Ali tetap tinggal di
Mekah menghadapi berbagai macam cobaan. Padahal dengan memerintahkan
sebagian sahabat berhijrah ke Abbesynia berarti orang yang akan
melindunginya, jika terjadi situasi yang gawat menjadi berkurang. Namun
resiko ini beliau abaikan demi keselamatan para pengikut.
Kedelapan, memebrikan kebebasan berpendapat serta pendelegasian
wewenang, selain wewenang kerasulan yang hanya diperuntukkan bagi
dirinya oleh Allah SWT, maka wewenangnya selaku pemimpin umat dan
145
negara ada sebagian yang didelegasikan kepada pejabat bawahannya. Selain
itu nabi memberikan kebebasan berpendapat dan berkreasi kepada sahabat
yang menduduki suatu jabatan. Untuk menjelaskan hal ini pembicaraan nabi
dengan Mu’asz ibn Jabal ketika menerima jabatan sebagai hadirat ilahi atas
jawaban Mu’adz bahwa dia akan berijtihad untuk menetapkan hukum terhadap
peristiwa yang belum diperoleh ketepan hukumnya dalam Al Qur’an dan
Sunnah.
Kesembilan, tipe kepemimpinan kharismatis dan demokratis.
Muhammad Saw, memang orang yang terpilih untuk ditugaskan bukanlah
kewibawaan sebagai Rasul Allah. Karena itu, kepadanya dikaruniai kharisma
yang bukan saja memikat tetapi juga memukau. Gerak dan langkahnya terlihat
kharismatis yang beliau peroleh tidak dibangun melalui jalan pengkultusan
atau menempuh upaya-upaya tertentu. Kewibaaan yang dimilikinya adalah
murni yang lahir dari kebenaran dan kemurnian misi yang diembanya.
Kepatuhan orang terhadap dirinya bukan karena rasa takut atau terpaksa, tetapi
karena rela. Orang patuh kepada perintah atau larangannya; yang hampir
selauruhnya berasal dari Allah, bukan karena ketika berada di depannya tetapi
juga ketika sendirian dan bersembunyi.Kepatuhan orang kepadanya adalah
karena suruhan dan larangan objektif dan rasional. Semuanya bisa dicerna dan
diterima akal sehat.
Perintah agar manusia memelihar amanah, keimanan dan ketaqwaan
kepada Allah, tidak mencuri dan perintah atau larangan yang lain agar tindak
perbuatannya menyimpang dari syari’at Islam. Pokoknya semua perintah dan
146
larangan disampaikan tidak hanyan bersifat vokal tetapi juga berwujud
keteladanan ataupun perbuatan, karena sumua peraturan yang dibuat tidak
hanya berlaku untuk para pengikut tetapi juga berlaku terhadap beliau juga.
Sifat demokrastis kepemimpinan nabi ini, ditunjukkan pula oleh sikap
beliau yang terbuka terhadap kritik dan saran orang lain. Sikap mendengar
pendapat dan saran orang lain ditunjukkan oleh hadits yang mengatakan:
“Terimalah nasehat walaupun datangnya dari seorang budak hitam”. Sebutan
“budak hitam” ini jangan diartikan sebagai pengakuan terhadap adanya
lembaga perbudakan, tetapi haruslah dimaknakan sebagai pegawai yang
pangkatnya paling rendah. Nabi merasa malu bahkan menganjurkan supaya
menerima pendapat dan saran (nasehat) dari orang yang pekerjaan atau
pendidikannya paling rendah sekalipun. Ini mendunjukkan bahwa pada diri
nabi tidak ada sifat keangkuhan intelektual (intellectul snobism), yang merasa
pandai atau serba tahu. Nabi dengan rendah hati menyatakan bahwa beliau
tidak mengetahui segalanya.
Sejatinya pluralisme memiliki landasan teologis yang cukup kokoh
dalam nilai dan ajaran Islam. Dalam dakwah Islam Rasulullah Saw di
Madinah merupakan aplikasi faktual dari pluralisme toleransi pluralis yang
ditampakkan Rasulullah Saw merupakan salah satu karakteristik penyebaran
Islam. Demikianlah perjalanan dakwah Rasulullah dalam kebrehasilannya
mengubah susunan masyarakat dari susunan masyarakat pra Islam ke
masyarakat Islam yang pemerintahannya bersistem keadilan sosial yang
melandaskan Al Qur’an sebagai kitab undang-undang dasar syariat Islam.
147
Keberhasilan dakwah Islam Rasulullah Saw dalam memimpin umat
merupakan model paling ideal (per exellen) dalam mendirikan sebuah
pemerintahan.
148
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan urain di muka, sebagai penutup pembahasan skripsi ini,
penulis dapat mengemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Muhammad Saw adalah rasul terakhir yang terpilih untuk melaksanakan
dakwah Islamiyah kepada umat manusia menuju keselamatan di dunia dan
akhirat.
2. Dakwah Islam Rasulullah Saw periode Mekah bertujuan membentuk
pribadi muslim masyarakat Mekah.
3. Dakwah Islam Rasululah Periode Madinah bertujuan untuk mendirikan
pemerintahan yang bersistem keadilan sosial dengan berlandaskan Al
Qur’an sebagai kitab undang-undang dasar syariat Islam.
4. Piagam Madinah adalah undang-undang dasar untuk mengatur kehidupan
masyarakat di Madinah, dimana penduduknya bersifat plural yang terdiri
dari berbagai suku, agama, golongan, maupun karakter (latar sosial,
budaya yang berbeda).
5. Kunci kesuksesan Rasulullah Saw dalam berdakwah memimpin umat
dalam satu pemerintahan merupakan model ideal yang patut untuk
diteladani.
149
B. Saran Saran
Setelah mengkaji konteksualisasi dakwah Rasulullah menurut History
Islam (membangun pluralisme periode Madinah) tentunya masih ada sisi-sisi
lain yang belum bisa penulis tampilkan dalam penulisan skripsi ini, mengingat
keterbatasan kemampuanyang dimiliki. Oleh karena itu saran penulis adalah :
1. Agar ada upaya lebih dalam untuk mengkaji sosok Rasul Muhammad Saw
dan perjuangan dakwah Islamiyah, dalam membangun pluralisme di
Madinah, terutama pada hal-hal yang belum bisa penulis kaji.
2. Diupayakan untuk menelaah nilai-nilai pluralisme dalam konteks dakwah
dari tokoh-tokoh agama lainnya yang mempunyai relevansi dengan
keilmuan dakwah yang dapat dijadikan sumber rujukan dalam mekanisme
dakwah.
3. Diupayakan agar menelaah nilai-nilai pluralisme yang berkembang di
Indonesia dalam konteks dakwah.
Akhirnya penulis mengucapkan alhamdulillah atas terselesainya
penulisan skripsi ini karena hanya dengan pertolongan-Nya dan pentunjuk-
Nyalah skripsi ini dapat diselesaikan.
Dalam mewujudkan skripsi ini penulis telah mengerahkan kemampuan
serta dana agar hasil yang disajika dapat memnuhi syarat-syarat yang
diharapkan. Namun, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang
penulis miliki, tentu terdapat kekurangan dan kesalahan yang tidak dapat
penulis pungkiri. Menyadari kenyataan itu, maka segala saran, kritik dan
koreksi terhadap skripsi ini akan penulis terima dari manapun datangnya demi
150
kesempurnaan tulisan ini. Hanya kepada Allah SWT penulis berdoa dan
mohon pertolongan-Nya, semoga penulis senantiasa ditunjuki ke jalan yang
benar dan lurus serta mendapatkan Ridha-Nya….Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar